Oleh: Dr. Hasbi Aswar, Pakar hubungan internasional Universitas Islam Indonesia (UII)
Pembantaian Zionis Israel sejak 7 Oktober 2023 telah membunuh lebih dari dua puluh enam ribu warga Gaza yang tak berdaya dan tak bersenjata. Hampir setengah yang tewas itu dari kalangan anak – anak dan Sebagian besarnya adalah warga sipil. Rumah – rumah, tempat ibadah, tempat pengungsian, dan fasilitas publik yang lain juga rata oleh serangan – serangan rudal Israel.
Ada harapan saat terjadinya gencatan senjata di mana antara kedua belah pihak saling tukar menukar tawanan dan bantuan – bantuan masuk ke Gaza 24 – 30 November 2023. Namun, Israel melakukan serangan intensif kembali saat gencatan senjata berakhir baik melalui udara maupun darat.
Serangan Israel belum memperlihatkan tanda – tanda berhenti meskipun kecaman dari banyak negara, gerakan sipil dan tokoh sudah banyak diperlihatkan. Afrika Selatan juga sudah mengajukan awal tahun 2024 ke Pengadilan Internasional (International Court of Justice) untuk memperkarakan Israel sebagai pelaku pelanggaran Genosida di Gaza (Corder, 2024).
Baca Juga: Tolak Wajib Militer, Yahudi Ultra-Ortodoks Bentrok dengan Polisi Israel
Pemerintah Zionis Israel telah berulang kali mengutarakan bahwa perang ini harus berakhir dengan hancurnya Hamas sehingga kelompok ini tidak punya kekuatan lagi yang bisa meneror Israel meskipun harus memakan waktu berbulan – bulan (NHK World, 2023). Yoav Gallant, Menteri Pertahanan Israel mengungkapkan “ “Hamas is a terrorist organization that built itself over a decade to fight Israel, and they built infrastructure under the ground and above the ground and it is not easy to destroy them,”… “It will require a period of time — it will last more than several months, but we will win and we will destroy them.”(Fabian & Staff, 2023).
Saat terjadi gencatan senjata, Gallant menegaskan Kembali “There will be a short pause and then we will continue operating with full military power. We will not stop until we achieve our goals: the destruction of Hamas and bringing home the hostages from Gaza to Israel” (Reuters, 2023).
Israel juga sudah mendesain kondis post war governance di Gaza yaitu tidak akan ada lagi HAMAS di situ, dan Israel yang akan mengontrol Gaza serta akan melakukan operasi pembersihan terhadap segala ancaman di Gaza Terhadap Israel dalam berbagai bentuknya (Al Jazeera, 2024).
Bukan hanya Israel tapi Amerika Serikat untuk pertama kalinya sejak perang terakhir tahun 1973 sangat terlihat serius menopang Israel dari berbagai sisi, di PBB, bantuan finansial dan militer termasuk mengerahkan kapal perangnya di laut Mediterania. Bahkan selama perang yang dimulai Oktober ini saja, AS telah mngajukan dua kali bantuan untuk Israel ke kongres AS (Associated Press, 2023; Lee, 2023).
Baca Juga: Menolak Wajib Militer Yahudi Ultra-Ortodok Blokir Jalan di Israel Tengah
Pendekatan perang total yang dilakukan oleh Israel dalam perang ini mengindikasikan betapa seriusnya ancaman dari HAMAS dan betapa takutnya Israel saat HAMAS menjadi lebih kuat terlebih HAMAS hanyalah sebuah kelompok tapi mampu memberikan terapi kejut buat sistem pertahanan Israel bahkan menggemparkan politik domestik Israel. Bagi kepentingan strategis Israel di Timur Tengah, HAMAS dan kapasitasnya jelas adalah sebuah ancaman nyata yang jika tidak diaborsi habis – habisan maka akan menjadi alarm kematian bagi Israel dalam waktu dekat.
