Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Malu Kepada Allah

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 4 jam yang lalu

4 jam yang lalu

6 Views

Ilustrasi: Muslim menyesal. (Gambar: dok. datdut.com)

Terkadang manusia lebih mengedepankan rasa malunya kepada sesama ketimbang malu kepada Allah Sang Maha Pencipta. Malu kepada manusia tentu saja bagian dari akhlak yang mulia, tapi malu kepada Allah tentu saja akan memberikan efek positif yang di atas sekedar rasa malu kepada sesama manusia.

Manusia hidup harus mempunyai rasa malu, sebab dengan memiliki rasa malu itu ia akan menjadi hamba Allah yang mulia di sisi-Nya. Malu itu menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan seorang muslim, bagaimana tidak, sebab rasa malu itu bagian dari iman yang tak terpisahkan dari jiwa seorang muslim.

Rasa malu adalah sifat yang mulia dan fitrah yang ditanamkan Allah dalam hati manusia. Dalam Islam, rasa malu memiliki kedudukan yang tinggi, terutama malu kepada Allah. Rasa malu ini adalah pengendali bagi seorang mukmin agar tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan perintah-Nya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Malu itu sebagian dari iman” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menegaskan bahwa malu bukan sekadar sifat manusiawi, tetapi juga indikator keimanan seseorang.

Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan bahwa rasa malu terhadap Allah adalah penentu hubungan seorang hamba dengan Rabb-nya. Beliau menuturkan, “Barangsiapa yang merasa malu dikala ia hendak melakukan maksiat, Allah pun malu untuk menimpakan hukuman kepadanya pada hari dia bertemu dengan-Nya. Sebaliknya siapa saja yang tidak merasa malu untuk bermaksiat kepada-Nya, Allah juga tidak akan malu untuk menghukumnya.” (Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, 1/170). Kalimat ini mengandung peringatan sekaligus harapan bagi orang-orang beriman agar senantiasa menjaga rasa malu terhadap Allah.

Baca Juga: Perang Mu’tah dan Awal Masuknya Islam ke Suriah

Malu kepada Allah berarti menyadari sepenuhnya bahwa Allah Maha Melihat segala amal dan perbuatan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Seorang mukmin yang memiliki rasa malu ini akan merasa diawasi setiap saat, sehingga berusaha menjauhi maksiat meskipun tidak ada orang lain yang melihatnya. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki rasa malu akan merasa bebas melakukan dosa tanpa beban.

Sifat ini muncul dari pemahaman yang mendalam akan kebesaran Allah dan kasih sayang-Nya. Ketika seseorang merasa malu kepada Allah, ia berusaha menjaga dirinya dari segala perbuatan yang bisa mendatangkan murka-Nya. Rasa malu ini menjadi benteng keimanan yang kokoh dan pengingat untuk selalu berada di jalan yang lurus.

Rasa malu kepada Allah adalah bukti penghambaan sejati. Seorang hamba yang benar-benar mengenal Tuhannya tidak akan berani bermaksiat dengan sengaja. Mereka akan malu jika harus berdiri di hadapan Allah dalam keadaan membawa dosa-dosa yang disengaja. Imam Ahmad bin Hanbal pernah ditanya, “Bagaimana caranya agar kita bisa merasa malu kepada Allah?” Beliau menjawab, “Ingatlah bahwa Dia selalu melihatmu dan mengetahui apa yang kau sembunyikan.”

Rasa malu inilah yang membedakan antara hamba yang tulus dengan mereka yang berpura-pura dalam ketaatan. Penghambaan sejati selalu diiringi dengan kesadaran penuh akan pengawasan Allah. Tanpa rasa malu, seseorang akan dengan mudah terjerumus ke dalam dosa.

