Petaling Jaya, 28 Rabi’ul Awwal 1438/28 Desember 2016 (MINA) – Sebuah armada kemanusiaan “Food Flotilla” akan berangkat dari Malaysia menuju Negara Bagian Rakhine di Myanmar pada Januari 2017 mendatang.
Armada ini diharapkan akan memberikan hampir 200 ton beras, bantuan medis dan perlengkapan penting lainnya pada negara bagian yang dekat dengan Teluk Benggala.
Rencananya, armada yang diluncurkan oleh Majelis Perunding Pertubuhan Islam Malaysia (MAPIM), Kelab Putra 1Malaysia dan koalisi ormas Islam Malaysia itu diagendakan meninggalkan Pelabuhan Klang pada 10 Januari 2017 dan diperkirakan akan kembali sekitar dua pekan kemudian.
Sekjen MAPIM Zulhanis Zainol kepada The Star Online yang dikutip MINA bahwa ada tiga skenario armada dapat lalui yakni diperbolehkan dalam menyerahkan bantuan, disuruh kembali dari perairan Myanmar atau bahkan diserang oleh pasukan keamanan Myanmar.
Baca Juga: Trump: Rakyat Suriah Harus Atur Urusan Sendiri
Dia mengatakan bahwa tujuan utama dari armada itu untuk mendukung masyarakat Muslim Rohingya di kota Maungdaw dan Buthidaung.
“Akses menuju daerah-daerah tersebut benar-benar diblokir. Ini menyerupai Gaza sebagai korban terjepit di antara serangan militer dan penutupan perbatasan menuju negara tetangga.
“Akibatnya, semua akses diblokir dan lembaga-lembaga kemanusiaan tidak diizinkan masuk,” kata Zulhanis.
Dia memperkirakan 200 peserta untuk armada itu, termasuk anggota ormas, praktisi media, tim medis, mantan menteri, politisi, tokoh agama, relawan dan kru.
Baca Juga: Agresi Cepat dan Besar Israel di Suriah Saat Assad Digulingkan
“Kami juga ingin membawa pesan perdamaian dengan armada tersebut. Hal ini tidak hanya masalah agama tapi satu isu kemanusiaan,” kata Zulhanis.
Sebelumnya, menteri luar negeri dari negara-negara ASEAN bertemu pada 19 Desember di Yangon untuk membahas isu Rohingya, yang menjadi isu perdebatan di wilayah tersebut.
Menlu Malaysia Datuk Seri Anifah Aman dilaporkan mengatakan bahwa akses kemanusiaan tanpa hambatan ke daerah-daerah harus segera diberikan.
Kekerasan dalam beberapa pekan terakhir terhadap etnis Muslim Rohingya telah mengakibatkan sedikitnya 86 orang terbunuh dan lebih dari 30.000 menjadi pengungsi.
Baca Juga: Parlemen Brasil Keluarkan Laporan Dokumentasi Genosida di Gaza
Pasukan Myanmar menyerbu ke barat Negara Bagian Rakhine dalam menanggapi serangan terkoordinasi pada tiga pos perbatasan pada 9 Oktober yang menewaskan sembilan polisi.
Kelompok hak asasi manusia menuduh pasukan penjaga militer dan perbatasan memperkosa wanita Rohingya, membakar rumah-rumah dan membunuh warga sipil, meskipun hal ini telah dibantah oleh pemerintah dan militer Myanmar.
Dianggap stateless dan sering menjadi sasaran kekerasan sewenang-wenang serta kerja paksa di Myanmar, Rohingya dianggap oleh PBB sebagai salah satu minoritas yang paling teraniaya di dunia.
Hingga Oktober tahun ini, ada 54.586 pengungsi Rohingya terdaftar di Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) di Malaysia, meskipun perkiraan tidak resmi menempatkan angka pada tiga kali lipat lebih banyak. (T/R01/P1)
Baca Juga: Bank dan Toko-Toko di Damaskus sudah Kembali Buka
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)