Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Makna Sejati Idul Fitri: Kembali ke Fitrah dengan Hati yang Suci

Bahron Ansori Editor : Ali Farkhan Tsani - 37 detik yang lalu

37 detik yang lalu

0 Views

Ilustrasi

IDUL FITRI merupakan momen yang sangat agung dalam Islam, di mana umat Muslim di seluruh dunia merayakannya setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa Ramadan.

Kata Idul Fitri sendiri berasal dari bahasa Arab, yaitu ‘id (عيد) yang berarti perayaan, dan fitri (فطر) yang bermakna berbuka atau kembali kepada keadaan asal. Secara maknawi, Idul Fitri berarti hari raya di mana seorang Muslim kembali kepada fitrah atau kesuciannya.

Fitrah dalam Islam mengacu pada keadaan alami manusia yang suci dan cenderung kepada kebaikan. Allah Ta’ala berfirman,

فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ

“(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah.” (Qs. Ar-Rum: 30)

Baca Juga: Sunnah-Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam saat Idul Fitri

Ayat ini menegaskan bahwa setiap manusia diciptakan dalam keadaan suci, namun perjalanan hidup dan dosa-dosa yang dilakukan dapat mengotori hati. Oleh karena itu, Ramadhan dan Idul Fitri adalah sarana untuk kembali kepada kesucian tersebut.

Ramadhan sebagai bulan latihan spiritual bertujuan untuk menyucikan jiwa. Dalam hadis, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa yang berpuasa Ramadan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa puasa Ramadhan bukan hanya sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menghapus dosa-dosa yang telah lalu. Sehingga, saat Idul Fitri tiba, seorang Muslim sejatinya telah kembali dalam keadaan suci.

Idul Fitri bukan sekadar perayaan, tetapi puncak dari proses penyucian diri yang dilakukan selama bulan Ramadan. Hati yang suci merupakan hasil dari berbagai ibadah yang ditekuni, seperti puasa, shalat, tilawah Al-Qur’an, sedekah, dan dzikir. Dengan semua itu, seorang Muslim menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih dekat kepada Allah Ta’ala.

Baca Juga: Mudik Lebaran: Tradisi Budaya yang Menyatu dengan Nilai-nilai Islam

Salah satu bentuk penyucian diri sebelum merayakan Idul Fitri adalah membayar zakat fitrah. Zakat fitrah merupakan kewajiban bagi setiap Muslim yang memiliki kelebihan harta untuk diberikan kepada fakir miskin. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Zakat fitrah itu menyucikan orang yang berpuasa dari perkataan yang sia-sia dan kotor, serta menjadi makanan bagi orang miskin.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Dari hadis ini, kita memahami bahwa zakat fitrah berfungsi untuk menyempurnakan ibadah puasa dan membersihkan jiwa dari hal-hal yang kurang baik selama Ramadan. Kembali ke fitrah juga bermakna kembali kepada nilai-nilai keislaman yang murni, yaitu keimanan yang lurus, ketaatan kepada Allah, serta menjaga hubungan baik dengan sesama manusia. Idul Fitri mengajarkan pentingnya memperbaiki hubungan dengan keluarga, tetangga, dan masyarakat luas melalui silaturahmi, saling memaafkan, dan berbagi kebahagiaan.

Dalam Islam, kesucian hati sangat erat kaitannya dengan taqwa. Allah berfirman dalam Al-Qur’an,

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.” (Qs. Al-Hujurat: 13). Idul Fitri menjadi momentum untuk menguatkan ketakwaan dengan menjaga kebiasaan baik yang telah terbentuk selama Ramadan agar tetap berlanjut sepanjang tahun.

Baca Juga: Mudik Lebaran, Wujud Cinta dan Bakti pada Orangtua

Salah satu tanda seseorang benar-benar kembali ke fitrah adalah hatinya bersih dari dendam dan kebencian. Idul Fitri mengajarkan untuk saling memaafkan, sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak halal bagi seorang Muslim untuk mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari…” (HR. Bukhari dan Muslim)

Meminta maaf dan memberi maaf adalah bentuk pembersihan hati dari penyakit seperti iri, dengki, dan permusuhan.

Idul Fitri juga mengingatkan bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan. Oleh karena itu, Islam menganjurkan untuk memperbanyak sedekah dan berbagi dengan sesama di hari raya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dengan berbagi, seseorang tidak hanya menyucikan hartanya tetapi juga membersihkan jiwanya dari sifat kikir dan cinta dunia yang berlebihan.

Baca Juga: Hakikat Kembali kepada Fitrah: Sebuah Tinjauan Ilmiah dan Syar’i

Kembali ke fitrah berarti kembali kepada nilai-nilai Islam yang hakiki, termasuk menjaga akhlak mulia. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad).

Oleh karena itu, seorang Muslim yang benar-benar kembali ke fitrah setelah Ramadan harus menunjukkan perubahan dalam akhlaknya, menjadi lebih jujur, penyabar, dan peduli terhadap orang lain.

Setelah Ramadhan, ada tantangan besar, yaitu mempertahankan kesucian hati dan ibadah yang telah dilakukan. Idul Fitri bukanlah akhir dari perjalanan spiritual, tetapi awal dari perjalanan panjang untuk tetap istiqamah di jalan kebaikan.

Seorang Muslim yang kembali ke fitrah juga harus menjaga lisan dan perbuatannya dari hal-hal yang tidak diridhai Allah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim). Ucapan yang baik adalah cerminan hati yang suci dan jauh dari kebencian serta permusuhan.

Baca Juga: 10 Hakikat Mudik bagi Seorang Muslim

Idul Fitri juga mengingatkan manusia tentang hakikat kehidupan yang fana. Setelah menikmati kegembiraan duniawi, seorang Muslim harus tetap mengingat akhirat dan memperbanyak amal shaleh agar kelak kembali kepada Allah dalam keadaan bersih.

Kebersihan hati yang dicapai di Idul Fitri harus terus dijaga dengan memperbanyak ibadah sunnah seperti shalat dhuha, tahajud, dan puasa sunnah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Puasa enam hari di bulan Syawal setelah Ramadan seperti puasa sepanjang tahun.” (HR. Muslim). Ini menunjukkan bahwa menjaga kebiasaan baik setelah Ramadan sangat dianjurkan dalam Islam.

Kesimpulannya, makna sejati Idul Fitri bukan hanya perayaan, tetapi kembalinya seorang Muslim kepada fitrah, yaitu hati yang bersih, akhlak yang mulia, dan kehidupan yang penuh ketakwaan. Dengan hati yang suci, seorang Muslim akan lebih mudah meraih ridha Allah dan kebahagiaan dunia serta akhirat. Wallahu a’lam. []

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Tradisi Mudik, Sejak Kapan Dilakukan?

 

Rekomendasi untuk Anda