Jakarta, 10 Jumadil Awwal 1437/18 Februari 2016 (MINA) – Perkembangan teknologi yang semakin canggih dan mampu menciptakan aneka produk untuk konsumsi justru membuat kehalalannya diragukan dan menjadi syubhat, karena lebih memperhatikan aspek ekonomi tanpa memperdulikan kehalalan yang menjadi bahan produk.
“Penelitian dan autentifikasi untuk menjamin kehalalan produk itu jelas sangat penting,” kata Sekretaris Direktur Jenderal (Dikjen) Penguatan Riset dan Pengembangan, Kemenristek (Kementerian riset dan teknologi) Dikti, Ir. Prakoso, M.M., dalam presentasinya sebagai ‘Keynote Speaker’ pada seminar Nasional “Autentifikasi dan Manajemen Produk Halal” yang di selenggarakan Institut Pertanian Bogor (IPB), 16 Februari lalu, demikian keterangan LPPOM-MUI yang diberitakan Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Prakoso menambahkan bahwa mengkonsumsi produk halal merupakan kewajiban bagi masyarakat Indonesia yang mayoritasnya beragama Islam, sedangkan banyak produk yang diragukan kehalalannya tersebar luas di pasar karena perkembangan teknologi.
Pemerintah bahkan mendorong penelitian dan autentifikasi dengan menambah alokasi anggaran untuk penelitian yang diperlukan, guna meningkatkan daya saing nasional kita terutama di era pasar bebas, masyarakat ekonomi ASEAN, yang mulai berlaku sejak Januari 2016.
Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen
Pada kesempatan yang sama, Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI), Dr. Ir. Lukmanul Hakim, M.Si., mengemukakan bahwa sertifikasi mutu seperti sertifikasi ISO, HACCP, dan lainnya, banyak diterapkan di industri pangan.
Sedangkan Sertifikasi Halal, selain harus memenuhi persyaratana dan ketentuan yang telah ditetapkan, juga ada Sidang Itsbat, atau penetapan hukum dengan Fatwa oleh para ulama di MUI. (T/mar/P4)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)