Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lupa Diri

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - Selasa, 27 Agustus 2024 - 05:28 WIB

Selasa, 27 Agustus 2024 - 05:28 WIB

77 Views

Orang yang lupa diri harus segera muhasabah (foto: ig)

Lupa diri. Sebuah ungkapan yang sering kita dengar, namun jarang kita renungkan maknanya secara mendalam. Apa sebenarnya arti dari lupa diri? Mengapa begitu mudah bagi kita untuk terjebak dalam perangkap ini? Dan bagaimana kita bisa menghindarinya?

Lupa diri terjadi ketika kita kehilangan pegangan atas esensi sejati diri kita. Saat kita terlena oleh kesuksesan atau pujian, kita bisa dengan mudah melupakan nilai-nilai yang selama ini kita junjung tinggi. Kita menjadi asing dengan diri sendiri, terasing dari akar yang menopang kita selama ini.

Dalam konteks syariat, lupa diri bukanlah takdir yang tak terelakkan. Ia adalah pilihan, meskipun seringkali tidak disadari oleh pelakunya. Setiap hari, seseorang dihadapkan pada berbagai godaan dan ujian yang bisa membuat kita kehilangan arah. Tapi ingatlah, kita selalu memiliki kekuatan untuk memilih, untuk tetap setia pada prinsip dan nilai-nilai kita.

Perjalanan hidup ibarat mendaki gunung. Semakin tinggi kita mendaki, semakin tipis udaranya, semakin sulit untuk bernafas. Begitu pula dengan kesuksesan dan pencapaian. Semakin tinggi kita melambung, semakin besar godaan untuk lupa diri. Namun, justru di saat-saat seperti inilah kita harus semakin waspada, semakin erat memegang kompas moral kita.

Baca Juga: Yayasan Askara Luncurkan Program Pelatihan Keterampilan Tata Boga di Rumah Gizi Bandung

Ingatlah selalu dari mana kita berasal. Siapa yang telah mendukung kita, membesarkan kita, dan membentuk kita menjadi diri kita yang sekarang. Kesuksesan tidak pernah datang sendirian. Ia selalu ditemani oleh dukungan, cinta, dan pengorbanan orang-orang di sekitar kita. Melupakan hal ini adalah bentuk lain dari lupa diri.

Jadikan rasa syukur sebagai nafas kehidupan. Setiap pagi, bangunlah dengan rasa terima kasih atas segala yang kita miliki. Bukan hanya harta atau pencapaian, tapi juga kesehatan, keluarga, dan kesempatan untuk menjadi lebih baik hari ini dibanding kemarin. Rasa syukur adalah benteng terkuat melawan lupa diri.

Tetaplah rendah hati, meski dunia memujimu setinggi langit. Kerendahan hati bukan berarti merendahkan diri, tapi menyadari bahwa masih banyak yang harus kita pelajari, masih banyak ruang untuk berkembang. Orang yang rendah hati tidak mudah lupa diri, karena ia selalu sadar akan keterbatasannya.

Jangan pernah berhenti belajar dan memperbaiki diri. Ilmu adalah cahaya yang menerangi jalan kita. Semakin banyak kita tahu, semakin kita sadar betapa banyak yang belum kita ketahui. Sikap ini akan menjaga kita tetap haus akan pengetahuan dan perbaikan diri, menjauhkan kita dari jebakan lupa diri.

Baca Juga: Apa Itu Cash Flow? Pengertian, Jenis, dan Dampaknya

Berikan kembali kepada masyarakat. Kesuksesan yang tidak dibagikan adalah kesuksesan yang hampa. Temukan cara untuk berkontribusi, sekecil apapun, kepada lingkungan dan masyarakat di sekitar kita. Ini bukan hanya akan memberi makna lebih pada pencapaian kita, tapi juga mengingatkan kita akan tanggung jawab sosial yang kita emban.

Jadilah cermin bagi diri sendiri. Luangkan waktu setiap hari untuk merefleksikan tindakan dan keputusan kita. Apakah kita masih sejalan dengan nilai-nilai yang kita yakini? Apakah kita telah memperlakukan orang lain dengan hormat dan kebaikan? Atau sebaliknya? Introspeksi rutin ini akan membantu kita tetap di jalur yang benar.

Ingatlah bahwa kehidupan ini fana. Kesuksesan, kekayaan, dan kekuasaan hanyalah titipan sementara. Suatu hari nanti, kita semua akan kembali ke asal kita, meninggalkan semua yang kita miliki di dunia ini. Kesadaran akan kefanaan ini akan membantu kita menjaga perspektif yang benar, menjauhkan kita dari jebakan lupa diri.

Terakhir, temukan tujuan hidup yang lebih besar dari diri sendiri. Ketika kita hidup untuk sesuatu yang lebih besar dari kepentingan pribadi, kita akan memiliki kompas moral yang kuat. Ini bisa berupa dedikasi pada keluarga, pengabdian pada masyarakat, atau komitmen pada nilai-nilai spiritual. Tujuan yang lebih tinggi ini akan menjadi penuntun kita di saat-saat sulit, mengingatkan kita akan esensi sejati diri kita.

Baca Juga: Value

Lupa diri memang godaan yang besar, tapi kita lebih besar dari godaan itu. Dengan kesadaran, disiplin, dan komitmen pada nilai-nilai yang kita yakini, kita bisa menjalani hidup dengan integritas. Mari kita jadikan perjalanan hidup yang singkat ini sebagai perjalanan untuk semakin mengenal dan setia pada diri sejati kita. Karena pada akhirnya, keberhasilan terbesar dalam hidup adalah tetap menjadi diri sendiri di tengah dunia yang terus berubah.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Hayu Prabowo Sampaikan Konsep Inovatif Ekonomi Halalan-Thayyiban di Pertemuan Dunia

Rekomendasi untuk Anda

MINA Preneur