Jakarta, MINA – Mantan Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa mendorong ASEAN lebih proaktif dalam mengatasi krisis politik di Myanmar yang terjadi pascakudeta militer hampir dua tahun lalu dan masih belum berakhir hingga saat ini.
Dia juga mengharapkan Indonesia selaku Ketua ASEAN 2023 dapat lebih aktif untuk mencari solusi atas isu Myanmar yang hingga kini negara itu masih dikuasai militer.
MArty menilai, meski Lima Poin Konsensus (5PC) masih sangat relevan untuk membantu menyelesaikan konflik Myanmar, Namun, ASEAN tetap harus berbuat banyak dalam implementasi konsensus tersebut.
“5 PC merupakan kesepakatan bersama para pemimpin ASEAN yang bersifat mengikat junta Myanmar yang memungkinkan ASEAN untuk meminta pertanggungjawaban mereka untuk mengimplementasikannya. Terutama pada penghentian kekerasan yang merupakan poin pertama konsesus itu,” ujarnya kepada awak media di Jakarta, Senin (13/2).
Baca Juga: Joe Biden Marah, AS Tolak Surat Penangkapan Netanyahu
Marty menyampaikan, ASEAN juga bisa mendorong Dewan Keamanan PBB untuk memberikan suatu otorisasi untuk menciptakan kapasitasnya dalam memonitor pelaksanaan poin 5PC tersebut.
“ASEAN dapat mengirim tim monitor atau melakukan pemantauan seberapa jauh komitmen tersebut dilaksanakan,” imbuhnya.
Marty juga mendorong perlunya dialog antara pihak-pihak terkait di Myanmar, khususnya dalam bidang politik-keamanan bersama ASEAN. Selain itu juga perlu dialog membahas bantuan kemanusiaan berkelanjutan dan upaya mencari jalan keluar pada krisis Myanmar.
Sebelumnya, Indonesia mengusulkan untuk merundingkan Rencana Implementasi Lima Poin Konsensus (5PC) Myanmar. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengungkapkan, rencana ini mendapat dukungan dari para anggota ASEAN.
Baca Juga: Inggris Hormati Putusan ICC, Belanda Siap Tangkap Netanyahu
ASEAN terus berusaha membantu Myanmar keluar dari krisis, terutama dengan mendorong implementasi 5 Poin Konsensus. Namun sayangnya, hingga saat ini 5 Poin Konsensus belum diimplementasikan dengan baik walau junta Myanmar sudah ikut menyetujui saat disepakati di tahun 2021.
Kasus-kasus pelanggaran HAM masih terus terjadi di Myanmar akibat tindakan junta militer. Menjelang akhir 2022, PBB menyebut kondisi di Myanmar sudah berubah dari “parah” menjadi “mengerikan”.
Pada Januari 2023, PBB juga mendorong komunitas internasional untuk mendukung kelompok National Unity Government (NUG) atau Pemerintah Persatuan Nasional, serta agar jangan mengakui legitimasi junta militer Myanmar.(L/R1/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Guido Crosseto: Kami akan Tangkap Netanyahu Jika Berkunjung ke Italia