Baca Juga: Selamatkan Palestina, Sebuah Panggilan Kemanusiaan

Para salafush shalih adalah contoh nyata dalam mengamalkan rasa malu kepada Allah. Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu dikenal sebagai orang yang paling pemalu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bahkan pernah bersabda, “Tidakkah aku merasa malu kepada seseorang yang malaikat pun malu kepadanya?” (HR. Muslim). Rasa malu Utsman bukan hanya kepada manusia, tetapi terutama kepada Allah. Ia menjaga dirinya dari segala perbuatan yang bisa mencoreng kehormatannya di hadapan Allah.

Demikian juga dengan Abdullah bin Umar, yang selalu merasa diawasi oleh Allah. Ia pernah berkata, “Aku tidak ingin melakukan sesuatu di tempat sepi yang tidak berani kulakukan di hadapan banyak orang.” Inilah cerminan dari hati yang selalu merasa malu kepada Allah.

Hilang Rasa Malu, Hilangnya Keberkahan

Ketika rasa malu kepada Allah hilang dari hati seseorang, maka dosa akan menjadi hal yang biasa. Maksiat yang awalnya ditinggalkan karena malu akan mulai dilakukan tanpa rasa bersalah. Ibnul Qayyim menyatakan bahwa orang yang tidak merasa malu saat bermaksiat telah membuka pintu bagi kehancuran dirinya sendiri. Allah akan mencabut keberkahan dari hidupnya dan memberikan hukuman yang setimpal di akhirat.

Baca Juga: Palestina Memanggilmu, Mari Bersatu Hapuskan Penjajahan

Dalam kondisi seperti ini, hati akan mengeras dan cahaya iman akan redup. Allah berfirman, “Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi.” (QS. Al-Baqarah: 74). Hilangnya rasa malu adalah pertanda matinya hati.

Rasa malu kepada Allah dapat ditumbuhkan dengan meningkatkan keimanan dan pemahaman terhadap agama. Mengingat kebesaran Allah, menghayati ayat-ayat Al-Qur’an, dan merenungkan nikmat-nikmat yang diberikan Allah akan membantu seseorang untuk selalu merasa malu saat berbuat dosa. Selain itu, memperbanyak dzikir dan muhasabah diri juga membantu menjaga hati agar tetap hidup dan peka terhadap pengawasan Allah.

Rasa malu yang benar akan menjadi penghalang kuat dari perbuatan dosa. Saat seseorang tergoda untuk melakukan maksiat, rasa malu kepada Allah akan mengingatkannya bahwa perbuatannya itu tidak layak dilakukan di hadapan Rabb yang Maha Pemurah. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Bila engkau ingin bermaksiat kepada Allah, carilah tempat di mana Allah tidak dapat melihatmu.” Kalimat ini mengingatkan bahwa tidak ada tempat di dunia ini yang luput dari pengawasan Allah.

Allah menjanjikan balasan yang indah bagi hamba-hamba-Nya yang senantiasa menjaga rasa malu. Mereka akan diampuni dan diberikan kemuliaan di dunia dan akhirat. Sebaliknya, bagi yang tidak memiliki rasa malu, Allah tidak akan segan memberikan hukuman. Sebagaimana dikatakan Ibnul Qayyim, orang yang tidak malu untuk bermaksiat akan mendapati hukuman yang pedih sebagai konsekuensinya.

Baca Juga: Korupsi, Virus Mematikan yang Hancurkan Masyarakat, Ini Pandangan Islam dan Dalilnya!

Malu kepada Allah adalah ciri khas orang-orang beriman. Menjaga rasa malu berarti menjaga keimanan dan akhlak. Sebaliknya, hilangnya rasa malu adalah awal dari kehancuran moral dan spiritual. Semoga kita senantiasa diberikan kekuatan untuk menjaga rasa malu kepada Allah dalam setiap aspek kehidupan kita, sehingga kita selamat di dunia dan akhirat. Wallahu a’lam bish-shawab.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Inilah Tanda Orang Baik, Inspirasi dari Kisah Nabi Musa Belajar kepada Khidir

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Kolom
Kolom
MINA Preneur
Kolom
MINA Preneur