Jakarta, 30 Rabi’ul Awwal 1436/21 Januari 2015 (MINA) – Wakil direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika, Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Osmena Gunawan, mengatakan, Peraturan Gubernur (Pergub) Oktober Nomor 158 tahun 2013 mengenai restoran halal dari pemerintah daerah (Pemda) Jakarta untuk sampai saat ini belum ada tidak lanjutnya.
Pemda DKI belum memberikan bantuan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk anggaran sosialisasi restoran halal di Jakarta. Osmena mengharapkan, Pemda DKI bisa berkomitmen dengan dinas pariwisata untuk menindaklanjuti sosialisasi restoran halal di Jakarta.
Menurutnya, banyak restoran yang bersertifikasi halal didominasi oleh restoran luar negeri dalam artian bukan asli prodak Indonesia. “Sebenarnya disinilah lemahnya kita karena tidak menganggap penting pergub produk halal, padahal diluar negeri menjadi tumpangan bisnis dan peningkatan ekonomi,” kata Osmena kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA) di kantor LPPOM MUI Pusat, Jakarta, Menteng, Rabu.
Ia menambahkan, karena pergub halal itu tidak dianggap menjadi sesuatu yang penting oleh pemerintah bagi Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Akibatnya, banyak menjamur produk dari luar negeri yang masuk ke Indonesia. “Produk-produk dari luar negeri sudah masuk ke Indonesia, sementara orang-orang kita hanya jadi kuli,” tegasnya.
Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen
Osmena mengatakan, pemerintah selalu terlambat mengenai masalah ini. Sementara LPPOM MUI sendiri sudah bekerja selama 25 tahun menghadapi sertifikasi produk halal produk. Katanya, pemerintah belum memberikan respon positif, sehingga LPPOM MUI bisa bekerja dan membantu menambahkan hal-hal yang kurang. Kecepatan dalam memberikan sertifikasi halal menurutnya akan membantu masyarakat Muslim Indonesia khususnya lebih tentram dalam mengkonsumi suatu produk.
Ia mengatakan, di Jakarta, untuk restoran yang bersertifikasi halal masih sangat sedikit. “Restoran halal di Jakarta sekitar 10 restoran. Itupun bukan restoran berskala besar, Warung baso termasuk kategori restoran,” jelasnya.
Jika di Jakarta baru 10 restoran yang bersertifikasi halal, maka menurutnya justeru di daerah jauh lebih banyak restoran yang sudah mendapatkan sertifikasi halal. “Kalau di luar Jakarta, untuk restoran berskala besar yang mendapatkan sertifikasi halal dari LPPOM MUI Jakarta Periode 2014 sebanyak 98 restoran,” ujarnya.
Menurutnya, para turis mancanegara banyak yang menginginkan makanan khas Indonesia yang halal. Namun ketersediannya masih sangat minim. Padahal, itu merupakan peluang bagi pengusaha Indonesia.
Baca Juga: BPJPH Tekankan Kembali Wajib Halal Telah Berlaku
Masyarakat katanya, merasa resah dengan produk yang tidak jelas kehalalannya. Oleh karena itu, menjadi kewajiban semua pihak (pemerintah, pengusaha dan media) untuk melindungi kepentingan masyarakat.
Ia menegaskan, kebutuhan makanan halal bukan untuk orang Islam saja. Makanan halal juga sangat berpengaruh terhadap perilaku dan kesehatan. “Insya Allah masyarakat Indonesia semakin sadar akan pentingnya makanan halal,” ungkapnya.
Untuk menyajikan menu halal, tidak hanya memenuhi kaidah secara syariah, tapi juga memperhatikan aspek higienitas (thayyiban), proses penyembelihan, penggorengan, hingga penyajian menu menjadi fokus perhatian. (L/P002/R02)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: UMK Wajib Sertifikasi Halal 17 Oktober 2026: Bagaimana dengan Produk Luar Negeri?