Cape Town, MINA – Dua mantan duta besar Israel untuk Afrika Selatan menyebut pendudukan Israel di Tepi Barat sebagai “apartheid”, sejajar dengan sistem segregasi rasial yang dilembagakan di Afrika Selatan yang berakhir pada 1994.
Dalam sebuah opini yang diterbitkan pada hari Selasa (8/6) oleh GroundUp, sebuah situs berita Afrika Selatan, mantan duta besar Ilan Baruch dan Alon Liel, yang juga menjabat sebagai direktur jenderal Kementerian Luar Negeri Israel dari tahun 2000 hingga 2001, menulis bahwa situasi di Israel-Palestina adalah salah satu ketidaksetaraan yang melekat.
“Selama lebih dari setengah abad, Israel telah memerintah atas wilayah Palestina yang diduduki dengan sistem hukum dua tingkat, di mana, dalam sebidang tanah yang sama di Tepi Barat, pemukim Israel hidup di bawah hukum sipil Israel sementara orang Palestina hidup di bawah hukum militer,” tulis mereka dalam opini tersebut, demikian dikutip dari Middle East Eye.
Menunjuk pemukiman ilegal Israel di Tepi Barat, Baruch dan Liel menyarankan pemerintah Israel terinspirasi oleh proyek Bantustan Afrika Selatan, di mana penduduk kulit hitam dipisahkan dari populasi kulit putih minoritas Afrika Selatan.
Baca Juga: Tentara Israel Cemas Jumlah Kematian Prajurit Brigade Golani Terus Meningkat
“Tepi Barat hari ini terdiri dari 165 ‘kantong-kantong’ – yaitu, komunitas Palestina yang dikelilingi oleh wilayah yang diambil alih oleh perusahaan pemukiman,” tulis mereka.
Dalam tulisan tersebut dikatakan bahwa bantuan Afrika Selatan di bawah rezim apartheid dan peta wilayah Palestina yang diduduki saat ini, didasarkan pada gagasan yang sama untuk memusatkan populasi yang ‘tidak diinginkan’ di area sekecil mungkin, dalam serangkaian daerah yang tidak bersebelahan.
“Dengan secara bertahap mengusir populasi ini dari tanah mereka dan memusatkan mereka ke daerah padat dan susah, baik Afrika Selatan saat itu dan Israel hari ini bekerja untuk menggagalkan otonomi politik dan demokrasi sejati,” jelasnya.
Ilan Baruch dan Alon Liel menarik kesejajaran antara proyek Bantustan Afrika Selatan dan pemukiman Israel di Tepi Barat
Baca Juga: Anakku Harap Roket Datang Membawanya ke Bulan, tapi Roket Justru Mencabiknya
Dalam artikel opini, mantan duta besar mengatakan bahwa waktu mereka di Afrika Selatan telah membuat mereka lebih memahami realitas di Israel-Palestina dan bahwa dunia harus membela Palestina seperti yang mereka lakukan melawan apartheid di Afrika Selatan pada 1990-an.
Liel adalah duta besar untuk Afrika Selatan selama masa transisi dari apartheid dari 1992 hingga 1994, sementara Baruch menjabat dari 2005 hingga 2008.
Mereka juga memperingatkan bahwa pendudukan Israel tidak bersifat sementara dan bahwa pemerintah Israel tidak memiliki kemauan politik untuk mengakhirinya.
“Sudah waktunya bagi dunia untuk menyadari bahwa apa yang kita lihat di Afrika Selatan beberapa dekade lalu juga terjadi di wilayah Palestina yang diduduki,” tulis mereka.
Baca Juga: Tim Medis MER-C Banyak Tangani Korban Genosida di RS Al-Shifa Gaza
“Sudah waktunya bagi dunia untuk mengambil tindakan diplomatik yang tegas dalam kasus kami juga dan bekerja untuk membangun masa depan kesetaraan, martabat, dan keamanan bagi warga Palestina dan Israel,” tegasnya.
Baruch dan Liel juga telah lama bekerja sebagai bagian dari kampanye untuk memajukan pengakuan negara Palestina oleh pemerintah Eropa. (T/R6/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Laba Perusahaan Senjata Israel Melonjak di Masa Perang Gaza dan Lebanon