Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

MANTAN OPERATOR DRONE AS ALAMI TRAUMA

Admin - Sabtu, 8 Juni 2013 - 23:34 WIB

Sabtu, 8 Juni 2013 - 23:34 WIB

385 Views ㅤ

Teheran, 30 Rajab 1434/9 Juni 2013 (MINA) – Seorang mantan operator drone Angkatan Udara Amerika Serikat menglaami trauma karena dihantui keikutsertaannya dalam operasi yang menewaskan lebih dari 1.600 orang di Irak dan Afghanistan.

Dalam sebuah wawancara dengan NBC News, Brandon Bryant (27), ingat ketika menyaksikan kematian di saat ia memberikan kontribusi dari jauh, lansir Fars News yang dikutip Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj News Agency) Ahad (9/6).

Bryant yang mengoperasikan drone pembunuh di atas Irak dan Afghanistan selama lima tahun mengatakan, dia telah “kehilangan rasa hormat terhadap kehidupan” karena telah mengambil bagian dalam operasi yang diperkirakan merenggut 1.626 nyawa.

Dia menjelaskan bahwa dirinya sangat naif saat bergabung dengan Angkatan Udara  AS pada usia 19 tahun. Saat itu, perekrut mengatakan kepadanya ia akan menjadi orang seperti karakter dalam film James Bond yang bertugas memberi informasi kepada orang-orang dalam misi.

Baca Juga: AS Pertimbangkan Hapus HTS dari Daftar Teroris

Bryant masih ingat dalam tugas pertamanya sebagai operator pesawat tak berawak di pangkalan Angkatan Udara di Nevada. Dia mengoperasikan kamera ketika tim mereka meluncurkan dua rudal dari pesawat tak berawak di Afghanistan.

Rudal menghantam tiga orang di jalanan. Bryant ingat, saat itu dia dan seluruh tim sedang menonton korban di layar komputer mereka.

“Orang yang berlari ke depan, kehilangan kaki kanannya, dan aku melihat orang ini kehabisan darah, maksudku darah panas,” katanya. Bryant mengatakan gambar termal pria itu tumbuh redup di layar sampai warnanya menjadi warna yang sama dengan tanah, itu menandakan bahwa dia sudah mati.

Sebelumnya salah satu radio yang berbasis di Amerika Serikat (AS), National Public Radio (NPR) melaporkan bahwa Bryant menyesali tindakannya tersebut. “Aku sadar telah mengembangkan keinginan untuk membunuh,” katanya kepada NPR.

Baca Juga: Mahasiswa Yale Ukir Sejarah: Referendum Divestasi ke Israel Disahkan

Menurut laporan NPR, Bryant telah meninggalkan program kontroversial AS tersebut lebih dari dua tahun yang lalu. Bryant yang saat ini menjadi tunawisma mengatakan, sekarang dia menderita berbagai gangguan seperti marah dan sulit tidur, serta telah didiagnosis dengan Pasca-Trauma Stress Disorder (PTSD).

Menurut Senator Republik Lindsey Graham, serangan pesawat tak berawak AS telah menewaskan lebih dari 4.700 orang di luar negeri sejak tahun 2004. Investigasi lokal dan internasional menunjukkan bahwa sebagian besar mereka yang tewas dalam serangan tersebut adalah warga sipil. (T/P09/P01).

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Israel Caplok Golan, PBB Sebut Itu Pelanggaran

Rekomendasi untuk Anda