Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Makna Kemerdekaan Bagi Umat Islam Indonesia

Widi Kusnadi - Rabu, 16 Agustus 2017 - 22:11 WIB

Rabu, 16 Agustus 2017 - 22:11 WIB

456 Views

sumber foto: saling sapa

sumber foto: saling sapa

Oleh: Widi Kusnadi, redaktur MINA

Tidak bisa dipungkiri, umat Islam Indonesia memiliki andil sangat besar dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk dapat lepas dari penjajahan. Sejarah juga merekam bagaimana peran para ulama, kiyai, pimpinan pondok pesantren dan tokoh Muslim lainnya yang berperan besar dalam perjuangan kemerdekaan.

Nama-nama besar seperti Pangeran Diponegoro, Cut Nyak Dien, Imam Bonjol, R.A Kartini, Jenderal Sudirman, Pattimura dan sederet ulama dan tokoh Muslim lainnya, telah menghiasi kisah perjuangan bangsa ini di wilayah masing-masing sesuai dengan keahliannya.

Seorang wartawan Muslim yang mempopulerkan nama Indonesia yaitu Soewardi Soerjaningrat, atau lebih dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara juga merupakan seorang ulama yang sangat konsen dalam dunia pendidikan. Beliau telah menorehkan jasa begitu besar terhadap kemajuan pendidikan Indonesia.

Baca Juga: Kemendikbudristek Luncurkan Buku Panduan AI untuk Pendidikan Tinggi

Hingga saat ini pun, peran ulama sangatlah vital dalam menjaga Indonesia dari disintegrasi bangsa dan pembangunan bangsa ini. Kiprahnya dalam membentengi masyarakat dari kerusakan moral dan masuknya idologi-ideologi yang meracuni masyarakat sangat dibutuhkan sampai kapan pun.

Oleh karenanya, sinergi antara pemerintah dan ulama harus senantiasa dijaga demi kelancaran pembangunan Indonesia. Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang saat ini fokus kepada pembangunan infrastruktur dan pengentasan kemiskinan harus didukung oleh para ulama yang berperan dalam pembangunan mental, spiritual dan menjaga akhlak luhur masyarakat.

Ulama Komitmen Jaga NKRI

Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo menyatakan, tidak akan ada ulama Indonesia yang mempunyai pikiran dan berkeinginan mengubah Pancasila yang merupakan ideologi Negara Indonesia. Sebab, kemerdekaan Republik Indonesia ini direbut oleh seluruh komponen bangsa termasuk para ulama, kiyai dan santri.

Baca Juga: Presiden Jokowi Resmikan Istana Negara IKN

Hal ini menjadi bantahan dari sebagian kecil kelompok yang yang mengatakan, ada elemen umat Islam yang ingin mengganti Pancasila sebagai ideologi negara. Jika pun ada sekelompok masyarakat yang mengatasnamakan umat Islam ingin mengganti ideologi negara ini, pasti itu bukan merupakan suara hati umat Islam Indonesia. Bahkan, bisa jadi ada kepentingan-kepentingan asing yang sengaja ingin mengacaukan bangsa ini demi mengambil keuntungan atas hal itu.

Kemerdekaan ini diraih atas jerih payah, tumpahan darah dan cucuran keringat umat Islam. Dasar dan ideologi negara ini juga merupakan hasil ijtihad dari para ulama yang mampu menyatukan Nusantara dari Sabang sampai Merauke, dari pulau Miangas hingga Rote.

Tokoh-tokoh seperti Ir. Soekarno (murid HOS Cokroaminoto), Dr. Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, K.H. Abdul Wachid Hasyim, Soepomo dan lainnya merupakan tokoh-tokoh Muslim yang telah bekerja keras merumuskan dasar dan idoelogi negara ini.

Maka, tidak mungkin ulama kita ingin mengganti ideologi dan dasar negara ini, apalagi ingin memisahkan diri dari NKRI. Justru merekalah yang mengawal bangsa ini untuk tetap bersatu dan berdaulat demi mewujudkan cita-cita bangsa yang adil, makmur dan sejahtera.

Baca Juga: Pengurus FOZ DK Jakarta Periode 2024-2027 Resmi Dilantik

Substansi Kemerdekaan bagi Umat Islam

Kemerdekaan dalam bahasa Arab disebut al-Istiqlal yang artinya bebas dan lepas dari segala bentuk ikatan dan penguasaan pihak lain. Hari Kemerdekaan disebut ‘Idul-Istiqlal.

Dalam konteks yang lebih luas, kemerdekaan bisa diartikan situasi batin yang terlepas dari segala rasa menghimpit, menekan dan yang menderitakan jiwa, pikiran dan gerak manusia baik yang datang dari dalam diri sendiri maupun dari luar. Kemerdekaan juga menandakan terbukanya kehendak dan harapan dan semua potensi kemanusiaan seperti energi, akal, budi,  dan jiwa manusia.

