Maroko Siap Pertimbangkan Petisi untuk Hentikan Normalisasi dengan Israel

Ilustrasi Bendera Maroko. (Foto; Istimewa)

Rabat, MINA – Pemerintah Maroko mengatakan siap untuk mempertimbangkan petisi yang menyerukan penghentian normalisasi hubungan dengan Israel

Pemerintah “siap untuk mempertimbangkan petisi tersebut”, kata Juru Bicara Pemerintah, Mustafa Baytas, Rabu (10/10), setelah sidang kabinet. Anadolu Agency melaporkan.

Aktivis hak asasi manusia mengumumkan rencana untuk mengajukan petisi yang menuntut Pemerintah Maroko menghentikan normalisasi hubungan dengan Israel.

Petisi adalah salah satu cara bagi masyarakat Maroko untuk mendesak pemerintah mengadopsi kebijakan publik atau membatalkan perjanjian. Sebuah komite pemerintah memeriksa setiap petisi yang diajukan untuk menerima atau menolaknya, menurut hukum Maroko.

“Petisi diselenggarakan berdasarkan Konstitusi tahun 2011, yang memberikan kesempatan kepada warga negara untuk mengekspresikan pendapat mereka mengenai isu-isu pembangunan atau untuk meminta pemberlakuan peraturan perundang-undangan,” kata Baytas.

Baca Juga:  Ismail Haniyeh: Tentara Tak Terkalahkan telah Ditundukkan

Maroko adalah negara Arab keempat yang setuju untuk menormalisasi hubungan dengan Israel pada tahun 2020 setelah Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Sudan.

Israel telah menggempur daerah kantong Palestina sejak serangan lintas batas oleh kelompok Palestina, Hamas, pada 7 Oktober, menewaskan sedikitnya 23.357 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, dan melukai 59.410 lainnya, menurut otoritas kesehatan setempat. Sekitar 1.200 warga Israel diyakini tewas dalam serangan Hamas.

Namun, sejak saat itu, Haaretz mengungkap bahwa helikopter dan tank tentara Israel, pada kenyataannya, justru yang telah membunuh lebih dari 1.139 tentara dan warga sipil pemukim yang diklaim oleh Israel telah dibunuh oleh Perlawanan Palestina.

Baca Juga:  Santri dan Warga Aceh Lakukan Aksi Bela Palestina di Masjid Raya Baiturrahman

Sekitar 85 persen warga Gaza telah mengungsi, sementara semuanya mengalami kerawanan pangan, menurut PBB. Ratusan ribu orang hidup tanpa tempat berlindung dan kurang dari separuh truk bantuan memasuki wilayah tersebut sebelum konflik dimulai. (T/R7/P1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Wartawan: sri astuti

Editor: Ismet Rauf