Borno, Nigeria, 21 Rajab 1434/30 Mei 2013 (MINA) – Negara Darurat yang diumumkan di Borno, Yobe dan Adamawa dua pekan lalu, dipandang sebagai penyembuh untuk perlawanan gerilyawan. Akan tetapi, para mahasiswa yang berada di negara-negara bagian itu mulai merasa panas, bahkan saat mereka terus berbagi pengalaman berdarah mereka.
Melalui media online www.nigeriaeye.com, Kamis (30/5), yang dikutip Mi’raj News Agency (MINA), mereka menceritakan bahwa tantangan dimulai ketika jaringan operator mobile di negara bagian Borno ditutup layanan jaringannya di hari kedua setelah aturan darurat dinyatakan. Mahasiswa dan dosen terdampar karena tidak ada sarana komunikasi.
“Itu adalah kejutan ketika jaringan hilang. Saya pikir jaringan akan segera kembali, tapi itu lebih dari satu minggu. Hingga sekarang dan itu belum dikembalikan. Tidak mudah hidup di tempat seperti Maiduguri tanpa berkomunikasi dengan orang tua dan orang-orang terkasih selama lebih dari seminggu,” kata Lawrence Ayolotu, seorang mahasiswa dari Universitas Maiduguri.
“Sementara laporan dari media mengenai situasi keamanan di Maiduguri adalah pemboman, pembunuhan dan korban. Saya yakin mereka akan terganggu tentang kesejahteraan saya, tetapi tidak ada yang dapat saya lakukan untuk membantu situasi ini,” tambahnya.
Baca Juga: Wabah Kolera Landa Sudan Selatan, 60 Orang Tewas
Ayolotu juga mengungkapkan bahwa sarana satu-satunya sarana yang masyarakat kampus gunakan untuk berkomunikasi dengan dunia luar melalui internet.
“Untuk saat ini, satu-satunya sarana yang masyarakat kampus gunakan untuk berkomunikasi dengan dunia luar melalui internet. Kafe universitas yang dapat menampung sekitar 60 siswa, pada satu waktu adalah jalan terakhir bagi mahasiswa. Sedangkan mahasiswa yang lain dengan ponsel pintar Android dan akses layanan nirkabel kafe universitas,” ujar Ayolotu.
Ketika Quadlife melanda kafe, hampir tidak ada ruang untuk bergerak karena begitu banyak mahasiswa di kafe.
“Saya mencoba untuk mengirim pesan kepada orang tua saya bahwa saya masih hidup dan tidak ada yang negatif terjadi di kampus,” kata seorang mahasiswayang berbicara dalam bahasa Hausa.
Baca Juga: Erdogan Umumkan ‘Rekonsiliasi Bersejarah’ antara Somalia dan Ethiopia
Satu kabar kematian tiba-tiba datang, Jilpilda Samuel Thliza, mahasiswa Teknik Pertanian, Universitas Maiduguri pada hari kedua setelah keadaan darurat dinyatakan, menimbulkan kekhawatiran meningkat di kalangan mahasiswa universitas.
Dikabarkan bahwa Samuel telah terkena peluru nyasar di metropolis Maiduguri dalam perjalanan pulang untuk libur akhir pekan.
“Kematian Samuel membuat saya takut. Saya selalu pergi ke kota setiap akhir pekan untuk menghabiskan waktu dengan keluarga saya. Tetapi dengan kematian Samuel, saya telah memutuskan untuk tinggal di kampus sampai liburan,” kata Idris Suleiman, seorang mahasiswa Kedokteran di universitas.
Olajide Emmanuel, mahasiswa yang lulus dari Ramat Polytechnic, Politeknik milik negara di Maiduguri. Dia mengatakan, “Kedekatan dari Mabes Polisi ke kampus kami adalah perhatian utama kami di sini. Kami telah melihat dan mendengar banyak cerita-cerita yang menakutkan. Kami hanya mempercayai Tuhan untuk membantu kita melalui hidup kami.” (T/P09/R2).
Baca Juga: Afsel Jadi Negara Afrika Pertama Pimpin G20
Mi’raj News Agency (MINA).