Jakarta, MINA – Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana Majelis Ulama Indonesia (LPB MUI), Prof. Dr. Mohammad Jafar Hafsah mengatakan, Indonesia saat ini menempati urutan ketiga di dunia sebagai negara paling rawan bencana.
“Ditahun 2010 kejadian bencana di Tanah Air sebanyak 1.945 kali dan jumlah itu naik 81 persen di tahun 2022 menjadi 3.544. Pada era yang paling dikhawatirkan diseluruh dunia adalah perubahan iklim yang mengakibatkan frekuensi kenaikan bencana alam, akan naik secara drastis. Akibatnya berdampak signifikan terhadap keselamatan manusia,” kata Prof Jafar dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (8/3).
Dia mengatakan, yang ditakuti saat ini oleh dunia adalah perubahan iklim. Itu yang ditakuti. Bukan perang, bukan pandemi, tapi perubahan iklim yang akan menyebabkan kenaikan frekuensi bencana alam yang akan naik secara drastis.
Menurutnya, Indonesia saat ini menempati urutan ketiga di dunia sebagai negara paling rawan bencana. Ditahun 2010 kejadian bencana di Tanah Air sebanyak 1.945 kali dan jumlah itu naik 81 persen di tahun 2022 menjadi 3.544.
Baca Juga: Tragedi Longsor Purworejo: Empat Korban Satu Keluarga Ditemukan Meninggal
“Maka perlu adanya kolaborasi semua stakeholder guna mengantisipasi banyaknya korban jiwa yang jatuh akibat bencana. Kolaborasi lembaga penanggulangan bencana yang ada di semua ormas keagamaan yang ada di MUI dan peningkatan kapasitas relawan dengan melibatkan pemerintah,” imbuh Prof Jafar.
Lanjut katanya, kolaborasi itu diperlukan kesiapsiagaan guna mengantisipasi banyaknya korban jiwa dan kerugian material yang dialami warga negara Indonesia. Tidak hanya itu, sikap selalu siaga dan waspada, baik dalam pra bencana, tanggap darurat maupun pascabencana, merupakan bagian terpenting yang tidak boleh dilupakan.
“Siaga dan waspada menjadi kunci baik tahap pra bencana pada tahap tanggap darurat maupun pasca bencana, pentingnya kolaborasi semua lembaga keagamaan untuk memperkuat kesiapsiagaan dan mitigasi sebelum terjadi bencana,” ujar Prof Jafar.
“Jangan cuman sibuk pas terjadi bencana, pada masa tanggap darurat saja. Padahal pra bencana atau mitigasi bencana adalah hal yang utama dilakukan,” jelasnya.
Baca Juga: Ponpes Al-Fatah Harap Kerja Sama dengan Muspika Cileungsi Berlanjut
Selain itu, Ia meminta semua lembaga penanggulangan bencana lebih aktif melibatkan masyarakat agar lebih tangguh dalam menghadapi dan mengantisipasi potensi bencana serta meminimalisir kerugian akibat bencana.
MUI mendorong semua lembaga penanggulangan bencana yang ada di ormas Islam, bersatu guna memberikan pelatihan-pelatihan kepada masyarakat untuk langkah-langkah antisipasi. “Ini harus menjadi prioritas untuk meminimalisasi korban maupun kerugian,” kata Prof Jafar. (R/R1/R4/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Kapolsek Cileungsi Apresiasi Pertanian Modern di Pondok Pesantren Al-Fatah