Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Malu dalam Perspektif Islam: Pilar Akhlak Mulia

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 36 detik yang lalu

36 detik yang lalu

0 Views

Malu adalah bagian dari iman (foto: ig)

Rasa malu memiliki kedudukan yang penting dalam pembentukan karakter dan akhlak seseorang. Sebagai bentuk kontrol diri, malu membantu individu untuk berperilaku sesuai dengan norma sosial dan nilai-nilai moral yang berlaku. Dalam konteks masyarakat, malu berfungsi sebagai mekanisme sosial yang menjaga harmoni dan keteraturan. Oleh karena itu, sifat malu yang sehat dan proporsional dianggap sebagai ciri kepribadian yang bermartabat dan mulia.

Namun, rasa malu juga dapat memiliki sisi negatif jika tidak dikelola dengan baik. Malu yang berlebihan atau tidak pada tempatnya dapat menghambat perkembangan diri, menurunkan rasa percaya diri, bahkan memunculkan masalah psikologis. Sebaliknya, hilangnya rasa malu dapat menyebabkan seseorang bertindak tanpa memperhatikan nilai dan norma yang berlaku, sehingga merusak hubungan sosial dan kepercayaan masyarakat.

Malu (haya’ dalam bahasa Arab) adalah salah satu akhlak mulia yang sangat ditekankan dalam Islam. Ia merupakan perasaan yang mendorong seseorang untuk menghindari perbuatan tercela dan menjaga kehormatan dirinya. Sifat malu ini memiliki kedudukan yang istimewa karena ia berkaitan langsung dengan keimanan dan akhlak seorang Muslim.

Secara bahasa, haya’ berasal dari akar kata hayat yang berarti kehidupan. Hal ini menunjukkan bahwa malu adalah elemen penting dalam kehidupan manusia. Secara istilah, malu adalah sifat yang membuat seseorang menahan diri dari melakukan hal-hal yang tidak pantas baik di hadapan Allah maupun manusia.

Baca Juga: Tanda “Kiamat” Bagi Zionis Israel

Dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala berfirman,

ولِكُلِّ وِجْهًهُ مُولِّيهَِا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَهُ جَمِيًعًا إِنَّ اللَهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

“Dan setiap umat mempunyai kiblat yang ia menghadap kepadanya; maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Qs. Al-Baqarah: 148)

Ayat ini mengisyaratkan pentingnya berlomba-lomba dalam amal kebaikan, termasuk menjaga sifat malu yang mendorong ketaatan.

Hadis tentang Malu

Baca Juga: Melihat Mona Lisa Di Musée Du Louvre Paris

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِّنْ الْإِيمَانِ

“Malu itu bagian dari iman.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa malu adalah ciri khas seorang Mukmin. Seorang Muslim yang memiliki sifat malu akan senantiasa menjaga dirinya dari hal-hal yang dilarang oleh Allah.

Para ulama membagi malu menjadi dua jenis, antara lain pertama, malu fitrah adalah rasa malu yang merupakan bawaan manusia sejak lahir. Contohnya adalah rasa malu ketika terlihat aurat.

Baca Juga: Pagar Laut Tangerang Dibongkar, Tapi Siapa Aktor Pembuatnya?

Lalu, ada malu yang diperoleh, artinya rasa malu yang didapatkan melalui pembelajaran dan keimanan, seperti malu berbuat dosa karena takut kepada Allah.

Malu adalah penghalang dari perbuatan buruk. Seseorang yang memiliki sifat malu tidak akan melakukan perbuatan dosa, baik secara terang-terangan maupun tersembunyi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ لِكُلِّ دِيْنٍ خُلُقًا وَخُلُقُ الْإِسْلَامِ الْحَيَاءُ

“Setiap agama memiliki akhlak, dan akhlak Islam adalah malu.” (HR. Ibnu Majah)

Malu kepada Allah adalah puncak dari sifat malu. Seorang Muslim harus merasa malu kepada Allah dengan cara menjaga ketaatan dan menjauhi larangan-Nya. Allah berfirman,

Baca Juga: Warga Gaza Hadapi Gencatan Senjata, Antara Suka dan Duka

أَلَمْ يَعْلَمْ بِأَنَّ اللَهَ يَرَى

“Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?” (Qs. Al-Alaq: 14)

Selain rasa malu kepada Allah, rasa malu kepada sesama manusia juga penting. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan dalam sebuah hadis,

وَمَنْ لَمْ يٞسْتَحْيْ فَصَنَعْ مَا شَاءَ

“Jika kamu tidak malu, maka lakukanlah sesukamu.” (HR. Bukhari)

Hadis ini mengajarkan bahwa rasa malu adalah penghalang dari keburukan. Jika rasa malu hilang, seseorang akan mudah melakukan dosa.

Baca Juga: Bencana Kebakaran Los Angeles dalam Perspektif Al-Qur’an

Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa malu adalah perasaan yang lahir dari keimanan. Ia mengatakan, “Malu yang benar adalah malu yang mencegah seseorang dari melanggar perintah Allah.”

Syaikh Ibn Utsaimin menambahkan bahwa malu adalah tanda kesempurnaan akhlak seorang Muslim. Beliau berkata, “Barang siapa yang kehilangan rasa malu, maka ia telah kehilangan kebaikan yang banyak.”

Malu juga memainkan peran penting dalam menjaga keharmonisan hubungan sosial. Seorang yang memiliki sifat malu akan berhati-hati dalam berbicara dan bertindak agar tidak menyakiti orang lain.

Menanamkan rasa malu sejak dini adalah bagian dari pendidikan akhlak. Anak yang dibiasakan memiliki rasa malu akan tumbuh menjadi pribadi yang menjaga kehormatan dirinya. Rasa malu menjadi pelindung bagi iman seseorang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

Baca Juga: Pertukaran Tahanan, Bagaimana Nasib Jenazah Al-Sinwar?

الْإِيمَانُ وَالْحَيَاءُ قُرِنَاءُ إِذَا رُفِعَ أَحَدُهُمَا رُفِعَ الآخَرُ

“Iman dan malu itu saling berkaitan. Jika salah satunya hilang, maka yang lain juga akan hilang.” (HR. Hakim)

Hilangnya rasa malu adalah tanda rusaknya akhlak. Fenomena ini dapat dilihat dari banyaknya perbuatan dosa yang dilakukan secara terang-terangan. Malu dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti menjaga aurat, berkata yang baik, dan menjauhi perbuatan dosa.

Di era modern ini, penting bagi umat Islam untuk menghidupkan kembali nilai-nilai malu, terutama di tengah tantangan globalisasi yang sering mengikis akhlak.

Malu adalah sifat yang harus dijaga oleh setiap Muslim. Ia tidak hanya melindungi individu dari dosa tetapi juga menjadi pilar dalam membangun masyarakat yang bermartabat. Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang senantiasa menjaga rasa malu sebagai tanda keimanan kita. Aamiin.[]

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-41] Menundukkan Hawa Nafsu

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Khadijah
Khadijah
Khadijah
Kolom