Jika kita merunut ke politik Timur Tengah beberapa tahun terakhir ini, Israel dan AS terlihat lega setelah melakukan normalisasi dengan beberapa negara Arab: Bahrain, Uni Emirat Arab, Maroko dan Sudan. Potensi normalisasi dengan Arab Saudi juga semakin terbuka. Ini seolah menjadi angin segar bagi Israel bahwa musuh – musuhnya dalam level negara akan semakin berkurang dan peluang untuk meminimalisir musuh – musuh dari kelompok militant dapat ditangkal melalui Kerjasama Arab-Israel (Vakil & Quilliam, 2023).
Israel memang sejak awal berdiri tahun 1948 sampai sekarang selalu tidak aman. Sebab dikelilingi oleh negara-negara musuh, termasuk masyarakat yang antipati. Itulah sebabnya entitas zionis ini membangun negaranya dan segala bentuk kebijakan yang bertumpu pada kepentingan keamanan dan eksistensinya (Ministry of Foreign Affairs, 1969). Wajar jika ada rasa lega dan “menang” pasca normalisasi.
Namun, semua impian itu buyar saat HAMAS dan Jihad Islam melakukan serangan di pagi hari. Israel yang terlihat kuat terlihat tak berdaya diinfiltrasi oleh ratusan pasukan pejuang Gaza. Israel tak menyangka, ditengah “euphoria” normalisasi, HAMAS ternyata memperkuat diri dan berhasil mematangkan strategi. Israel kaget, warganya berhamburan meninggalkan negara. Elit politik saling serang dan menyalahkan.
Baca Juga: Israel Lancarkan Operasi Penculikan Warga Palestina di Bethlehem
Serangan bersejarah Sabtu 7 Oktober, memberi pesan pada Israel bahwa perlawanan dan musuh tidak bisa betul-betul dihancurkan. Sehingga respon terhadap para musuh ini wajib perang semesta. Itulah mengapa, Netanyahu (2023), di hari serangan menyatakan kita sedang dalam kondisi perang. “Citizens of Israel, we are at war. Not an operation, not a round [of fighting,] at war! This morning Hamas initiated a murderous surprise attack against the state of Israel and its citizens” (Toi Staff, 2023).
Hanya enam hari pasca serangan Hamas, 6.000 bom dengan berat 4.000 ton diledakkan di Gaza. Menurut al-Jazeera (2023) bom itu sama jumlahnya dengan bom yang diledakkan Amerika Serikat di Afghanistan selama setahun (Al Jazeera, 2023).
Hamas memang layak dianggap ancaman serius oleh Israel dan harus dihapuskan cepat atau lambat. Kelompok ini terbukti mampu memperkuat diri dengan kemampuan persenjataan yang bisa merepotkan Israel; mampu menyiapkan ribuan rudal sampai Tel Aviv, termasuk menembus sistem pertahanan Iron Dome Israel, dan mengacaukan komunikasi militer Israel. Ditambah kemampuan manajerial kelompok ini dalam menggalang bantuan logistik untuk membangun persenjataan, basis militer bawah tanah, dan berbagai pelatihan militer terhadap anak – anak muda Palestina (Nakhoul, 2023).
Dalam konteks geopolitik, secara geografis wilayah kekuasaan Israeli sangatlah kecil, hanya 22.000 km persegi dengan lebar tersempitnya berjarak 15 Kilometer dan Sebagian besar tumpuan industri, aktifitas komersial dan sosial negara ini terpusat di daerah pantai sepanjang 100 km (Pinfold, 2023).
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Selain itu, jarak Gaza ke Tel Aviv saja hanya kisaran 72 km sementara HAMAS memiliki kekuatan rudal jarak pendek 8 km sampai mencapai Israel bahkan sampai lebih 200 km jaraknya (Champelli, 2023). Letak geografis yang kecil ini akan membuat Israel dan fasilitas strategisnya rentan serangan.
Dalam pandangan Israel, saat Hamas pada perang kali ini mampu menembus Israel baik senjata maupun personilnya, maka jika tidak dimusnahkan secara total sampai ke akarnya maka bisa jadi tahun – tahun ke depan HAMAS akan semakin kuat, dan ini berarti lonceng kehancuran bagi Israel. Inilah alasan dibalik strategi perang total tanpa henti Israel terhadap Hamas dan Gaza.(AK/R1/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat