Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

LSM Bayangan Israel Perdagangkan Warga Gaza ke Negara Misterius

Rudi Hendrik Editor : Arif R - 12 menit yang lalu

12 menit yang lalu

4 Views

Warga Palestina dari Gaza mendarat di Bandara Internasional OR Tambo Afrika Selatan pada 13 November 2025, tanpa dokumen perjalanan yang sah (Foto: Gift of The Givers)

MINA – Aktivis Afrika Selatan menuduh Israel menggunakan kelompok kemanusiaan bayangan untuk memaksa warga Palestina keluar dari Gaza. Mereka mengecam tindakan itu sebagai bentuk pembersihan etnis terbaru yang terjadi sejak Oktober 2023.

Pada Kamis, 13 November 2025, sebuah pesawat yang membawa 153 warga Palestina dari Gaza mendarat di Bandara Internasional OR Tambo Afrika Selatan, tetapi pesawat tersebut tertahan di landasan selama sekitar 12 jam, dengan penumpang tidak diizinkan turun. Itu memicu kebingungan dan kemarahan para penumpang terhadap otoritas setempat.

Namun, dalam beberapa jam, para aktivis dan otoritas Afrika Selatan menemukan beberapa kejanggalan. Cara perjalanan warga Palestina tersebut diatur oleh sebuah badan bernama Al-Majd Europe.

Para aktivis menemukan bahwa bukan hanya pemerintah Afrika Selatan tidak mengetahui kedatangan mereka, tetapi para pengungsi itu sendiri tidak memiliki dokumentasi atau dokumen apa pun untuk membantu pemrosesan mereka di negara tersebut.

Baca Juga: Hamas Terima Daftar 1.400 Warga Gaza yang Ditahan Israel

Para aktivis mengatakan bahwa yang lebih mengejutkan adalah beberapa warga Palestina mengaku telah memulai perjalanan tersebut tanpa sepenuhnya mengetahui tujuan mereka.

Na’eem Jeenah, seorang aktivis dan cendekiawan kawakan yang berbasis di Johannesburg, mengatakan kepada Middle East Eye (MEE), perkembangan ini menunjukkan bahwa Israel mengeksploitasi keputusasaan warga Palestina untuk diam-diam memajukan kebijakan pemindahan paksa warga Palestina melalui kelompok Al-Majd Europe, yang bertindak sebagai perantara bagi pemindahan mereka.

Hal ini juga tampaknya menunjukkan upaya untuk mengusir secara permanen kelas profesional—dokter, pendidik, dan pebisnis—dari Gaza.

“Jelas bagi kami bahwa Al-Majd adalah kedok bagi negara Israel dan israel/">intelijen Israel, dan merupakan proyek untuk membantu pembersihan etnis di Gaza,” kata Jeenah.

Baca Juga: WHO: Lebih dari 900 Pasien di Gaza Meninggal Dunia Saat Menunggu Evakuasi

Pernyataan Jeenah muncul setelah seorang pejabat militer Israel yang tidak disebutkan namanya, mengatakan kepada Associated Press bahwa Israel telah membantu memfasilitasi pemindahan warga Palestina dari Gaza ke penyeberangan Karem Abu Salem (Kerem Shalom) di Israel selatan, sebelum mereka dibawa ke Bandara Ramon, tempat mereka menaiki pesawat yang membawa mereka pertama ke Nairobi, dan kemudian Johannesburg.

Sarah Oosthuizen, aktivis lain dari kolektif yang mendampingi warga Palestina di Johannesburg, mengatakan kepada MEE bahwa boarding pass penumpang menunjukkan berbagai tujuan, seperti India hingga Malaysia dan Indonesia.

“Jadi tidak ada alasan bagi para penumpang untuk benar-benar tahu ke mana mereka akan pergi,” katanya. Ia menambahkan bahwa hal itu “tampaknya merupakan bentuk perdagangan manusia.”

MEE menghubungi Al-Majd Eropa untuk meminta komentar tetapi tidak menerima tanggapan hingga berita ini diterbitkan oleh MEE pada Ahad, 16 November.

Baca Juga: Hamas Umumkan Operasi Pencarian Jenazah Tawanan Israel Terus Berlanjut

Kelompok bayangan

Menurut situs webnya, Al-Majd Europe dibentuk pada tahun 2010, konon terdaftar di Jerman dengan kantor pusat di Yerusalem.

Kelompok ini menyatakan bahwa mereka menawarkan evakuasi kemanusiaan, distribusi makanan darurat, dan program bantuan medis.

“Kami berspesialisasi dalam menyediakan bantuan dan upaya penyelamatan bagi komunitas Muslim di zona konflik dan perang,” kata kelompok tersebut di situs webnya.

Baca Juga: UNRWA Desak Masuknya Bantuan Tempat Tinggal ke Gaza

“Ini termasuk memfasilitasi akses pasien ke perawatan medis kritis, mengamankan perjalanan ke luar negeri untuk perawatan, dan memastikan keluarga mereka mendampingi mereka selama perawatan,” tambahnya.

