Al-Muhajirun, Lampung Selatan, MINA – Majelis Ta’lim Muslimah Wilayah Lampung sepakat menjadikan kampung Islam internasional Al-Muhajirun menjadi kampung “Lingkungan Ibadah” (indah, bersih, aman, damai, asri, dan hijau).
Hal tersebut disepakati bersama, bersamaan dengan pelaksanaan Ta’lim Muslimat Markaz II di Masjid An-Nubuwwah, Komplek Ponpes Shuffah Hizbullah dan Madrasah Al-Fatah Al-Muhajirun, Negararatu, Natar, Lampung Selatan, Jum’at (5/11), diikuti oleh Ummahat (Ibu-ibu) dan Fatayat Al-Muhajirun, Dwi Darma dan Bukit Rejo Lam-Sel.
Koordinator Majelis Taklim Muslimah Wilayah Lampung, Heni Nurhasanah menyampaikan, untuk mewujudkan lingkungan “Ibadah” tersebut, ada beberapa upaya yang harus dilakukan, di antaranya mengelola sampah atau limbah rumah tangga menjadi berkah.
“Dalam upaya ini, kami ummahat Muhajirun, juga dari Bukit Rejo dan Dwi Darma berinisiatif menghasilkan produk-produk yang berasal dari limbah rumah tangga, bisa dilihat di depan ada banyak produk-produk hasil produksi ummahat-ummahat yang InsyaAllah manfaatnya sudah bisa dirasakan,” ujarnya.
Baca Juga: Hingga November 2024, Angka PHK di Jakarta Tembus 14.501 orang.
Sementara itu, Waliyul Imaam Lampung, Ustaz Abdullah Mutholib dalam sambutannya mengaku sangat mengapresiasi kegiatan dan inisiatif ummahat dalam mengindahkan kampung Al-Muhajirun.
“Mudah-mudahan ke depannya seperti yang diharapkan Imaamul Muslimin Yakhsyallah Mansur, kampung Al-Muhajirun menjadi kampung Ibadah, dan berharap kampung-kampung Jama’ah Muslimin (Hizbullah) di berbagai wilayah bisa meniru hal positif ini,” katanya.
Hal tersebut sejalan dengan apa yang disampaikan tokoh agama dan tokoh masyarakat, Budiarso bahwasanya pengolahan limbah di Muhajirun belum terlalu baik sehingga perlu adanya tindakan dan inisiatif untuk mengelolanya sehingga sampah khususnya di Muhajirun dapat terkelola dengan baik.
Dalam praktik pengelolaan sampah, Ketua Pelaksana, Mila Karmila kepada MINA menjelaskan, sampah yang dikelola tersebut dibagi menjadi dua jenis, yaitu organik dan non organik.
Baca Juga: Menag: Guru Adalah Obor Penyinar Kegelapan
“Untuk sampah organik mengambil dari kulit buah dan sayuran yang bisa dibuat menjadi ecoenzyme dan ecobrik yang diolah menjadi pupuk kompos dan pupuk cair, sedangkan non organik diambil dari sampah plastik yang diolah menjadi ecobrick, dan kerajinan tangan,” ujar Mila.
Ia mengungkapkan, hasil dari kerajinan tersebut bisa digunakan untuk diri sendiri atau dijual, selain bisa dijadikan sebagai mata pencaharian, juga dapat mengurangi limbah sampah yang terbuang sia-sia dan menimbulkan pencemaran lingkungan jangka panjang.
Ia berharap dengan adanya ta’lim tersebut, Ummahat dan Fatayat semakin paham untuk tidak membuang sampah sembarangan dan membakarnya, tetapi mengelolanya menjadi kerajinan. Hasil Ilmu yang sudah didapat pada ta’lim tersebut dapat digunakan dengan sebaik-baiknya dan dipraktikkan di kehidupan sehari-hari.
Adapun produk-produk yang dihasilkan dari limbah rumah tangga tersebut di antaranya, tas yang terbuat dari plastik sachet bekas, kursi yang terbuat dari susunan botol air mineral, sabun cuci yang berbahan dasar minyak jelantah, lampu tidur/lampion yang terbuat dari susunan-susunan botol air mineral dan beberapa cairan-cairan lain pengganti sabun cuci piring, sabun pel lantai dan lain sebagainya. (L/bad/R12/P1)
Baca Juga: AWG Gelar Dauroh Akbar Internasional Baitul Maqdis di Masjid Terbesar Lampung
Mi’raj News Agency (MINA)