Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mantan Anggota Knesset Lepas Kewarganegaraan, Protes UU Rasis

Rana Setiawan - Selasa, 5 Januari 2021 - 22:51 WIB

Selasa, 5 Januari 2021 - 22:51 WIB

5 Views

BRUSSELS, BELGIUM: Israeli deputy and former speaker of the Knesset, the Israeli Parliament, Avraham Burg, gives a speech on "Europe, against anti-semitism for a Union of diversity" 19 February 2004 at EU headquarters in Brussels. The aim of the seminar is to present proposals on how to address anti-semitism to the incoming EU executive which will replace the current one 01 November 2004. AFP PHOTO / THIERRY MONASSE (Photo credit should read THIERRY MONASSE/AFP/Getty Images)

Tel Aviv, MINA – Mantan anggota Parlemen (Knesset) Israel, Avraham Burg, membuat permohonan pada pengadilan agar melepaskan kewarganegaraan Yahudinya sebagai aksi protes terhadap Undang-Undang Negara Bangsa Yahudi yang diloloskan pada 2018.

Menurutnya UU itu menjadi cikal bakal kebijakan apartheid terhadap warga Palestina dan komunitas non Yahudi yang tinggal di Israel. Demikian laporan MEMO, Selasa (5/1)

Burg, yang juga pernah menjabat sebagai presiden sementara negara dan merupakan kepala Badan Yahudi, membuat langkah luar biasa dalam menanggapi UU Negara Bangsa Yahudi 2018.

Para pakar menyatakan bahwa undang-undang yang disahkan oleh negara itu telah meresmikan apartheid.

Baca Juga: Tentara Israel Cemas Jumlah Kematian Prajurit Brigade Golani Terus Meningkat

Permohonan tertulis akan diserahkan Burg ke Pengadilan Distrik Yerusalem. Pada rincian permohonannya, dia menulis bahwa dia tidak lagi menganggap dirinya sebagai warga negara Yahudi.

Dia menambahkan, hati nuraninya tidak mengizinkan dia untuk diklasifikasikan sebagai anggota bangsa itu, karena itu menyiratkan “menjadi bagian dari kelompok majikan.”

Dengan kata-kata yang sederhana dan jelas, dia menegaskan, “Saya tidak bisa lagi merasakan identifikasi secara kolektif ini.”

Mengekspresikan penentangannya terhadap UU Negara Bangsa Yahudi, Burg berkata: “Makna dari undang-undang itu adalah bahwa warga negara Israel yang bukan Yahudi akan menderita karena memiliki status yang lebih rendah, mirip dengan apa yang diderita orang Yahudi selama beberapa generasi,” menambahkan “apa menjijikkan bagi kami, yang sekarang kami lakukan terhadap warga negara non-Yahudi kami.”

Baca Juga: Anakku Harap Roket Datang Membawanya ke Bulan, tapi Roket Justru Mencabiknya

Dalam deklarasi ke pengadilan, dia menulis bahwa dia tidak “menerima definisi yang menyimpang dan diskriminatif dari negara sebagai milik bangsa Yahudi” dan bahwa dia tidak lagi ingin “kebangsaan”-nya untuk didaftarkan sebagai “Yahudi” di catatan Kementerian Dalam Negeri Israel, sebagai alasan dibalik tindakan simbolisnya.

Burg menjelaskan, keputusannya untuk melepaskan kewarganegaraan Yahudinya adalah perlu dan logis. “Saya bertanya pada diri sendiri, apa yang harus dilakukan warga yang tidak senang dengan hukum,” katanya kepada Haaretz.

“Ini bukan semacam undang-undang tentang pelanggaran lalu lintas – bagi saya, undang-undang ini merupakan perubahan dalam definisi eksistensial saya. Karena asumsi saya bahwa Pengadilan Tinggi tidak akan menyentuh undang-undang ini, saya akan melangkah ke tahap berikutnya,” tambahnya.

Burg mengacu pada keputusan bulan lalu oleh pengadilan untuk tidak membatalkan UU tersebut setelah serangkaian petisi.

Baca Juga: Tim Medis MER-C Banyak Tangani Korban Genosida di RS Al-Shifa Gaza

“Saya tidak menanyakan hal-hal radikal,” kata Burg, menjelaskan alasannya melepaskan kewarganegaraan Yahudinya. “Saya tidak meminta untuk didaftarkan sebagai orang Arab, atau karena saya tidak tahu apa. Permintaan saya menyatakan: Anda [yaitu, negara] mendefinisikan kembali pengertian kolektif. Saya bukan bagian dari kolektif di bawah definisi itu. Hapus Saya.”

Burg telah menanggapi kritik atas perjalanannya selama beberapa dekade dari jantung politik Israel hingga kritikus pinggiran negara pendudukan, dengan mengatakan bahwa pandangannya tetap teguh selama bertahun-tahun dan negaranya yang telah berubah.

“Ketika saya memasuki politik, pada 1980-an, saya melihat diri saya sebagai murid Yeshayahu Leibowitz yang jelas,” katanya, merujuk pada mendiang intelektual dan ilmuwan Ortodoks sayap kiri.

“Saya menganut dua prinsip: pemisahan agama dan negara, dan mengakhiri pendudukan. Puluhan tahun telah berlalu sejak saat itu, dan saya masih ingin pemisahan agama dan negara serta akhiri pendudukan. Saya belum berubah – Anda adalah orangnya yang telah berubah. Anda menjadi lebih sayap kanan, nasionalis, fundamentalis. Anda kurang demokratis. Saya di tempat yang sama.”

Baca Juga: Laba Perusahaan Senjata Israel Melonjak di Masa Perang Gaza dan Lebanon

Warga Palestina merupakan 20 persen dari total populasi Israel, tapi kini mereka menghadapi diskriminasi yang makin parah.

RUU Negara Bangsa yang mendeklarasikan Israel sebagai tanah air historis orang Yahudi disahkan pada musim panas 2018 lalu.(T/R1/P1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Jumlah Syahid di Jalur Gaza Capai 44.056 Jiwa, 104.268 Luka

Rekomendasi untuk Anda