Bandung, 17 Dzulhijjah 1436/1 Oktober 2015 (MINA) – Penggunaan aki kering pada kendaraan bermotor saat ini mulai menggantikan keberadaan aki basah. Akibatnya, aki basah bekas yang biasanya dilakukan proses daur ulang kini banyak yang tidak terpakai dan akhirnya terbuang.
Hal inilah yang melatarbelakangi sejumlah mahasiswa program studi Fisika FMIPA Universitas Padjajaran (Unpad) melakukan pemanfaatan limbah aki basah bekas.
Mereka memanfaatkan unsur kimia Timbal (Pb), sejenis logam berat yang terkandung dalam aki untuk disintesis menjadi unsur Timbal (II) Iodida (PbI2). Unsur PbI2 merupakan salah satu bahan untuk membuat material perovskite yang akan menjadi lapisan penyerap pada sel surya, demikian laman resmi Unpad yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA) melaporkan.
Sejumlah mahasiswa tersebut ialah Ilham Dhiaputra, Bayu Permana, Yusep Maulana, Yuniar Dwi Inayati, dan Yonatan R. Purba.
Baca Juga: BKSAP DPR Gelar Kegiatan Solidaritas Parlemen untuk Palestina
Mereka tergabung dalam kelompok Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKM-P) “Sel Surya Padat dari Material Baterai Bekas Mobil dalam Upaya Peningkatan Nilai Tambah (Added Value) dan Penyelamatan Lingkungan” yang lolos Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) ke-28 di Universitas Halu Oleo (UHO), 5 – 9 Oktober mendatang.
“Timbal itu tadinya limbah yang sudah tidak berguna. Ketika digunakan sebagai material pembentuk perovskite, dia bisa menjadi sumber energi baru dari cahaya matahari yang dikonversi menjadi energi listrik,” kata Yuniar saat diwawancarai Humas Unpad, beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut Ilham sang ketua kelompok mengatakan, harga unsur PbI2 di pasaran mencapai 680 Dolar AS/100 gram. Dalam satu aki bekas bisa dihasilkan sebanyak 1,4 kilogram PbI2, dengan taksiran nilainya mencapai Rp 140 juta rupiah.
“(Produk) kita bisa lebih murah dari harga pasaran,” kata Ilham.
Baca Juga: Warga Israel Pindah ke Luar Negeri Tiga Kali Lipat
Proses daur ulang aki bekas tersebut juga didasarkan pada tingginya penggunaan bahan bakar di Indonesia. Ilham mengatakan, bahan bakar yang digunakan pun masih tergolong konvensional/bahan bakar fosil. Padahal, cadangan bahan bakar fosil semakin lama semakin menipis, sehingga kebutuhan akan sumber energi baru sangat dibutuhkan.
Secara sederhana, unsur PbI2 didapat dari proses pengambilan unsur PbO2dari katoda elektroda aku bekas. Unsur PbO2 kemudian dicuci dan dipanaskan pada suhu 600 derajat Celcius untuk mendapatkan unsur PbO.
Selanjutnya, unsur PbO dicampur dengan asam asetat sehingga menghasilkan Pb2+ untuk kembali dicampur dengan unsur Kalium Iodida (KI). Pencampuran Pb2+ dengan unsur KI menghasilkan unsur PbI2.
Sampel temuan ini berpotensi mampu bersaing dengan unsur PbI2 yang sudah dipasarkan. Saat ini, proses sintesis yang dilakukan sudah menghasilkan unsur PbI2dengan kemurnian 88%, dimana masih ada kandungan oksigen yang terdapat di dalam unsur tersebut. Penelitian ke depan ialah menyintesis PbI2 dengan kemurnian di atas 90% sehingga angka efisiensinya lebih tinggi dan mampu bersaing dengan skala industri.
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain
“Harapannya, sampel ini juga bisa menjadi bahan pendidikan yang bisa jauh lebih murah. Sebab di Indonesia belum ada yang membuatnya,” kata Bayu.
Selain lolos Pimnas, mereka juga sudah mempresentasikan penelitian ini pada Seminar Internasional “The 2nd Padjadjaran International Physics Symposium (PIPS)” pada 1 -2 September lalu. Dari seminar tersebut telah dihasilkan publikasi ilmiah internasional dengan judul “Composition adn Crystal Structure of Perovskite Films Attained form Electrodes of Used Car Battery”.
Terkait tampil di Pimnas, kelompok dengan Dosen Pendamping Nat. Ayi Bahtiar itu telah mempersiapkan beragam hal, mulai dari pemaksimalan penelitian hingga persiapan presentasi. Meski kelimanya baru pertama lolos Pimnas, target emas telah menjadi harapan bagi mereka. (T/P006/R05)
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)