Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Makarim Wibisono, Pelapor PBB Tentang Ham Palestina Yang Ditakuti Israel

Ali Farkhan Tsani - Kamis, 11 Juni 2015 - 05:47 WIB

Kamis, 11 Juni 2015 - 05:47 WIB

2157 Views

Makarim_Wibisono unmultimedia

Makarim Wibisono (UNmultimedia)

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Makarim Wibisono usia 68 tahun (lahir Mataram NTB, 8 Mei 1947) mendapat mandat khusus sebagai Pelapor Khusus PBB tentang Hak Asasi Manusia di wilayah Palestina, sejak Juni 2014. Rupanya, jabatan itu cukup ditakuti oleh pemerintah Israel.

Hal itu seperti dilaporkan Kementerian Luar Negeri Palestina dalam keterangan pers, Selasa (9/6/2015), yang mengecam keputusan Israel untuk menolak Pejabat PBB tentang hak asasi manusia asal Indonesia, Makarim Wibisono, memasuki wilayah Palestina.

Padahal seperti disebutkan Kantor Berita WAFA, Kemenlu Palestina menegaskan pentingnya pejabat PBB asal Indonesia itu dalam mengungkap pelanggaran HAM Israel.

Baca Juga: Pak Jazuli dan Kisah Ember Petanda Waktu Shalat

Pernyataan menambahkan, pihaknya telah mengirim undangan terbuka untuk semua Pelapor khusus PBB untuk bertindak dalam yurisdiksi mereka dan menindaklanjuti situasi kemanusiaan di Palestina yang dijajah tersebut.

Sebelumnya, The Times of Israel melaporkan, Makarim Wibisono termasuk orang yang ditolak pihak Israel untuk menduduki jabatan pelapor khusus (special rapporteur) tersebut.

“Mereka berteriak dengan memberitakan nama-nama tokoh yang membela rakyat Palestina dan anti Israel, termasuk nama saya ditolak,” kata Makarim.

Media Israel menyebut Makarim dalam laporan khusus berjudul, “Outspoken Israel critic set to replace Falk as UN monitor”. (Suara keras Israel atas penetapan pengganti Falk sebagai Pengamat PBB). Richard Falk yang dimaksud adalah, pejabat sebelumnya, seorang akademisi dari Amerika Serikat.

Baca Juga: Jalaluddin Rumi, Penyair Cinta Ilahi yang Menggetarkan Dunia

“Akademisi Amerika disisihkan karena tekanan Arab yang menghendaki memberikan pos bergengsi mengenai HAM Palestina itu kepada utusan Indonesia,” tulis media Israel.

Pembahasan soal pengganti Falk sempat tertunda selama satu bulan dan Dewan HAM PBB memilih secara aklamasi Makarim dari Indonesia, yang mengalahkan Christine Chinkin, seorang guru besar dari London School of Economics.

Semula ada lima calon yang diajukan untuk menjadi Special Rapporteur tersebut dan lewat seleksi kemudian tersisa dua orang yakni Prof. Christine Chinkin dan Makarim Wibisono.

“Sebagai wakil RI, saya mendapat tugas secara politik dan menangani masalah sensitif,” kata Makarim mengomentari tugasnya itu.

Baca Juga: Al-Razi, Bapak Kedokteran Islam yang Mencerdaskan Dunia

Ketika Makarim menjadi Ketua Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga melalui proses yang tidak mudah. Menurut Eddi Hariyadhi, Wakil Duta Besar RI di Geneva, setelah disetujui pemerintah di Jakarta, nama Makarim diusung lewat lobi di kelompok negara Asia di PBB.

Pada pertemuan kelompok yang berlangsung 18 November 2004 lalu , Makarim diajukan di tengah persaingan India, Pakistan dan Jepang yang juga menginginkan posisi ketua Komisi HAM PBB untuk tahun 2005.

Namun setelah melewati lobi intensif, justru ketiga negara itu ditambah China dan Korea Selatan yang memuluskan jalan Makarim memperebutkan posisi prestisius itu. Beberapa negara Asia serta kawasan dunia lain, akhirnya harus menerima kuatnya dukungan terhadap Makarim.

makarim garuda militer

Makarim Wibisono (Garudamiliter)

Karier Jabatan

Baca Juga: Abdullah bin Mubarak, Ulama Dermawan yang Kaya

Makarim Wibisono menjabat dalam berbagai kapasitas dalam karier diplomatiknya, di antaranya sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk PBB di Jenewa (2004-2007) dan di New York (1997-2000).

