Bogor, MINA – Direktur Utama Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Muti Arintawati menyampaikan, sertifikasi halal dapat memberikan nilai tambah produk dengan meningkatkan kualitas dan daya saing produk dalam aktivitas perdagangan.
Dia juga mengatakan, percepatan sertifikasi halal memberikan implikasi positif untuk memperkuat upaya pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19.
“Sertifikasi halal selain sebagai bentuk perlindungan akan jaminan kehalalan produk, juga memberikan nilai tambah dan meningkatkan daya saing produk yang berimplikasi positif pada volume produksi dan penjualan,” kata Muti saat menerima kunjungan pimpinan Persaudaraan Jurnalis Muslim Indonesia (PJMI) di Global Halal Center LPPOM MUI, Bogor, sebagaimana keterangan tertulis PJMI yang diterima MINA, Ahad (4/12).
Muti Arintawati juga menyampaikan peran aktif LPPOM MUI dalam percepatan sertifikasi halal. Hingga saat ini, lanjut dia, LPPOM MUI memfokuskan pada pelaksanaan pelatihan dan bimbingan teknis bagi komunitas, penggiat, dan influencer halal demi memberikan pengetahuan tentang persyaratan kehalalan dan juga proses sertifikasi halal kepada UMK yang ada di Indonesia.
Baca Juga: Prabowo Klaim Raih Komitmen Investasi $8,5 Miliar dari Inggris
Muti memberikan gambaran bagaimana Festival Syawal yang telah digagas pada 2021 sebagai bentuk komitmen LPPOM MUI untuk terus mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan jumlah produksi produk halal Indonesia agar berdaya saing global.
“Sertifikat halal tentunya bukan sekedar selembar kertas pemenuhan regulasi, tetapi adalah bentuk komitmen dari pelaku usaha untuk bisa terus melakukan proses produksi halal. Tidak sekedar agar memenuhi regulasi, tetapi yang penting adalah bisa memenuhi hak konsumen Indonesia untuk mendapatkan produk yang terjamin kehalalannya,” pungkasnya.
Berdasarkan pengalaman LPPOM MUI selama lebih dari 32 tahun memberikan pelayanan sertifikasi halal, lanjut Muti, setidaknya ada tiga hal utama yang menjadi kesulitan UMK dalam sertifikasi halal.
Pertama, kurangnya pengetahuan tentang persyaratan sertifikasi halal. Kedua, terbatasnya akses informasi bahan-bahan halal, masih sulitnya mendapatkan sumber daging dan produk turunannya yang telah bersertifikat halal di pasaran. Ketiga, masalah biaya.
Baca Juga: Fun Run Solidarity For Palestine Bukti Dukungan Indonesia kepada Palestina
Sebelumnya, program-program fasilitasi UMK sebenarnya sudah lama dilakukan oleh LPPOM MUI secara sporadis di level pusat maupun provinsi, baik dilakukan oleh LPPOM MUI secara mandiri maupun bekerja sama dengan pihak lain.
Rata-Rata Lama Waktu Proses Sertifikasi Halal
Sementara untuk lama waktu proses, Muti menyampaikan, pemerintah sudah mengatur lama waktu sertifikasi halal dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal.
Dia menjelaskan, pada Pasal 72 dan 73 disebutkan, pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan untuk produk yang diproduksi di dalam negeri dilakukan selama 15 hari sejak penetapan LPH diterbitkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), dengan maksimal waktu perpanjangan 10 hari. Sedangkan untuk produk luar negeri selama 15 hari, dengan waktu perpanjangan 15 hari.
Baca Juga: KNEKS Kolaborasi ToT Khatib Jumat se-Jawa Barat dengan Sejumlah Lembaga
“Jadi, maksimal waktu sertifikasi halal dalam negeri maksimal 25 hari dan luar negeri maksimal 30 hari. Sementara di LPPOM MUI, saat ini rata-rata waktu penyelesaian sertifikasi halal selama 24 hari. Masih di bawah waktu yang sudah diatur pemerintah,” ujarnya.
Muti menjelaskan, meski waktu sertifikasi dimulai sejak penetapan LPH oleh BPJPH, namun perusahaan sudah harus mempersiapkan proses sertifikasi halal dengan menerapkan Sistem Jaminan Halal (SJH) atau yang saat ini dikenal dengan Sistem Jaminan Produk Halal (SJH) sebelum pendaftaran dilakukan.
“Hal ini tak lain karena nantinya auditor akan membandingkan kesesuaian penerapan SJPH yang dilakukan oleh perusahaan dengan standar yang dipersyaratkan,” tambahnya.
Ketua PJMI didampingi Wakil Sekjen Rana Setiawan dan Ketua Bidang Infokom M Aliyuddin, sementara Muti didampingi Corporate Communication Officer LPPOM MUI Yunita Nurrohmani.
Baca Juga: [BEDAH BERITA MINA] ICC Perintahkan Tangkap Netanyahu dan Gallant, Akankah Terwujud?
Kewajiban sertifikasi halal berlaku secara bertahap dimulai sejak 17 Oktober 2019. Khusus untuk makanan dan minuman, batas waktu wajib bersertifikat halal adalah tahun 2024 dengan masa penahapan sesuai dengan jenis produk.
Sinergi Program Sosialisasi dan Edukasi Halal
Pada pertemuan yang digelar Kamis (1/12/2022) itu juga dibahas berbagai isu soal proses sertifikasi halal, hingga perkembangan industri halal dan peranan LPPOM MUI dalam mendukung Indonesia sebagai pusat halal dunia.
Tentu Diperlukan sinergi antar lembaga, termasuk kerjasama PJMI dan LPPOM MUI pada program dan kinerja sinergi bersama dalam meningkatkan literasi halal masyarakat dan para pelaku usaha.
Baca Juga: Cuaca Jakarta Berawan Tebal Jumat Ini, Sebagian Hujan
Ketua PJMI Ismail Lutan mengatakan mendukung sosialisasi dan edukasi sertifikasi halal bagi pelaku usaha khususnya usaha mikro dan kecil (UMK) sebagai bagian dari strategi percepatan sertifikasi halal.
Menurutnya, hal ini peting dilakukan seluas-luasnya dalam mengedukasi masyarakat dan pelaku usaha untuk menyambut kewajiban sertifikasi halal.
Selain sebagai pelaksanaan amanat Undang-undang, sosialisasi dan edukasi sertifikasi halal merupakan kebutuhan riil bagi pelaku usaha dan masyarakat.
“Oleh karena itu, program percepatan sertifikasi halal yang dijalankan baik oleh pemerintah dan lembaga halal lainnya hendaknya didukung dan disambut baik oleh semua pihak,” pungkasnya.(L/R1/P1)
Baca Juga: Kemenag Kerahkan 50 Ribu Penyuluh Agama untuk Cegah Judi Online
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Indonesia Sesalkan Kegagalan DK PBB Adopsi Resolusi Gencatan Senjata di Gaza