Bagi umat Islam, kemerdekaan yang sesungguhnya adalah ketika mereka bisa melaksanakan ibadah dan melaksanankan semua syariat agamanya dengan tenang, nyaman dan damai. Umat Islam juga bisa mengekspresikan nilai-nilai yang diajarkan dalam agamanya menjadi norma dan hukum di tengah-tengah masyarakat. Hal ini dijamin dalam UUD 1945 pasal 28 dan 29 yang menyatakan negara menjamin kebebasan rakyatnya untuk beribadah dan melaksanakan syariat agama yang dianutnya.

Baca Juga: Sertifikasi Halal Berkontribusi Ciptakan Lapangan Kerja

Namun begitu, umat Islam menyadari bahwa bangsa ini adalah bangsa yang majemuk, terdiri atas berbagai agama yang dianut masyarakatnya sehingga umat Islam tidak akan memaksakan hukum agamanya bagi pemeluk agama lain.

Sebagai contoh, kewajiban shalat bagi umat Islam tidak mungkin dipaksakan kepada pemeluk agama lain. Hukum pernikahan dalam Islam juga tidak mungkin dilaksanakan umat beragama lain karena memang masing-masing telah memiliki syariat dan ajaran masing-masing. Demikian juga kewajiban memakai jilbab, berhaji, berzakat, dan lain sebagainya.

Demikian juga halnya, pemerintah harus menjaga umat beragama ini dari ancaman pihak-pihak yang mencoba membuat kegaduhan dengan melakukan penodaan agama. Pemerintah harus cepat bereaksi dan memutuskan hukum dengan adil bagi para pelaku penodaan agama agar tidak terjadi keresahan dalam masyarakat sehingga dapat memunculkan riak-riak perpecahan bangsa.

Pemerintah juga harus waspada dari kepentingan pihak-pihak tertentu yang berusaha menggunakan oknum aparat untuk melakukan kriminalisasi ulama.  Kasus-kasus yang dialami KH Habib Rizieq Shihab, KH Tengku Zulkarnaen, KH Muhammad Al Khathath dan lainnya menjadi bukti yang tak terbantahkan, memang ada pihak-pihak yang memanfaatkan tangan penguasa untuk membonsai umat Islam.

Baca Juga: Truk Bermuatan 8 Ton Terbakar di Tol Semarang-Batang, Lalu Lintas Sempat Tersendat

Jika hal ini dibiarkan berlanjut, tanpa ada usah-usaha menghentikannya, maka ketenangan akan terusik, kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan penegak hukum akan terus menurun dan tidak mustahil umat Islam tidak akan menghukum mereka dengan tidak memilih lagi penguasa saat ini pada pemilu 2019 mendatang.

 

Peran Ulama dalam Pembangunan

Stabilitas nasional mustahil akan terwujud jika setiap elemen bangsa tidak berjalan secara sinergis dengan satu tekad dan cita-cita untuk membangun bangsa tercinta ini menjadi baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur.

Baca Juga: Suasana Nabawiyah Bersama Imaam Al-Khudaifi di Masjid Agung Sunda Kelapa

Peran ulama dalam pemerintahan juga sangat dibutuhkan. Ulama harus dilibatkan dalam setiap perumusan dan pengambilan kebijakan yang menyangkut persoalan umat. Ulama sebagai salah satu komponen sosial memainkan peranan penting dalam setiap pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan umat. Hemat kami, ulama harus dilibatkan dalam pembahasan anggaran sehingga mereka dapat memberikan masukan-masukan agar anggaran tersebut benar-benar bisa dinikmati oleh umat.

Ulama juga berperan dalam melakukan fungsi kontrol terhadap pemerintah. Ulama harus mengingatkan para pejabat jika mereka memutuskan sesuatu yang merugikan umat atau lamban dalam menyikapi gejolak sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

Keberadaan majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menjadi wadah para ulama dari berbagai golongan memiliki tugas strategis dalam mengawal perjalanan pembangunan. MUl memiliki tujuan untuk mewujudkan masyarakat yang berkualitas (khaira ummah), dan negara yang aman, damai, adil dan makmur rohaniah dan jasmaniah yang diridhai Allah SWT.

MUI melaksanakan berbagai usaha, antara lain memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat, merumuskan kebijakan dakwah Islam, memberikan nasehat dan fatwa, merumuskan pola hubungan keumatan, dan menjadi penghubung antara ulama dan umara.

Baca Juga: Gelombang Keenam Evakuasi, 14 WNI dari Lebanon Tiba di Tanah Air

“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Mereka mewariskan ilmu. Siapa saja yang mengambil ilmu berarti telah mengambil bagian yang banyak lagi sempurna.” (HR Abu Dawud). (A/P2/RI-1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: STAI Al-Fatah Mendapat Predikat Baik dari BAN PT

 

 

 

Baca Juga: Din Syamsuddin di Kairo: Persaudaraan Kemanusiaan Asas Peradaban Utama

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Kolom
Palestina
Indonesia