MAPIM: Eksepsionalisme Amerika Harus Ditolak

Kuala Lumpur, MINA – Majelis Perundingan Pertubuhan Islam Malaysia () mengatakan, pandangan sebuah negara besar seperti Serikat tidak perlu mematuhi peraturan hukum (eEksepsionalisme) harus ditolak.

“AS melenturkan ototnya untuk memaksa dunia menerima apa pun yang ingin dilakukan AS bahkan melakukan kejahatan perang terhadap warga sipil,” kata Presiden MAPIM Mohd Azmi Abdul Hamid dalam keterangan tertulis yang diterima MINA, Sabtu (13/6).

Pernyataan itu dikeluarkan MAPIM setelah Amerika menjatuhkan sanksi kepada Mahkamah Pidana Internasional () yang melakukan penyelidikan kejatahan . MAPIM juga secara tegas mengutuk tindakan Trump itu.

Trump mengeluarkan perintah eksekutif pada Kamis, mengatakan bahwa Amerika Serikat akan memblokir semua properti dan aset Amerika siapa pun di ICC yang terlibat dalam penyelidikan.

“Dia telah memberikan sanksi dan pembatasan visa tambahan terhadap personil yang menyelidiki apakah pasukan Amerika melakukan kejahatan perang di Afghanistan,” kata MAPIM.

MAPIM menilai, memblokir ICC dari menjalankan fungsinya adalah standar ganda dan penolakan keadilan bagi para korban kejahatan perang serius baik di Afghanistan, Israel, Irak atau Palestina.

“Dunia tidak bisa tinggal diam atas penghalang keadilan internasional yang  ini,” tegasnya.

“Apa hak AS untuk menghalangi jaksa penuntut ICC, Fatou Bensouda untuk menyelidiki kemungkinan kejahatan yang dilakukan antara 2003 dan 2014 termasuk dugaan pembunuhan massal warga sipil oleh Taliban, serta pasukan AS dan anggota Central Intelligence Agency (CIA)?,”  demikian MAPIM.

Menurutnya, AS sedang mengecualikan pembebasan diri dari investigasi dan sampai pada tahap mencabut visa penuntut kepala ICC sebagai bagian dari pembatasan yang lebih luas pada staf ICC yang memeriksa personel Amerika atau sekutu.

“Bahkan mantan penasihat keamanan nasional AS John Bolton memperingatkan pada 2018 bahwa AS akan menangkap hakim ICC jika pengadilan mengejar penyelidikan Afghanistan,” katanya.

MAPIM melihat ini adalah serangan terhadap aturan hukum internasional dan mengajak semua negara di dunia untuk secara tegas mengutuk serangan AS terhadap ICC.

AS menginvasi Afghanistan untuk menggulingkan rezim Taliban yang berkuasa pada tahun 2001. Pasukan Amerika sejak itu tetap berada di negara Afgahnistan melalui kepresidenan George W. Bush, Barack Obama, dan Donald Trump.

AS telah menghancurkan Afghanistan. Pertempuran terus berlanjut sejak – tahun lalu lebih dari 3.400 warga sipil tewas dan hampir 7.000 terluka, menurut data yang diberikan oleh badan-badan PBB.

Lebih dari 100.000 warga Afghanistan juga telah terbunuh atau terluka sejak 2009, ketika Misi Bantuan PBB di Afghanistan mulai mendokumentasikan korban. (T/R6/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)