Jakarta, MINA – PT Pertamina, pada akhir Juli 2023, berencana meluncurkan bahan bakar Pertamax Green 95 yang merupakan campuran antara bensin Pertamax dengan bioetanol berbahan dasar tetes tebu.
Lembaga Masyarakat dan Alam Indonesia (MADANI) dalam keterangan tertulisnya yang diterima MINA, Rabu (19/7), memandang kebijakan tersebut bisa membawa Indonesia satu langkah lebih dekat kepada transisi energi dan kemandirian energi apabila ditindaklanjuti dengan penganekaragaman sumber bahan bakar nabati.
PT Pertamina melalui anak perusahaan PT Pertamina Niaga akan mulai mengedarkan secara terbatas Pertamax Green 95 yang terbuat dari campuran bensin Pertamax (95%) dengan bioetanol (5%) pada Juli ini. Bioetanolnya berbahan dasar molase atau tetes tebu yang merupakan produk sampingan atau sisa dari proses pembuatan gula.
“Campuran energi berkelanjutan Indonesia masih perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, inovasi berbahan dasar tetes tebu ini bisa dilihat sebagai langkah kecil awal menuju pemanfaatan sumber-sumber bahan bakar berkelanjutan lainnya, terutama yang berasal dari residu atau limbah,” jelas Giorgio Budi Indrarto, Deputi Direktur Eksekutif MADANI Berkelanjutan, dalam menanggapi peluncuran Pertamax Green 95.
Ini bukan kali pertama PT Pertamina membaurkan bahan bakar fosil dengan bahan bakar nabati (BBN). Sejak 2008, PT Pertamina mencampurkan diesel dengan biodiesel berbahan dasar minyak sawit yang baurannya saat ini mencapai 35%, sesuai dengan kebijakan B35 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Sampai saat ini, minyak sawit adalah satu-satunya bahan baku BBN yang pemanfaatannya mendapatkan mandat dan insentif dari pemerintah.
Giorgio menyampaikan, ekspansi perkebunan sawit masih memiliki risiko sosial dan lingkungan. Oleh karena itu, selagi terus memperbaiki tata kelola sawit, pemerintah juga perlu mengoptimalkan penggunaan aneka sumber bahan baku dalam pengembangan BBN generasi kedua, yang berasal dari sampah atau limbah.
“Sumber-sumber lain tersebut bisa berupa minyak jelantah; tongkol jagung; tetes tebu, seperti yang digunakan Pertamax Green 95; limbah-limbah pertanian; dan lain sebagainya,” ujarnya.
Baca Juga: Imaam Yakhsyallah Mansur: Ilmu Senjata Terkuat Bebaskan Al-Aqsa
Giorgio juga menekankan, diversifikasi atau penganekaragaman sumber bahan bakar sejalan dengan target Indonesia untuk beralih kepada energi berkelanjutan dalam rangka mengurangi emisi.
Di dalam Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR) 2050, Indonesia menargetkan agar pada 2050, BBN menyumbang 46% dari total energi sektor transportasi.
“Pencapaian target LTS-LCCR 2050 tersebut memerlukan andil berbagai bahan baku agar Indonesia tidak bergantung kepada minyak sawit saja. Karena ketergantungan berlebihan terhadap satu bahan baku memiliki banyak risiko dari sisi ekonomi, sosial dan ekologi,” tambahnya.
Selain mendukung transisi energi, Giorgio Budi Indrarto juga menyoroti keunggulan lain dari diversifikasi bahan baku BBN, yakni mendukung kemandirian energi.
Baca Juga: Kunjungi Rasil, Radio Nurul Iman Yaman Bahas Pengelolaan Radio
“Diversifikasi bahan baku BBN merupakan wujud upaya memaksimalkan sumber daya energi domestik yang kemudian bisa memberikan stimulus bagi perekonomian di berbagai daerah. Perlu diingat, berbagai daerah di Indonesia memiliki potensi sumber BBN yang berbeda-beda yang patut, tetapi belum, dikembangkan,” jelasnya.
Menutup responnya, Giorgio juga mendorong masyarakat untuk memilih bahan bakar yang berkelanjutan. “Dengan cara tersebut, masyarakat bisa ambil andil dalam meningkatkan demand domestik terhadap energi berkelanjutan.”
Masyarakat dan Alam Indonesia (MADANI) Berkelanjutan adalah lembaga nirlaba yang bergerak menanggulangi krisis iklim melalui riset dan advokasi. Didirikan pada 2016, MADANI Berkelanjutan berupaya mewujudkan pembangunan Indonesia yang berimbang antara aspek ekonomi, ekologi, dan sosial.
MADANI merumuskan dan mempromosikan solusi-solusi inovatif bagi krisis iklim dengan cara menjembatani kolaborasi antara berbagai pihak. Saat ini, fokus kerja MADANI Berkelanjutan meliputi isu hutan dan iklim, komoditas berkelanjutan, pembangunan berkelanjutan pada tingkat daerah, dan biofuel.(R/R1/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)