Namun Khalid Vawda, seorang aktivis Social Intifada—sebuah kelompok yang berbasis di Johannesburg—yang pertama kali menyuarakan kekhawatirannya tentang organisasi tersebut pada akhir Oktober 2025 saat ia pertama kali menemukannya, mengatakan bahwa organisasi itu tampaknya muncul begitu saja.

Ia mengatakan kepada MEE bahwa Al-Majd Eropa telah mengiklankan kemampuannya untuk mengevakuasi warga Palestina dari Gaza selama berbulan-bulan di media sosial.

MEE memahami bahwa warga Palestina yang pergi ke Afrika Selatan telah menemukan Al-Majd Europe sendiri dan meminta bantuannya, atau telah dihubungi oleh perwakilan lembaga itu di Gaza.

Baca Juga: Bom Israel yang Belum Meledak di Gaza Capai 7.000 Ton

Vawda mengatakan, para pengungsi berkomunikasi dengan seseorang yang tampaknya merupakan perwakilan Palestina dari kelompok tersebut melalui WhatsApp.

“Tidak ada dari mereka yang curiga, karena mereka berasumsi itu hanyalah cara lain untuk meninggalkan Gaza karena Rafah ditutup,” ujarnya.

Meskipun gencatan senjata telah diberlakukan pada bulan Oktober, Israel terus mengebom Gaza secara sporadis, dengan ratusan warga Palestina telah tewas selama beberapa pekan terakhir.

“Saya yakin Israel memangsa warga Palestina di Gaza,” kata Vawda.

Baca Juga: Tim Medis Gaza Berhasil Identifikasi 97 dari 330 Jenazah yang Dikembalikan Israel

“Di sisi lain, mereka mengambil untung dari orang-orang yang rentan, yang mengalami PTSD akibat dua tahun genosida, yang telah menyaksikan orang-orang yang mereka cintai binasa,” tambahnya.

Keluarga-keluarga membayar jumlah yang bervariasi, mulai dari $1.500 hingga $5.000 per orang, dan diberi tahu tentang titik pertemuan di Gaza, tempat perjalanan akan dimulai dengan penerbangan carteran.

Pada Sabtu (15/11/2025), Shimi Zuaretz, juru bicara Cogat, badan Israel yang mengelola urusan sipil di Tepi Barat yang diduduki serta Gaza, mengatakan kepada AFP bahwa warga Palestina telah diberikan izin untuk meninggalkan Gaza setelah badan tersebut “menerima persetujuan dari negara ketiga untuk menerima mereka.”

Zuaretz tidak merinci negara mana yang telah setuju untuk menerima mereka.

Baca Juga: Israel Tutup Masjid Ibrahimi di Hebron, Berlakukan Jam Malam bagi Warga Palestina

Namun, sehari sebelumnya, Kedutaan Besar Palestina di Afrika Selatan mengatakan, penerbangan tersebut diatur oleh “organisasi tidak terdaftar dan menyesatkan yang mengeksploitasi kondisi kemanusiaan tragis rakyat kami di Gaza, menipu keluarga-keluarga, mengumpulkan uang dari mereka, dan memfasilitasi perjalanan mereka dengan cara yang tidak teratur dan tidak bertanggung jawab.”

Penerbangan kedua

Meskipun kedatangan pesawat pada 13 November mengejutkan pemerintah Afrika Selatan, Oosthuizen mengatakan bahwa penyelenggara di Johannesburg telah memiliki firasat bahwa sebuah pesawat penuh pengungsi mungkin akan tiba pada hari itu.

Ia mengatakan bahwa para aktivis lokal telah menemukan sebuah keluarga Palestina pada awal November di kota itu, yang mengatakan bahwa mereka datang ke Afrika Selatan dengan penerbangan carteran bersama beberapa orang lainnya pada 28 Oktober sebelumnya.

Baca Juga: Faksi-Faksi Palestina Diskusikan Strategi Perlawanan Terpadu

Setelah melakukan penyelidikan, penyelenggara lokal menemukan bahwa ada hampir 180 warga Palestina lainnya yang datang dengan penerbangan 28 Oktober. Beberapa mengatakan bahwa mereka mengharapkan anggota keluarga mereka tiba dengan penerbangan kedua pada 13 November.

Penyelenggara mengatakan bahwa beberapa dari mereka yang telah menggunakan penerbangan tersebut telah dijanjikan akomodasi di tujuan akhirnya.

Namun, setibanya di sana, para pengungsi mendapati diri mereka berada di negara asing tanpa arahan, bantuan, atau penjelasan apa pun tentang status atau hak-hak mereka.

Sebaliknya, mereka masing-masing menerima alamat sebuah hotel di kota tersebut.

Baca Juga: Dua Tahun Genosida Israel Tidak Halangi Prestasi Siswa Gaza

Mereka tidak hanya langsung dipisahkan, tetapi akomodasi mereka hanya untuk tujuh hari.

Tak lama kemudian, komunikasi melalui WhatsApp pun berakhir. Al Majd Europe menghilang dari mereka. []

Sumber: Middle Easr Eye (MEE)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Lembaga Kemanusiaan UNRWA Peringatkan Krisis Dana Serius

Rekomendasi untuk Anda