Garissa, Kenya, 15 Jumadil Akhir 1436/4 April 2015 (MINA) – Seorang mahasiswi yang ditemukan masih hidup setelah serangan di Universitas Girassa, Kenya, menceritakan terpaksa makan cairan body lotion saat lapar karena tidak berani keluar dari persembunyian.
Kamis (2/4) pagi lalu, empat anggota kelompok bersenjata Somalia, Al-Shabaab, menyerbu universitas dan membunuhi 148 orang yang diduga sebagai penganut Kristen.
Hari Sabtu (4/4), operasi pembersihan dilakukan petugas keamanan dengan menggeledah kompleks universitas, mencari kemungkinan adanya korban yang masih selamat atau mayat yang terlewat.
Seorang mahasiswi bernama Cynthia (19) ditemukan masih hidup dalam persembunyiannya di atas lemari.
Baca Juga: Wabah Kolera Landa Sudan Selatan, 60 Orang Tewas
“Saya hanya bersembunyi di atas lemari sepanjang waktu. Saya mendengar mereka (penyerang) berteriak dan menembak,” katanya kepada Al Jazeera yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
“Pada saat tertentu mereka datang ke asrama kami. Mereka mengambil dua teman saya. Saya hanya bersembunyi dan bersembunyi. Ketika saya lapar, saya makan beberapa body lotion yang berada di sebuah kantong kertas,” ujarnya.
Serangan yang berakhir dengan kematian keempat penyerangnya itu adalah kasus yang paling mematikan di Kenya sejak pemboman 1998 di Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Nairobi, yang menewaskan lebih 200 orang.
Kenya mengirim pasukannya ke Somalia pada 2011, bergabung dengan militer di sana untuk memerangi Al-Shabaab.
Baca Juga: Erdogan Umumkan ‘Rekonsiliasi Bersejarah’ antara Somalia dan Ethiopia
Pengiriman pasukan terjadi setelah adanya serangan lintas perbatasan terhadap kota-kota pesisir, di mana Al-Shabab disalahkan.
Pada September 2013, 67 orang tewas ketika Al-Shabab menyerang sebuah mall di Nairobi.
Serangan Al-Shabaab ini disebutkan sebagai pembalasan atas serangan militer Kenya di Somalia terhadap mereka. Kelompok itu menuntut Pemerintah Kenya untuk menarik pasukannya. (T/P001/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Afsel Jadi Negara Afrika Pertama Pimpin G20