Sebelumnya, ia juga pernah bertugas di sejumlah badan PBB termasuk: Ketua ke-61 Komisi PBB untuk Hak Asasi Manusia (2005), Presiden PBB Dewan Ekonomi dan Sosial (2000), Wakil Presiden PBB Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (1999), dan Ketua Kelompok 77 dan China di PBB di New York (1998), serta Ketua ke-2 Forum Tahunan Bisnis dan Hak Asasi Manusia, Jenewa (2013).

Jabatan sebelumnya ketika berdinas di Jakarta antara lain : Direktur Eksekutif Yayasan ASEAN di Jakarta (2011-2014), Ketua Counter Terrorism Task Force APEC (2003-2004), dan menjadi penasihat untuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia di Jakarta sejak tahun 2009.

Makarim merupakan Duta Besar Republik Indonesia untuk PBB yang menjabat pada periode 2004 hingga 2007. Sebelum menjadi Duta Besar RI untuk PBB, pemegang gelar PhD dalam Ilmu Politik Ohio State University, Makarim juga pernah menjabat sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Guatemala, Nikaragua, Jamaika, dan Bahama (1997-2001), Direktur Jenderal Hubungan Ekonomi Luar Negeri di Kementerian Luar Negeri (2000-2002), serta Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kemenlu (2002-2004).

Baca Juga: Behram Abduweli, Pemain Muslim Uighur yang Jebol Gawang Indonesia

Di dunia tulis-menulis, Makarim pernah menjabat sebagai Editor pada Majalah Berita Ekspres, Jakarta, Indonesia (1970-1972).

Gelar Master dalam Hubungan Internasional ia peroleh dari Sekolah Lanjutan Studi Internasional, Johns Hopkins University, dan Doctorrandus Hubungan Internasional dari Universitas Gajah Mada, Indonesia.

Menolak Tembak Mati Teroris

Makarim Wibisono, yang pernah menjabat sebagai Ketua HAM PBB, termasuk tokoh penegak HAM yang menyatakan kekecewaannya terkait kecenderungan aparat keamanan yang selalu menembak mati tersangka teroris.

Baca Juga: Suyitno, Semua yang Terjadi adalah Kehendak Allah

Menurut Makarim, strategi penanganan terorisme di Indonesia harus dirubah. Penanganan terorisme tidak bisa dilakukan secara kuratif saja, tetapi harus ada upaya-upaya prefentif dan promotif.

Ketua APEC Counter Terrorism Task Force (2003-2005) tersebut juga menyatakan bahwa terorisme bisa dicegah dengan cara mengurai persoalan-persoalan yang melatarbelakangi pelaku melakukan teror.

“Tak hanya itu, penanganan masalah terorisme juga diberlakukan bagi pihak-pihak yang pernah terlibat dalam aksi terorisme dengan cara monitoring secara berjenjang.,” ujarnya.

Berani Melawan Arus

Baca Juga: Transformasi Mardi Tato, Perjalanan dari Dunia Kelam Menuju Ridha Ilahi

Sebagai diplomat karier, Makarim Wibisono memang dikenal sebagai diplomat yang berani melawan arus, ketika harus memperjuangkan Indonesia di kancah internasional.

Di antara sikap beraninya adalah saat ia menjabat sebagai Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Hubungan Kerjasama Internasional era Menteri Kesehatan RI Siti Fadilah Supari.

Menurut Makarim, Kemenkes dinilai mempunyai peran penting dalam membantu perjuangan Indonesia memerangi ketidakadilan sistem virus sharing yang telah diterapkan oleh WHO khususnya dalam Global Influenza Surveillance Network (GISN).

Menurutnya, selama 60 tahun sistem virus sharing tidak transparan dan tidak adil serta hanya menguntungkan negara-negara maju dan tidak memberikan benefits sharing kepada negara-negara berkembang.

Baca Juga: Dato’ Rusly Abdullah, Perjalanan Seorang Chef Menjadi Inspirator Jutawan

Atas prestasi itu, Makarim Wibisono mendapatkan penghargaan Ksatria Bakti Husada Aditya dari Menkes Siti Fadilah Supari. Penghargaan itu diberikan sebagai bentuk pengakuan terhadap kinerja Makarim Wibisono dalam memperjuangkan kepentingan nasional di forum multilateral.

Ketika menjabat Ketua Komisi HAM PBB, Makarim juga menolak pilihan orientasi seksual, kelompok lesbian, gay, biseksual dan transgender/transeksual ke dalam hukum universal. Menurut Makarim masalah homo dan lesbian tidak bisa dijadikan hukum universal, karena hukum Islam melarang praktek homo dan lesbian.

