Jakarta, MINA – Literasi keagamaan menjadi sangat penting untuk mempromosikan martabat manusia (human dignity) di dalam masyarakat multikultural agar hak asasi manusia (HAM) dapat ditegakkan dalam kehidupan.
Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof Amin Abdullah mengatakan dalam keterangan tertulis yang diterima MINA, Kamis (16/11), martabat manusia tidak bisa hanya dipromosikan melalui supremasi hukum, tetapi juga lewat literasi keagamaan akan sangat berat sekali penegakan HAM dilakukan kalau hanya bertumpu pada aturan hukum.
“Kalau kita hanya terjebak pada masalah aturan hukum, saya kira berat sekali untuk menegakkan HAM. Karena itu yang dipentingkan sekarang adalah literasi keagamaan melalui pendidikan,” kata Amin Abdullah saat menjadi pembicara dalam Konferensi Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya, yang belum lama ini digelar.
Menurutnya, para guru di tingkat SD hingga SMA kurang diberikan akses untuk mengenal dan memahami ajaran agama dan kepercayaan kelompok lain yang berbeda dengan agama yang dipeluknya.
Baca Juga: Menag Wacanakan Pramuka Wajib di Madrasah dan Pesantren
Akhirnya berhadapan dengan politik pendidikan agama, sehingga terjadi pelarangan karena adanya kebekuan metode pendekatan didalam pendidikan agama.
“Maka dari itu, kita ingin menerobos masyarakat sipil di Indonesia. Seperti Institut Leimena dan lembaga-lembaga lainnya, ingin membanti guru-guru agama di seluruh Indonesia agar dapat mengenal literasi agama. Untuk bisa masuk menghargai martabat manusia melalui jalur pendidikan, bukan lewat jalur hukum saja,” ujar Amin Abdullah.
Saat ini, lanjut Amin, sudah ada sekitar 6.000 orang guru yang telah mengikuti program literasi keagamaan lintas budaya (LKLB). Mereka senang mendapatkan pelatihan ini karena mendapatkan ilmu baru yang tidak didapat dari pendidikan sebelumnya. Sehingga dapat membuat pemikiran mereka semakin terbuka tentang keberagaman agama dan budaya.
Amin menjelaskan ada tiga kompetensi yang diterapkan dalam LKLB, yaitu kompetensi pribadi, kompetensi komparatif dan kolaborasi. Kompetensi pribadi mengajarkan para guru agama maupun pelajaran lain memahami dan mengetahui ajaran agama mereka sendiri dengan seutuhnya dan sebaik mungkin. Guru harus memahami kitab suci secara utuh tidak dipenggal sesuai kepentingan pribadi atau kelompok.
Baca Juga: Imaam Yakhsyallah Mansur: Al-Qur’an Dikencingi Tentara Israel, Kita tidak Boleh Diam!
Kompetensi komparatif mengajarkan para guru tidak hanya memahami agama sendiri, tetapi juga harus mengetahui agama orang lain. Sedangkan, kompetensi kolaborasi mendorong para guru dapat berkolaborasi di dalam negara yang sangat multikultural.
Tidak Bergantung Identitas Agama
Duta Besar Amerika Serikat untuk Kebebasan Beragama Internasional tahun 2015-2017, David Saperstain, mengatakan hak-hak individu sebagai warga negara tidak boleh bergantung pada identitas agama atau keyakinan tetapi harus mengakui kesetaraan semua manusia.
“Seorang filsuf Yunani mengatakan relasi adalah aku dan kamu, bukan relasi aku dan itu. Karena kalau kamu dan itu, berarti kita mengobjektifikasi orang lain, dan apabila kita mulai mengobjektifikasi orang, kita menganggap seseorang tidak lagi manusia, maka inilah yang menjadi jalan yang berbahaya, bisa berujung pada persekusi, kekerasan, bahkan perang,” ujar David Saperstain.
Untuk itu, lanjut David, masyarakat harus merangkul kemanusiaan sesama yang berbeda agama dalam wujud toleransi. Toleransi adalah tahap dimana manusia siap mengakui kebebasan manusia lain yang berbeda agama, keyakinan atau budaya.
Baca Juga: Cuaca Jakarta Dominan Berawan dan Hujan Ringan Turun Sore Hari Ini
“Dalam literasi keagamaan lintas budaya, terjadi dialog dan diskusi membahas perbedaan-perbedaan yang dimiliki tanpa dikekang rasa takut. Bersosialisasi dan saling belajar makna dan ajaran agama lain serta dapat mendiskusikannya dengan damai,” kata Saperstein.
Direktur Jenderal Institut Pemahaman Islam Malaysia (IKIM), Mohamed Azam Mohamed Adil, mengatakan martabat manusia bisa saja tergerus oleh keangkuhan dan kesombongan akibat rasa paling benar dalam diri seseorang. Maka dibutuhkan pemahaman bahwa HAM merupakan hak yang tidak dapat dipisahkan, sehingga orang-orang tidak sewenang-wenang mengambil hak insani seseorang.
Direktur Eksekutif The Network for Religious and Traditional Peacemakers Mohamed Elsanousi mengatakan empat hal untuk mempromosikan martabat manusia, yaitu memajukan literasi keagamaan untuk mendukung masyarakat dengan multi agama.
Selain itu, mengakui dan mempertimbangkan teologi kontektual dalam rangka menjawab dan meningkatkan literasi keagamaan; kebebasan agama dan keyakinan adalah landasan kemakmuran serta mencegah kekerasn; serta mendukung adanya peluang pendidikan untuk mendorong literasi keagamaan bagi perempuan dan pemuda.(R/R1/RS3)
Baca Juga: Puluhan Ribu Orang Tanda Tangani Petisi Tolak Gelar Doktor Bahlil
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Pelatih Timnas Arab Saudi Puji Suporter Indonesia