Literasi Bagi Perempuan Sebagai Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa dan Palestina

Daurah Al-Quds yang diselenggarakan oleh Lembaga Kepalestinaan Maemuna Center (Mae_C)

Oleh Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA, Duta Al-Quds Internasional

Allah memerintahkan kita sebagai manusia, makhluk termulia, hamba berakal dan berbudi bahasa, untuk gemar membaca.

Membaca sebagai bagian dari literasi, tentu bukan sekedar mengeja, membunyikan huruf, mengeluarkan kata-kata hingga kalimat-kalimat, seperti anak yang baru belajar mengeja. Namun bisa dimaknai lebih luas lagi, yakni mempelajari, mengkaji, meneliti (research, bukan hanya search), menganalisis dari satu fenomena ke fenomena lainnya, terhadap apa saja yang telah Allah ciptakan.

Perintah pertama, Iqro’ (bacalah) di sini bukan hanya membaca ayat-ayat-Allah yang tersurat (qauliyah) di dalam Al-Quran. Namun juga ayat-ayat-Nya yang tersirat di alam semesta (kauniyah).

Membaca di sini harus dengan nama Allah, artinya karena Dia, karena Allah, demi mengharapkan Ridha Allah. Maka, tujuan membaca dengan berbagai turunannya adalah sebagai referensi untuk disampaikan kepada manusia berupa informasi atau ilmu yang bermanfaat (ilmun nafi’), semata-mata untuk mengharap ridha-Nya. Sehingga menjadi amal shaleh yang terus mengalir pahalanya.

Apalagi kini era digital, semua informasi serba ada di dunia maya, tinggal klik di handphone atau laptop kita.

Selanjutnya, jika kita menghayatinya dalam dunia dakwah dan perjuangan keumatan, ketersediaan referensi yang melimpah ruah di media online ini merupakan bagian dari karunia Allah. Dengan kemampuan literasi digital, menggunakan alat tulis berupa lap top, komputer, atau android, kita bisa menuliskan apa-apa yang kita temukan, berdasarkan pemikiran, memeras otak, mengolah rasa, memberi intuisi dan inspirasi.

Sehingga lahirlah tulisan-tulisan terbaik yang dapat dibaca oleh orang lain dan generasi berikutnya. Dengan dibaca oleh orang lain, maka ilmu itu dapat terus dikembangkan dari generasi ke generasi . Dengan demikian, manusia dapat mengetahui apa yang sebelumnya belum diketahuinya, artinya ilmu itu akan terus berkembang. Demikianlah besarnya fungsi literasi baca-tulis, sebagai hasil dari Iqro’.

Baca Juga:  [MINA TALKS] Malam Ini, Perpecahan di Pemerintahan Israel

Inilah budaya literasi yang harus terus kita tumbuh-kembangkan di kalangan umat, terutama literasi di kalangan kaum perempuan.

Dalam kaitan dengan perjuangan terkini, tentu saja literasi bagi perempuan sebagai kunci pembebasan Masjid Al-Aqsa dan Palestina adalah suatu keniscayaan yang tak bisa dihindari.

Literasi bagi perempuan ini memiliki peran penting dalam berbagai aspek kehidupan, baik individu, keluarga, maupun masyarakat dan bangsa.

Berikut beberapa alasan mengapa literasi bagi perempuan sebagai kunci pembebasan Masjid Al-Aqsa dan Palestina menjadi begitu penting :

  1. Meningkatkan kualitas sumber daya perempuan

Literasi bagi perempuan akan membuka akses terhadap informasi dan ilmu pengetahuan, memungkinkan perempuan untuk belajar tentang berbagai hal khususnya tentang pembebasan Masjid Al-Aqsa dan Palestina.

Selain itu, literasi juga dapat membantu perempuan untuk menganalisis informasi secara kritis, membedakan fakta dan opini, serta membuat langkah yang lebih bijak.

Tentu saja dengan modal literasi yang kuat akan meningkatkan kepercayaan diri dan harga diri kaum perempuan. Ketika perempuan memiliki pengetahuan dan kemampuan yang baik tentang hal-hal yang terkait dengan Masjid Al-Aqsa dan Palestina, tentu kaum perempuan itu akan dapat mengekspresikan diri mereka dengan baik, mereka akan merasa lebih percaya diri ketika harus menyampaikannya kepada sesama perempuan.

  1. Memperkuat peran perempuan dalam keluarga

Perempuan yang berperan sebagai ibu rumah tangga, yang memiliki daya literasi yang kuat tentang hal-hal yang berkaitan dengan Masjid Al-Aqsa dan Palestina, tentu dia akan lebih mampu memberikan stimulasi dan pendidikan yang baik kepada anak-anak mereka di rumah.

Bahkan tak jarang kaum perempuan dapat memberikan masukan-masukan dan ilmu-ilmu tentang perjuangan pembebasan Masjid Al-Aqsa dan Palestina kepada suami mereka, yang mungkin dalam aktivitas kesehariannya tidak terkait langsung dengan perjuangan Al-Aqsa.

  1. Mendorong kemajuan umat dan bangsa

Kaum perempuan yang terliterasi dengan baik, merupakan aset berharga bagi kemajuan suatu umat dan bangsa. Mereka kaum perempuan yang terliterasi dengan baik dapat berkontribusi secara aktif dalam berbagai bidang, seperti pendidikan, sosial, budaya, ekonomi, kenegaraan dan sebagainya.

