DENGAN datangnya Idul Fitri, perayaan penuh suka cita keluarga-keluarga di Damaskus, ibu kota Suriah, telah kembali ke kejayaannya sebelumnya, membawa serta esensi tradisi yang telah mengakar kuat, yang telah lama menjadi ciri khas kota kuno ini.
Setelah perang 14 tahun, tahun ini, Idul Fitri telah menyaksikan kebangkitan yang luar biasa dari penganan manis Idul Fitri buatan sendiri, khususnya ma’amoul, makanan penutup yang mewujudkan semangat warisan Suriah. Kebangkitan ini terjadi di tengah suasana kegembiraan publik setelah kemenangan revolusi dan kemajuan menuju stabilitas.
Ma’amoul, kenangan masa kecil dan aroma sejarah
Di masa lalu, keluarga-keluarga akan berkumpul beberapa hari sebelum Idul Fitri untuk membuat ma’amoul dengan tangan, menggunakan cetakan kayu yang diukir dengan pola-pola dekoratif. Para wanita berlomba memamerkan keterampilannya mengisi adonan dengan kurma, kenari, atau pistachio, sementara para pria memanggang dan menggiling kacang-kacangan.
Baca Juga: Pesona Spiritual Masjid Agung At-Taqwa, Aceh Tenggara
“Para tetangga biasa bekerja sama membuat ma’amoul. Setiap keluarga menyiapkan makanan dalam jumlah besar untuk dibagikan kepada kerabat, dan kami menganggapnya sebagai kesempatan untuk saling terhubung sebelum Idul Fitri,” kata Um Ali, seorang perempuan berusia 65 tahun, kepada SANA.

Ma’maoul dibuat dengan tangan, menggunakan cetakan kayu yang diukir dengan pola-pola dekoratif. (Gambar: Oldenburger Professional)
Tahun-tahun perang: manisan yang mencerminkan ketahanan
Selama tahun-tahun perang, praktik semacam itu berubah menjadi tantangan bagi keluarga karena harga bahan-bahan pokok seperti gula, tepung, dan ghee melonjak.
Banyak yang beralih ke bahan pengganti berkualitas rendah atau berhenti membuat manisan sama sekali. Namun, dengan kemenangan revolusi Suriah dan dimulainya pemulihan, kehidupan berangsur-angsur kembali normal.
Baca Juga: Indahnya Merayakan Idul Fitri di Dukuh Sambungkasih, Ketika Maaf Menjadi Bahasa Universal
Para peneliti ekonomi mencatat penurunan harga pangan sebesar 30% dibandingkan tahun lalu, menghidupkan kembali harapan untuk pembaruan tradisi.
Idul Fitri pertama setelah kemenangan: perayaan ganda
Di lingkungan lama Damaskus, seperti al-Shaghour, al-Midan, dan al-Salihiya, penduduk menggambarkan Idul Fitri kali ini “luar biasa,” karena kegembiraan kemenangan bertepatan dengan semangat bersama membuat manisan.
Abu Muhammad, pemilik toko kacang berusia 45 tahun di Friday Souq (pasar) al-Salihiya, mengatakan, “Ini adalah tahun pertama saya melihat permintaan pistachio dan kenari yang begitu tinggi selama bertahun-tahun. Orang-orang sekarang mampu membeli bahan-bahan ma’amoul lagi.”
Baca Juga: Mengenal Tradisi Idul Fitri di Berbagai Negeri: Harmoni dalam Keberagaman
Dia menambahkan bahwa hibah keuangan (THR) pemerintah kepada karyawan sebelum Idul Fitri membantu meningkatkan pasar.

Ma’maoul dibuat dengan beragam bentuk. (Foto: Delicious)
Al-Sekbah: kedermawanan orang Suriah yang terwujud dalam tradisi
Ritual Idul Fitri di Damaskus tidak lengkap tanpa al-Sekbah, yaitu sebuah tradisi sosial yang mencerminkan kedermawanan orang Suriah, di mana keluarga membuka pintu mereka untuk tamu sepanjang hari raya, menawarkan berbagai macam manisan, buah-buahan, dan kacang-kacangan, terutama ma’amoul.
Samar, seorang ibu rumah tangga berusia 32 tahun, menjelaskan, “al-Sekbah bukan sekadar keramahtamahan, ini adalah pesan bahwa warga Damaskus saling mendukung, apa pun keadaannya.”
Baca Juga: Hagia Sophia: Dari Gereja, Masjid, hingga Museum yang Penuh Sejarah
Dari masa lalu hingga kini warisan Damaskus tetap hidup
Saat ini, meskipun penganan siap saji sudah menjamur, sebagian besar keluarga Damaskus lebih memilih produksi rumahan, tidak hanya untuk menikmati cita rasa asli, tetapi juga untuk menjaga hubungan emosional dengan kenangan kota tersebut.
Inisiatif kaum muda juga muncul untuk mempromosikan tradisi ini melalui lokakarya edukasi tentang pembuatan ma’amoul, sebagai bagian dari upaya melestarikan warisan takbenda.
Tahun ini, perayaan Idul Fitri di Damaskus kembali dengan semangat baru, membawa serta kemenangan keinginan rakyat dan menegaskan kembali bahwa cita rasa ma’amoul dan aroma kopi, yang menyertai al-Sekbah akan tetap menjadi bagian dari identitas kolektif yang menghubungkan kegembiraan pribadi dengan kebanggaan nasional. []
Baca Juga: Raja Ampat: Surga Bawah Laut yang Wajib Dikunjungi di Indonesia
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Taktik Baru Hamas Jika Pasukan Israel Lakukan Serangan Darat ke Gaza