Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Malaysia : OKI Harus Tolak Keputusan AS

Rana Setiawan - Kamis, 7 Desember 2017 - 05:48 WIB

Kamis, 7 Desember 2017 - 05:48 WIB

117 Views

Wakil Perdana Menteri, Ahmad Zahid Hamidi. (arsip)

Wakil Perdana Menteri, Ahmad Zahid Hamidi. (arsip)

Kuala Lumpur, MINA – Wakil Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Dr Ahmad Zahid Hamidi mengatakan, negara-negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) harus berada paling depan untuk memprotes dan menolak keputusan Amerika Serikat (AS) yang mengakui Yerusalem (Kota Al-Quds) sebagai ibu kota Israel.

Ahmad Zahid mengatakan, negara-negara anggota OKI perlu bertindak cepat dalam merespon keputusan keputusan AS yang juga akan memulai proses perpindahan kedutaannya ke kota suci tersebut sebagai tanda pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel karena dapat memicu krisis besar di kawasan Asia Barat.

“Kami memandang serius perkembangan ini dan saya harap anggota OKI sekata dalam bersuara untuk memprotes upaya Amerika Serikat mengakui Baitulmaqdis (Yerusalem) sebagai ibu kota Israel. Negara-negara anggota OKI harus melihat upaya ini di luar masalah Palestina karena ini adalah isu internasional,” katanya.

Ahmad Zahid, yang juga Wakil Presiden Partai UMNO yang memerintah, mengatakan hal ini setelah menerima sebuah kunjungan kehormatan delegasi salah satu faksi terbesar Palestina, Hamas, yang dipimpin oleh pemimpin biro politiknya, Dr Maher Salah, menjelang Majelis Umum UMNO 2017 di Putra World Trade Center (PWTC), Rabu (6/12).

Baca Juga: Kelelahan Meningkat, Banyak Tentara Israel Enggan Bertugas

Ahmad Zahid mengatakan Perdana Menteri Datuk Seri Najib Razak dijadwalkan membuat pernyataan tentang pendirian Malaysia soal permasalahan ini dalam waktu dekat.

“Malaysia akan mengajukan sejumlah usulan dan rencana aksi untuk mengatasi masalah tersebut. Proposal tersebut tidak akan menyentuh urusan internal negara manapun termasuk negara yang memiliki kekuatan besar tapi kami berharap ini akan menghasilkan pemecahan masalah, sehingga menghindari kemungkinan konflik,” ujarnya.

Dia mengomentari spekulasi AS untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, menyusul kunjungan Trump ke Israel pada hari Ahad kemarin yang dipandang sebagai kontroversial.

Beberapa negara Islam telah menyuarakan keprihatinan mereka terhadap perkembangan tersebut. Pemerintah Turki telah memberi peringatan bahwa hal itu dapat memicu suasana yang tegang di kawasan.

Baca Juga: Bahas Krisis Regional, Iran Agendakan Pembicaraan dengan Prancis, Jerman, Inggris

Isu Yerusalem telah lama menjadi isu paling sensitif bagi masyarakat Muslim dan dunia. Israel telah memegang kendali Yerusalem Timur pada tahun 1967, hingga kini rakyat Palestina terus berjuang melawan berbagai invasi Zionis Yahudi di kota suci itu.

Sejauh ini belum ada kedutaan besar di Yerusalem karena masyarakat internasional tidak mengakui kekuasaan Israel atas kota tersebut. Dewan Keamanan PBB dalam resolusi 478 pada tahun 1980 telah menetapkan semua misi diplomatik di Yerusalem di luar kota suci. Ini berarti bahwa resolusi internasional melarang pembukaan kedutaan di Yerusalem.

Kongres AS telah mengeluarkan undang-undang pada tahun 1995 untuk memindahkan kedutaan selambat-lambatnya pada tahun 1999, namun Presiden berwenang untuk menunda pengalihan setiap enam bulan berdasarkan keamanan nasional.(T/R01/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Serangan Hezbollah Terus Meluas, Permukiman Nahariya di Israel Jadi Kota Hantu

Rekomendasi untuk Anda