Keteguhan prinsip dan keberanian melawan arus dipandang sejumlah pihak sebagai bentuk nasionalisme yang diperjuangkan Makarim Wibisono dalam menghadapi tekanan asing.

Langkah Makarim Wibisono memperjuangkan Indonesia di kancah internasional tidak pernah berhenti. Sebagai anggota delegasi Indonesia dalam pertemuan Badan Eksekutif WHO di Jenewa, Swiss, Januari 2010, Makarim berperan penting mendorong penyelesaian standard perjanjian pengiriman materi biologi (Standard Material Transfer Agreement/SMTA), khususnya untuk virus, yang ditargetkan selesai pada Mei 2010.

Baca Juga: Hambali bin Husin, Kisah Keteguhan Iman dan Kesabaran dalam Taat

Pembahasan masalah yang menyangkut pembagian keuntungan bagi negara pengirim virus serta penggunaan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) inovasi obat dan vaksin pada saat pandemi, juga akan dituntaskan pada bulan yang sama.

makarim gazaHAM Palestina

Makarim Wibisono dengan jabatan strategis sebagai Pelapor Khusus PBB tentang HAM di wilayah Palestina, menurutnya, ia akan berusaha melaksanakan tugas pokok tersebut, yaitu melihat dan memantau pelanggaran hak sipil, hak ekonomi dan hak budaya di wilayah-wilayah Palestina yang dijajah Israel.

“Saya akan bekerja secara obyektif dan mulai bekerja dengan sikap tidak memihak,” kata Makarim.

Baca Juga: Dari Cleaning Service Menjadi Sensei, Kisah Suroso yang Menginspirasi

Dia mengatakan lebih jauh bahwa dulu special rapporteur PBB mendapat kesulitan untuk melakukan tugasnya ke wilayah-wilayah pendudukan Palestina di Gaza dan Tepi Barat.

Tapi Makarim, yang pernah menjadi Ketua Komisi Hak Asasi Manusia PBB dan dikenal sebagai pimpinan komisi itu yang bersikap obyektif dan tidak memihak, berharap aksesnya ke wilayah-wilayah tersebut terbuka luas sehingga dapat memberikan laporan-laporan obyektif.

Walaupun faktanya kini ia dihalangi oleh Israel masuk ke wilayah Palestina.

Israel Takut

Israel rupanya takut terhadap Makarim Wibisono, yang lantang menyerukan agar Israel diselidiki terkait perang Gaza 2014 lalu. Menurutnya jumlah korban dalam perang Gaza antara kubu Israel dan Palestina tidak seimbang.

Makarim Wibisono telah mengeluarkan laporan pertamanya ke Dewan HAM PBB sejak menjadi pelapor khusus HAM untuk krisis Palestina.

Seruan Makarim muncul setelah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry, membela Israel dari tuduhan pelanggaran HAM saat perang Gaza antara Hamas dan Israel pecah pada Juli hingga Agustus 2014.

Dalam perang sekitar 50 hari itu, sekitar 2.256 warga Palestina di Gaza tewas, di mana mayoritas adaah warga sipil. Sedangkan dari kubu Israel, korban tewas hanya 66 orang tentara dan lima warga sipil.

“Perbedaan mencolok dalam jumlah korban di kedua belah pihak mencerminkan ketidakseimbangan kekuasaan dan dampak yang tidak proporsional yang ditanggung oleh warga sipil Palestina. Hal itu menimbulkan pertanyaan, apakah Israel berpegang pada prinsip-prinsip hukum internasional dari perbedaan, proporsionalitas dan tindakan pencegahan,” kata Makarim.

“Kebanyakan korban sipil bukan hanya pengamat yang ada tempat yang salah. Sebagian besar keluarga tewas dalam serangan rudal di rumah mereka sendiri, biasanya pada malam hari,” ujar Makarim.

Makarim sendiri telah mewawancarai langsung korban perang Gaza yang mengungsi di Amman dan Kairo atau wawancara pada korban perang di Gaza melalui video. Hal itu dilakukan, karena tokoh Indonesia ini memang dilarang Israel menuju ke Gaza.

Apapun yang terjadi, Makarim Wibisono tentu akan terus maju dengan berbagai strategi diplomasi politik dan kemanusiaan yang ia gunakan. Sampai Israel mempertanggungjawabkan kejahatanya dan sampai Palestina merdeka di tanah airnya sendiri. Semoga. Dari berbagai sumber. (T/P4/R11)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Palestina
Palestina
Palestina
Palestina