Jakarta, MINA – Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi menyampaikan pidato pada Seminar Nasional Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional Untuk Prof. Mochtar Kusumaatmadja di Jakarta, Rabu (24/5).
“Sebuah kehormatan bagi kami menjadi tuan rumah Seminar Nasional untuk membahas pemberian gelar Pahlawan Nasional bagi Prof. Mochtar Kusumaatmadja,” ujar Retno dalam pidatonya.
Retno mengatakan, Prof. Mochtar pernah menjadi Guru Besar Universitas Padjajaran, Menteri Kehakiman, Menteri Luar Negeri. Orang Indonesia pertama yang jadi anggota International Law Commission pakar hukum dunia yang dibentuk PBB.
“Beliau adalah juga seorang diplomat ulung yang berhasil menorehkan beberapa jejak yang tidak akan terhapus dalam sejarah diplomasi Indonesia,” katanya.
Baca Juga: Puluhan Ribu Orang Tanda Tangani Petisi Tolak Gelar Doktor Bahlil
Pertama, beliau berperan penting memperjuangkan pengakuan internasional terhadap Indonesia sebagai negara kepulauan.
Sebuah capaian yang sangat luar biasa, kemenangan dan kulminasi perjuangan diplomasi selama 25 tahun. Sebuah deklarasi unilateral Deklarasi Juanda yang kemudian menjadi hukum internasional yang diakui dalam Konvensi Hukum Laut 1982 atau sebut UNCLOS 1982.
Indonesia berhasil memperoleh wilayah perairannya tanpa mengangkat senjata. Perairan pedalaman RI tidak lagi terpecah-pecah wilayahnya, tetapi menjadi lebih utuh sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“UNCLOS 1982 ini akan terus digunakan Indonesia di dalam memperjuangkan hak-haknya termasuk di Laut China Selatan,” tegas Retno.
Baca Juga: Pelatih Timnas Arab Saudi Puji Suporter Indonesia
Kedua, kata Menlu RI, Prof. Mochtar mengedepankan softpower diplomacy. Sebagai seorang budayawan ia paham betul pentingnya kebudayaan sebagai aset dari soft power.
Prof. Mochtar sukses mempromosikan budaya Indonesia di kancah internasional, dari mendirikan restoran Nusantara Indonesia di New York (1986), membentuk Nusantara Chamber Orchestra (1988), hingga mengusung pameran kebudayaan Indonesia di AS (1990-1991).
Semua ini demi membangun citra positif Indonesia di mata dunia sekaligus memperkuat jembatan kebudayaan antara Indonesia dengan negara lain.
Di dalam negeri, Prof. Mochtar juga mendirikan Museum Konferensi Asia Afrika. Museum ini adalah pengingat tonggak kepemimpinan Indonesia yang menginspirasi kemerdekaan banyak bangsa di dunia di masa itu.
Baca Juga: Banjir Rob Muara Angke Capai Satu Meter, Warga Dievakuasi
Pemanfaatan soft power dalam diplomasi merupakan sebuah terobosan pada masanya.
Ketiga, lanjut Retno, Prof. Mochtar menginisiasi mediasi konflik antara Viet Nam dan Kamboja. Upaya diplomasi beliau membuka jalan bagi rangkaian proses perdamaian dengan menghasilkan Ho Chi Minh City Understanding yang kemudian menjadi landasan pelaksanaan Jakarta Informal Meetings, hingga berujung pada Paris Peace Agreement yang sampai saat ini masih diingat oleh Kamboja dan Vietnam.
Sebagai Menlu, Prof. Mochtar paham betul pentingnya perdamaian dan stabilitas di kawasan dan ekspektasi dunia terhadap kepemimpinan Indonesia di dalam penyelesaian berbagi konflik.
Pemikirannya dalam memajukan hukum internasional, soft power diplomacy dan kiprah mediasi Indonesia merupakan karakteristik polugri yang bertahan dari dulu hingga sekarang.
Baca Juga: Masyarakat Diimbau Waspada Banjir Lahar di Kawasan Empat Gunung Berapi
Dengan kontribusinya, Indonesia selalu berdiri tegak memperjuangkan kepentingan nasional sekaligus terus berupaya berkontribusi dalam menciptakan perdamaian dunia.
“Bagi saya, Prof. Mochtar sudah merupakan seorang Pahlawan,” kata Retno.
“Karena itu, pemberian gelar Pahlawan Nasional bagi beliau sangatlah pantas sebagai penghormatan terhadap kontribusi beliau bagi Indonesia dan juga bagi dunia, sekaligus memastikan beliau terus menjadi inspirasi bagi generasi muda bangsa Indonesia terkhusus bagi para Diplomat Indonesia,” pungkasnya. (L/RE1/RI-1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Erupsi Lewotobi NTT Berkurang, Penerbangan Kembali Normal