Marak Perkawinan Lansia Dengan Remaja

Oleh: Illa Kartila – Redaktur Senior Kantor Berita MINA

Menikah bagi seorang Muslim, selain untuk melaksanakan sunnah Rasul yang tujuannya menjauhkan diri dari perbuatan maksiat, juga mewujudkan cinta kasih antara dua insan dalam suatu ikatan yang dibenarkan oleh agama.

Pria dan wanita diijinkan menikah setelah usia mereka mencapai akil baligh dan memenuhi ketentuan UU No.1 Tahun 1974 yang mengatur calon pengantin minimal harus berumur 19 tahun.

Namun beberapa tahun terakhir ini, fenomena di mana pria atau wanita gaek menikah dengan lelaki atau perempuan, semakin marak. Ada yang mengaku dasarnya cinta, dorongan psikologis ada juga karena alasan ekonomi.

Simak kisah cinta antara kakek Sarna (78) dan remaja di bawah umur, Noni Novita Handayani (17), pasangan suami istri beda usia, asal Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Keduanya sempat dimabuk asmara dan beda usia yang sangat jauh, 61 tahun, tidak menghalangi mereka untuk naik ke pelaminan, awal Oktober lalu. Bahkan mereka mengaku ingin segera punya momongan.

Juga tidak kalah menghebohkan perkawinan pasangan Guntoro (18) – remaja yang belum lama tamat sekolah – dengan Maryam (52) yang tinggal di Indrapura, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara.

Usia mereka yang terpaut cukup jauh, tak menghalangi pasangan itu untuk melangsungkan perkawinan. “Saya tak peduli apa kata orang, saya terima dia apa adanya. Maryam sayang dan mencintai saya sepenuh hati,” kata Guntoro.

Tak kalah menariknya adalah perkawinan antara Sofian Loho Dandel (28), warga Pulau Mantehage, Minahasa Utara, dengan wanita gaek yang lebih pantas menjadi neneknya, Martha Potu yang telah berusia 82 tahun.

Begitu juga dengan perkawinan nenek Rohaya (71) dengan Slamet (16), seorang remaja di bawah umur, di Desa Karangendah, Kecamatan Lengkiti, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. Perbedaan
usia 55 tahun, tampaknya tidak menghalangi pasangan ini untuk berbahagia.

Sah-sah saja

Terhadap fenomena perkawinan dengan remaja, seorang psikolog dari Klinik Pelangi, Irene Raflesia, M. Psi menilai, hubungan serius seperti pernikahan umumnya dilandasi oleh cinta dan rasa nyaman.

“Kita tidak dapat mengendalikan kepada siapa akan jatuh cinta, termasuk bila kita suka pada pasangan dengan rentang umur terpaut jauh. Sah-sah saja menikahi perempuan yang lebih tua walau stigma masyarakat masih memandang hal ini sebagai suatu yang tidak biasa,” katanya.

Menurut dia, wanita umumnya relatif lebih cepat matang ketimbang laki-laki. Irene mengutip hasil studi dari Newcastle University, UK (2018) yang menunjukkan, kematangan dicapai lebih dulu oleh wanita daripada pria, khususnya pada area kognitif dan emosi selama masa kanak-kanak dan remaja.

“Ini berarti walau perempuan dan laki-laki bisa saja seumur, tingkat kematangan mentalnya bisa berbeda. Pria mungkin merasa lebih nyaman dengan sosok perempuan yang lebih tua. Mungkin akibat asumsi bahwa semakin meningkat usia perempuan maka makin bertambah tingkat kematangan mentalnya,” katanya.

Suatu perkawinan tampaknya bukan hanya menyatukan dua hati dan menyangkut suatu kesatuan yang luhur dalam berumah tangga. Diharapkan juga kebahagiaan diperoleh oleh dua insan, baik di dunia maupun di akhirat.

Ikatan suci perkawinan menjamin keharmonisan, kebahagiaan dan ketentraman, selama memegang teguh Islam bersama. Apalagi ditambah dengan mengikuti suri tauladan Nabi Muhammad SAW bersama istrinya.

Tujuan Perkawinan

Salah satu tujuan perkawinan dalam Islam menurut Al Quran dan hadist, dijelaskan dalam sabda Nabi SAW:
“Menikah adalah sunnahku, barangsiapa yang tidak mengamalkan sunnahku, bukan bagian dariku. Maka menikahlah kalian, karena aku bangga dengan banyaknya umatku (di hari kiamat).” (HR. Ibnu Majah no. 1846).

Tujuan lainnya adalah menguatkan ibadah sebagai benteng kokoh akhlaq manusia. Perkawinan merupakan hal yang mulia dalam Islam. Ikatan suci yang bermanfaat dalam menjaga kehormatan diri, serta terhindar dari hal-hal yang dilarang agama.

Apabila telah menikah, dianjurkan untuk menundukkan pandangan. Juga membentengi diri dari perbuatan keji dan merendahkan martabat, salah satunya zina.

“Wahai para pemuda, jika kalian telah mampu, menikahlah. Sungguh menikah itu lebih menentramkan pandangan dan kelamin. Bagi yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa bisa menjadi tameng baginya.” (HR. Bukhari No. 4779).

Perkawinan juga menyempurnakan agama. Terasa lebih indah bila menjalani kebahagiaan dunia dan akhirat bersama pasangan yang tepat dalam biduk rumah tangga. Tujuan lain dari pernikahan dalam Islam, untuk menyempurnakan separuh agama. Separuhnya lagi melalui berbagai ibadah.

“Barangsiapa menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh ibadahnya (agamanya). Dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah SWT dalam memelihara yang sebagian sisanya.” (HR. Thabrani dan Hakim).

Menikah juga berarti mengikuti perintah Allah SWT. “Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. (QS. An-Nur Ayat 32).

Perkawinan juga dimaksudkan untuk mendapatkan keturunan, guna
melestarikan putra-putri Adam. Dalam Islam salah satu jalan investasi di akhirat – selain beribadah – juga memiliki anak-anak yang sholeh/sholehah. (A/RS1/P2)

MINA – Islamic News Agency