Oleh Moehammad Amar Ma’ruf, Penulis Buku Katulistiwa, Diplomat Karir, Dewan Pembina Yayasan Pendidikan Kesatuan Jakarta Barat
Penciptaan alam semesta merupakan pesan universal yang mengandung hikmah bagi perjalanan peradaban manusia dan lingkungan alamnya.
Secara kodrat Sang Khalik mengamanatkan pengelolaan bumi semua itu kepada manusia (khalifah fil Ardhi/KfA), sehingga ikhtiar manusia untuk menyingkap hikmah alam menjadi suatu ukuran bahkan keniscayaan guna membangun sebuah peradaban gemilang.
Amanat agung untuk menerima pesan ilahiah (KfA) yang ditolak oleh makhluk ciptaan Allah SWT lainnya dan diterima oleh manusia dengan ketentuanNya (QS. Al-Ahzab 72) merupakan suatu bentuk kepercayaan sekaligus kawah candradimuka bagi manusia yang muaranya menjadi manusia yang beruntung/unggul.
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah: Makna dan Keutamaannya bagi Kehidupan Sehari-Hari
Manusia yang beruntung/unggul adalah mereka yang memberikan kemanfaatan sebanyak-banyaknya bagi sesama dengan basis keseimbangan hubungan manusia dengan Sang Pencipta, manusia dengan sesama manusia dan manusia dengan lingkungannya.
Amanat pengelolaan tersebut diyakini mengandung tantangan sekaligus diberikan jalan keluarnya. Sebagaimana jaminan dari Sang Pencipta dinyatakan dalam (QS Insyirah, 5-6) bahwa setiap kesulitan terdapat kemudahan. Bahkan pernyataan tersebut ditekankan sebanyak dua kali.
Manusia diciptakan untuk berikhtiar guna mencari pemecahannya dengan cara terus berkontemplasi/ belajar/berdiskusi/bermusyawarah untuk mempelajari pesan-pesan yang tersirat dalam penciptaan alam semesta dan yang tertulis di dalam ajaran kitab suci yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul dan dipedomani serta dikaji oleh para generasi pembelajar di zamannya.
Sungguh sangat beruntung bagi mereka (individu/kelompok/bangsa) yang tergolong pembelajar dan yang mengimani dengan mengikhtiarkan berbagai pendekatan di atas sehingga menghasilkan suatu produk yang memudahkan dan memberikan kemanfaatan bagi kehidupan manusia dan lingkungannya. Dan yang lebih penting juga mendapatkan reward dari Sang Pencipta.
Baca Juga: Sejarah Al-Aqsa, Pusat Perjuangan dari Zaman ke Zaman
Pemasangan predikat dunia sebagai tempat berikhtiar sekaligus kawah candradimuka pun telah dilengkapi dengan rambu-rambu yang berfungsi sebagai alat antisipasi yang ada pada diri manusia dalam bentuk pengendalian hawa nafsu, akal pikiran dan hidayah agar manusia tidak menyimpang yang akan menggelincirkan manusia ke jurang nestapa.
Sebagai ganjarannya, manusia seperti itu, dalam penjelasan Firman Allah SWT lainnya, Sang Pencipta pun akan menganugerahkan kemudahan hidupnya di dunia dan memberikan ganjaran Surga yang luasnya seluas langit dan bumi. (QS An Nahl:97) dan (QS Al Imran 133)
Berbekal kepercayaan dan pengendalian hawa nafsu dan akal dan hidayah tersebut, Sang Pencipta pun memberikan pilihan agar manusia berhati-hati dan selamat di dalam menjalankan amanat tersebut dan berhasil menghasilkan budaya yang damai dan konstruktif yang secara universal akan mewujudkan sebuah peradaban emas bagi kehidupan manusia dan lingkungan.
Peradaban emas yang terus diupayakan perwujudannya oleh manusia merupakan ladang amal kebaikan yang akan tercatat dan menjadi rujukan valid dalam upaya menggali/mengeksplorasi dan melakukan inovasi oleh kaum pembelajar. Rangkaian upaya inilah yang merupakan bagian integral dalam upaya perwujudan peradaban emas manusia.
Baca Juga: Bebaskan Masjidil Aqsa dengan Berjama’ah
Berbagai tantangan dan permasalahan budaya dari zaman ke zaman yang seringkali menjadi pekerjaan rumah bagi generasi pada zamannya adalah kurangnya ruang dialog literasi pustaka alam sebagai gerakan literasi budaya manusia. Yang lebih mengkhawatirkan juga adalah isu di atas diperparah dengan adanya tantangan geopolitik yang berimbas pada kompetisi di bidang-bidang asasi manusia. Kondisi ini mengakibatkan kemunduran peradaban manusia itu sendiri.
Menyadari arti strategik di dalam mewujudkan peradaban emas tadi, langkah-langkah inovatif dan inklusif yang telah terlihat di dalam interaksi bidang kepustakaan menjadi pilar yang memperkuat sendi-sendi peradaban manusia itu sendiri.
Gerakan inklusifitas pustaka membuka peluang terbukanya ruang bagi generasi pembelajar yang sadar dan turut terpanggil untuk menyuarakan kepentingan manusia di dalam menjaga keseimbangan hubungan manusia dalam tiga pilar tersebut.
Pendekatan inklusifitas ini pun memberikan dampak keterbukaan informasi yang memberdayakan manusia itu sendiri.
Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia
Dengan sendirinya pendekatan ini pun selayaknya mendapatkan sambutan positif dan menjadi kontribusi positif bagi penguatan hubungan aktor-aktor terkait di dalam hubungan yang lebih luas dan dalam bidang-bidang yang lebih strategik dengan pendekatan yang taktis memanfaatkan para ahli dan narasumber berkompeten serta mendorong partisipasi aktif para generasi pembelajar.
Dalam kaitan ini penulis mengapresiasi para pihak dan peserta dalam kegiatan penyebaran pengalaman literasi pustaka inklusif yang digagas secara bersama dari berbagai K/L nasional dan daerah (Perpusnas/Setneg/Kemlu dan Pemda setempat) dengan mengundang peserta asing yang tergabung dalam organisasi internasional di mana Indonesia menjadi anggota yang aktif berperan untuk ke-2 kali di dalam upaya membentuk generasi pembelajar yang diharapkan menjadi agen-agen perwujudan peradaban emas manusia yang menghormati keseimbangan tiga pilar hubungan di atas.
Selamat Berinteraksi dan Bertukar Pengalaman Terbaik Indonesia dan Peserta dari Negara-Negara Anggota Organisasi International di bawah Colombo Plan dan juga Organisasi Teknis Kepustakaan Regional lainnya.[]
Baca Juga: Keutamaan Al-Aqsa dalam Islam, Sebuah Tinjauan Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis
Mi’raj News Agency (MINA)