Baca Juga:  PBB Ingatkan Ancaman Bencana Perang Israel-Hizbullah Lebanon

Dalam hal ini, kaum perempuan yang terliterasi tentang Masjid Al-Aqsa dan Palestina dengan baik, pada saat yang sama ia akan meningkatkan pula budaya literasi di komunitasnya, organisasinya, tempat kerjanya, majelis taklimnya, lembaganya, pesantrennya, sekolahnya, dan seterusnya. Sehingga siapapun dan pekerjaan apapun akan terkait atau dikaitkan dengan perjuangan pembebasan Masjid Al-Aqsa dan Palestina, karena adanya keasadaran yang terlahir dari budaya literasi.

Sebab pembebasan Masjid Al-Aqsa dan Palestina itu bukan hanya tanggung jawab warga Palestina saja, atau tanggung jawab aktivis kepalestinaan saja. Namun tanggung jawab semuanya, laki-laki dan perempuan, pegawai negeri dan swasta, warga kota dan desa, orang kaya dan miskin, pokoknya semuanya.

Tantangan dan Upaya

Tentu saja, literasi bagi perempuan sebagai kunci pembebasan Masjid Al-Aqsa dan Palestina menghadapi tantangan tersendiri, di antaranya :

Terbatasnya akses terhadap bahan bacaan tentang Masjid Al-Aqsa dan Palestina. Di beberapa daerah bahkan di kota, perempuan masih kesulitan untuk mendapatkan bahan bacaan yang berkualitas, yang sesuai dengan bahasa dan psikologi-sosial perempuan. Termasuk masih langkanya Perpustakaan yang menyediakan buku-buku bacaan tentang Masjid Al-Aqsa dan Palestina.

Maka, ada baiknya dirintis upaya mengatasinya, seperti bisa dimulai dari Perpustakaan Pribadi atau Perpustakaan Keluarga, Perpustakaan Masjid, Pesantren atau Madrasah/Sekolah, hingga Perpustakaan Umum, yang menyediakan buku-buku terkait Masjid Al-Aqsa dan Palestina.

Tantangan lainnya biasanya adalah kendala waktu yang terbatas bagi kaum perempuan. Kesibukan mengurus rumah tangga, bertetangga, hingga berkegiatan sosial, sehingga waktu untuk membaca, apalagi menulis, menjadi terbatas. Toh demikian, anehnya perempuan kini masih sempat bermedia sosial, chatting-chatting, selfi-selfi dan komen-komen, dan curhat-curhat, urusan pribadi atau remeh-temeh lainnya.

Baca Juga:  Ehud Olmert: Netanyahu Hancurkan Negaranya Sendiri

Di sini sebenarnya yang diperlukan adalah manajemen waktu, bagaimana mengatur dan mengelola waktu dengan sebaik-baiknya. Nyatanya, kita tahu begitu sibukya tentu Siti ‘Aisyah sebagai isteri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang harus menyediakan setiap keperluan Rasul, baik di rumah, saat menerima tamu, saat akan menyiapkan berbagai agenda dakwah hingga perang, dan sebagainya.

Namun siti ‘Aisyah mampu membagi waktunya, hingga ia dikenal sebagai Ummahatul Mukminat yang banyak meriwayatkan hadits Rasul. Ini karena kalau boleh dikatakan, beliau memiliki daya literasi yang tinggi terhadap ilmu di tengah kesibukannya sebagai pendamping Rasulullah.

Hambatan yang agak berat, adalah jika kurangnya apalagi tidak adanya motivasi bagi perempuan dalam literasi. Faktanya, masih banyak kaum perempuan yang belum menyadari pentingnya literasi dan belum memiliki motivasi untuk membaca dan belajar, wabil khusus tentang Masjid Al-Aqsa dan Palestina.

Untuk mengatasi berbagai kendala tersebut, tentu diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak terkait, seperti para umara, ulama, lembaga pendidikan, organisasi hingga masyarakat luas. Sehingga literasi bagi perempuan sebagai kunci pembebasan Masjid Al-Aqsa dan Palestina akan dapat tumbuh dan meningkat dengan baik.

Perlu kerjasama, koordinasi dan sinergi guna mengadakan akses terhadap bahan bacaan dan menyediakan program literasi yang berkualitas bagi perempuan, mendorong budaya membaca dan literasi di lingkungan keluarga dan masyarakat, serta memberikan pelatihan (daurah) dan pendampingan kepada perempuan untuk meningkatkan kemampuan literasi.

Pelaksanaan Daurah Al-Quds khususnya buat kaum perempuan, seperti dilakukan oleh Lembaga Kepalestinaan Perempuan Maemuna Center (Mae_C) perlu terus dilaksanakan secara teratur dan berjenjang.

Dengan meningkatnya literasi bagi perempuan sebagai kunci pembebasan Masjid Al-Aqsa dan Palestina, insya-Allah akan muncul generasi-generasi penerus masa depan yang akan melanjutkan perjuangan pembebasan Masjid Al-Aqsa dan Palestina.

Munculnya kesadaran di seluruh kalangan umat, generasi yang dalam pikirannya, kata-katanya, tulisan-tulisannya, jiwanya, kesehariannya, adalah pembebasan Masjid Al-Aqsa dan Palestina, inilah jiwa literasi yang sangat ditakuti para petinggi Zionis penjajah itu. []

Mi’raj News Agency (MINA)