Mahathir Ingatkan Filipina: Hati-Hati Pinjaman Ke Cina

Manila, MINA – Perdana Menteri Malaysia Mohamad dalam kunjungannya ke Manila pada hari Kamis, 7 Maret, mengingatkan Presiden Rodrigo Duterte untuk hati-hati berurusan dengan pinjaman dari Cina.

Seperti dilaporkan Philstar, Mahathir mengatakan, belajar dari pengalaman negaranya setelah pemerintahnya membatalkan berbagai proyek infrastruktur yang didukung oleh Cina secara “tidak adil”.

Di tengah kekhawatiran tentang korupsi, Mahathir tahun lalu membatalkan sejumlah proyek yang didanai dari senilai 22 miliar dolar AS (sekitar Rp312 triliun lebih), yang diberikan pendahulunya, Najib Razak.

Dalam sebuah wawancara dengan ANC Television, Mahathir mengingatkan Filipina untuk menghindari mengulangi kesalahan yang dibuat oleh negara-negara lain, yang menderita hutang akibat menerima investasi infrastruktur Cina.

“Ini adalah sesuatu yang tentu saja diarahkan ke Cina, tetapi juga kekhawatiran negara untuk membatasi semua pengaruh ini dari Cina,” kata Mahathir.

“Jika Anda meminjam uang dalam jumlah besar dari Tiongkok dan Anda tidak dapat membayar, Anda tahu ketika seseorang adalah peminjam, ia berada di bawah kendali pemberi pinjaman. Jadi kita harus sangat berhati-hati dengan itu,” tambahnya.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte berencana untuk menghabiskan triliunan peso untuk menjembatani kesenjangan infrastruktur Filipina, dan untuk itu ia meminta bantuan Beijing dan negara-negara lain untuk pendanaan guna mengurangi tekanan pada anggaran pemerintahnya.

Meskipun ada hubungan hangat Duterte dengan Cina, Filipina memiliki sejarah panjang ketidakpercayaan terhadap hal itu, karena kedua negara terus berdebat tentang Laut Cina Selatan yang kaya sumber daya alam.

Para pengamat telah memperingatkan bahwa Filipina bisa menjadi korban berikutnya dari apa yang mereka katakan sebagai “diplomasi perangkap utang” Cina.

Beijing memberikan pinjaman “ramah” untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur di negara-negara yang secara finansial lemah dengan imbalan kontrol atas aset strategis, ujar pengamat.

Namun, para pembuat kebijakan Filipina telah berulang kali mengatakan, negara itu tidak akan jatuh ke dalam “perangkap utang” dengan Cina.

Tahun lalu, think tank Capital Economics yang berbasis di London mengatakan, adanya “masalah korupsi” yang terkait dengan proyek-proyek infrastruktur Cina, dan kesenjangan neraca berjalan Filipina “sudah mendekati tingkat yang tidak berkelanjutan.”

“Investasi Cina dapat membuat masalah lebih buruk untuk negara Asia Tenggara,” lanjut Capital Economics. (T/RS2/RI-1)

Mi’raj News Agency (MINA)