Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Madleen Kullab, Nelayan Perempuan Gaza sebagai Nama Kapal Kemanusiaan

Ali Farkhan Tsani Editor : Rudi Hendrik - 45 detik yang lalu

45 detik yang lalu

0 Views

Madleen Kullab dan keluarganya (Al-Mishri Alyoum)

MADLEEN adalah nama kapal kemanusiaan yang digunakan untuk misi menembus blokade Gaza. Nama tersebut diambil dari nama Madleen Kullab (31 tahun), seorang nelayan perempuan di Jalur Gaza.

Sejak usia 6 tahun, ia sering ikut menemani ayahnya melaut. Ketika ayahnya lumpuh karena sakit, Madleen yang saat itu baru berusia 13 tahun, mengambil alih peran ayahnya sebagai tulang punggung keluarga.

Ia pun harus menghadapi bahaya laut dan blokade Israel yang membatasi wilayah tangkap nelayan Palestina.

Namun, meski menghadapi diskriminasi gender dan ancaman dari patroli laut Israel, seperti penembakan, penyitaan jaring, dan perampasan perah, Madleen ibu 4 anak itu, tetap teguh. Ia bahkan mendirikan klub nelayan perempuan untuk memberdayakan perempuan Gaza lainnya.

Baca Juga: Imam Syafi’i: Ulama Besar yang Lahir di Gaza

Sebagai penghormatan atas perjuangannya, Freedom Flotilla Coalition menamai kapal mereka “Madleen” dalam misi menembus blokade Gaza pada Juni 2025.

Misi kapal Madleen menegaskan bahwa semangat nelayan Madleen menginspirasi dunia untuk terus melawan ketidakadilan dan mendukung kebebasan Palestina.

Freedom Flotilla

Freedom Flotilla (Armada Kebebasan) menghubungi Madleen sebelum menamai kapalnya dengan namanya “Madleen”.

Baca Juga: Yahya Waloni, Dari Gereja ke Mimbar Dakwah Islam

Madleen, ibu dari empat anak dan saat ini sedang mengandung anak kelima.

Tentu Bukanlah suatu kebetulan bahwa aktivis internasional memilih nama Madleen untuk kapal bantuan kemanusiaan Freedom Flotilla yang menuju Jalur Gaza. Sebuah upaya untuk menghentikan blokade. Hal itu merupakan isyarat kemanusiaan terhadap Jalur Gaza, yang telah menderita akibat perang selama lebih dari dua puluh bulan.

Apa yang kemudian diharapkan oleh Madleen Kullab dari Freedom Flotilla?

Ia menerima tawaran tersebut dan meminta kru solidaritas untuk tidak mengambil risiko apa pun. Mereka mengatakan kepadanya bahwa mereka membawa perbekalan seperti beras, tepung, dan obat-obatan, dan bahwa mereka bersikap damai dan akan mematuhi instruksi tanpa mengambil risiko atau bahaya apa pun.

Baca Juga: Leila Khaled: Pejuang Perempuan Palestina yang Ikonik dan Abadi dalam Sejarah Perlawanan

Madleen pun hanya berharap kapal tersebut dapat memasuki pelabuhan Gaza, mengingat simbolismenya yang signifikan dalam mengakhiri blokade dan perang, dan kebutuhan mendesak penduduk Jalur Gaza akan makanan dan obat-obatan, yang telah dicegah masuk oleh pendudukan sejak 2 Maret.

Ia berharap kedatangan kapal tersebut akan menandai berakhirnya perang dan konsekuensi bencana yang diderita penduduk Gaza yang terblokade.

Begitulah, maka penamaan Madleen Fredom Flotilla itu merupakan penghormatan hidup bagi nelayan Gaza, yang telah kehilangan segalanya selama agresi Israel yang sedang berlangsung sejak 7 Oktober 2023.

Pada saat perasaan kecewa dan ditinggalkan semakin meningkat, dan tangisan rakyat Gaza meningkat tanpa tanggapan, kapal Madleen berlayar, sebagai ikon perlawanan, tidak membawa senjata, melainkan cinta dan kesetiaan kepada umat manusia yang terluka, sarat dengan persediaan makanan yang telah dicegah masuk oleh pendudukan Israel selama tiga bulan.

Baca Juga: Shaukat Ali Khan (1873-1938): Pejuang Kemerdekaan India dan Pendukung Besar Palestina

Oleh karena itu, Madleen tidak dapat dianggap hanya sebagai kapal yang berlayar melintasi ombak.Sebaliknya, itu adalah sarana untuk meluncurkan seruan lintas batas, seruan terhadap dibukanya blokade dan mesin penghancur dan kematian yang tidak membedakan antara bayi dan orang tua, petugas medis dan jurnalis, dan mengirimkan pesan bahwa Gaza tidak akan ditinggalkan sendirian meskipun dikelilingi oleh besi dan api.

Gaza Tidak Sendirian

Madleen Kullab, mengatakan kepada Al-Araby Al-Jadeed, “Kisah saya dengan laut dimulai pada usia 6 tahun ketika saya menemani ayah saya. Saya bekerja sebagai nelayan setelah ayah saya jatuh sakit ketika saya berusia 13 tahun.”

“Seperti nelayan Palestina lainnya di Gaza, kehidupan dan rutinitas harian saya terbatas pada laut dan rumah, dan saya memperhatikan dengan saksama kecepatan dan kekuatan gelombang dan angin untuk menentukan kapan ikan ada atau tidak. Ini adalah sesuatu yang biasa saya lakukan sejak saya masih kecil,” ujarnya.

Baca Juga: Raja Faisal: Sang Raja Pemberani Pembela Palestina

Tuntutan fisik dalam menangkap ikan bukanlah tantangan terbesar bagi Madleen Kullab, warga Palestina, melainkan kurangnya peralatan dan sumber daya.

Ia menjelaskan bahwa perang menyebabkan dirinya, seperti nelayan lainnya, kehilangan segalanya.

“Perahu hancur, jaring robek, dan semua yang saya bangun bersama ayah dan suami, hilang oleh perang,” imbuhnya.

Madleen juga meyakini, kapal kemanusiaan tersebut membawa dimensi tambahan, memberi isyarat kepada penduduk Gaza bahwa mereka tidak sendirian.

Baca Juga: Ummu Haram binti Milhan, Sahabiyah yang Menjadi Syahidah di Pulau Siprus

Dimensi lainnya dalah bahwa ada orang-orang bebas di seluruh dunia yang mendukung mereka. []

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Dr Joserizal Jurnalis: Pendiri MER-C, Pejuang Kemanusiaan dari Indonesia untuk Dunia

Rekomendasi untuk Anda