Surabaya, MINA – Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya berhasil menciptakan mesin memurnikan garam krosok menjadi garam industri.
Nur Imam Ahmadi dan empat temannya tersebut mampu memurnikan garam secara otomatis. Garam industri adalah garam yang digunakan untuk tekstil, farmasi, kertas, dan kaca.
Nur mengatakan, tingkat kemurnian garam lokal masih rendah sehingga belum mampu dijadikan sebagai garam industri, demikian laporan Media Centra Pemprov Jatim yang dikutip MINA, Senin (7/7).
Ia menjelaskan, garam di Indonesia memiliki tingkat kemurnian 90 persen. Padahal, garam industri harus memiliki tingkat kemurnian minimal 97 persen. Selain itu, garam krosok masih mengandung banyak zat pengotor. Alat ini menghasilkan garam dengan persentase zat pengotor hanya 0,06 persen.
Baca Juga: UAR Goes to School, Sosialisasi dan Edukasi Siswa terhadap Resiko Bencana
Hingga saat ini, Indonesia masih mengimpor garam industri. Fakta tersebut didapat Nur dari hasil diskusi dengan PT Garam pada Juni lalu. Negara yang menyuplai adalah Australia dan India.
Untuk menciptakan alat tersebut, Nur dibantu Syamsul Rizal, Annisa Widowati, Alam Firmansyah, dan Rachmat Sandryan. Mereka berlima berasal dari jurusan berbeda. Nur, Syamsul, Annisa, dan Alam adalah mahasiswa teknik kimia, sedangkan Rachmat berasal dari jurusan teknik instrumentasi.
Mereka mengembangkan alat tersebut sejak September 2016. Pembuatan alat berlangsung selama tiga bulan. Selama itu Alam menemui banyak kendala.
“Motor untuk mesin tidak pas sehingga kami harus mencari solusinya. Terus, jadwal kami juga tabrakan satu sama lain,” jelas Alam.
Baca Juga: Wamenag Sampaikan Komitmen Tingkatkan Kesejahteraan Guru dan Perbaiki Infrastruktur Pendidikan
Pemurnian garam berlangsung selama dua sampai tiga jam dengan kapasitas mesin 3 kilogram. Untuk prosesnya, awalnya garam dimasukkan tabung, kemudian dicampur air. Lalu, larutan garam itu diberi tiga zat kimia, yaitu NaOH, Na2CO3, dan PAC. Tiga zat kimia tersebut akan mengikat zat pengotor. Zat itu akan mengendap di bawah, sedangkan di atasnya terdapat larutan garam bersih.
Larutan garam bersih tersebut diproses lagi. Disaring di tabung lain. Setelah itu, dipanaskan hingga menjadi kristal-kristal garam. Bentuk akhirnya serupa dengan garam dapur.
’’Tapi, kandungan NaCl-nya lebih tinggi,” jelas Syamsul. Nur dan timnya memiliki harapan, alat ciptaan mereka bisa bermanfaat bagi petani garam di Indonesia.
Nur bersama anggota timnya yang terdiri dari Syamsul Rizal, Annisa Widowati, Alam Firmansyah Putra Perdana, dan Rachmat Sandryan telah mengembangkan alat pemurni garam ini sejak September tahun lalu.
Baca Juga: Hari Guru, Kemenag Upayakan Sertifikasi Guru Tuntas dalam Dua Tahun
“Kami mengembangkannya selama tiga bulan,” imbuhnya.
Dengan segala upaya yang dilakukan, akhirnya mesin skala lab yang menghabiskan dana pembuatan hingga Rp10 juta itu pun berhasil dikembangkan dengan baik. Setelah dilakukan pengembangan, mesin pemurni garam ini mampu melakukan proses pemurnian selama 3 – 4 jam dengan kapasitas mesin sementara ini mencapai tiga kilogram garam krosok.
“Bila ini terus dikembangkan, maka hasil inovasi ini bisa bermanfaat bagi petani dan pemerintah tentunya”, ungkapnya. (R/R01/RS2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru