Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Masjid Al-Aqsa: Simbol Tauhid dan Perlawanan Umat

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 4 jam yang lalu

4 jam yang lalu

8 Views

Masjid Al Aqsa (foto: ig)

MASJID Al-Aqsa bukan sekadar bangunan tua bersejarah di Yerusalem. Ia adalah simbol keimanan, pusat spiritual, dan titik awal perjalanan agung Isra Mi’raj Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Di tengah arus deras propaganda yang ingin mengaburkan maknanya, umat Islam perlu kembali menyadari: membela Al-Aqsa dan Palestina bukanlah sekadar isu politik atau kemanusiaan. Ini adalah panggilan iman, urusan akidah, dan bentuk nyata pembelaan terhadap Tauhid yang diwariskan sejak Nabi Ibrahim ‘alaihis salam.

Masjid Al-Aqsa merupakan masjid tertua kedua di muka bumi setelah Ka’bah. Dalam hadits sahih riwayat Bukhari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan bahwa masjid pertama yang dibangun di bumi adalah Masjidil Haram, lalu setelahnya Masjid Al-Aqsa, dengan jarak 40 tahun antara keduanya. Ini menandakan posisi strategis dan spiritual Al-Aqsha yang luar biasa penting sejak masa kenabian awal.

Dalam Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 1, Allah berfirman, “Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjid Al-Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Ayat ini menegaskan bahwa Al-Aqsha adalah titik keberangkatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menuju langit dalam peristiwa Isra dan Mi’raj—sebuah perjalanan spiritual agung yang membuahkan kewajiban shalat lima waktu, ibadah pokok dalam Islam.

Baca Juga: Asep Fathurahman: Israel Makin Lemah, Konflik Iran-Israel Mengubah Fokus Dunia

Tidak hanya itu, di Al-Aqsa pula Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi imam bagi para nabi, dari Adam hingga Isa ‘alaihimussalam. Momen ini menegaskan bahwa risalah Islam adalah kelanjutan dari risalah para nabi sebelumnya, dan bahwa kepemimpinan spiritual umat manusia telah berpindah dari Bani Israil kepada umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Selama lebih dari 15 tahun awal kenabian, kiblat umat Islam pun mengarah ke Baitul Maqdis, sebelum akhirnya dipindahkan ke Ka’bah. Ini menunjukkan bahwa Al-Aqsa bukan sekadar tempat sejarah, melainkan bagian dari jantung peribadatan umat Islam.

Secara teologis, Al-Aqsa adalah simbol Tauhid, tempat para nabi menyerukan keesaan Allah. Dari situlah ajaran murni Nabi Ibrahim, Musa, Dawud, Sulaiman, Zakariya, Yahya, dan Isa ‘alaihimussalam bergema. Maka tak heran, ketika Al-Aqsha dihinakan dan dinodai, itu bukan hanya penistaan pada sejarah—tetapi juga penodaan terhadap nilai-nilai tauhid yang dibawa oleh para nabi.

Membela Palestina: Bukan Isu Politik, Ini Masalah Akidah

Baca Juga: Fenomena Artis Masuk Islam, Peran Platform Digital dalam Perjalanan Spiritual

Seringkali pembelaan terhadap Palestina dan Al-Aqsa direduksi menjadi isu politik semata. Padahal, bagi seorang Muslim yang memahami agamanya, ini adalah masalah akidah yang melekat erat dengan keimanan.

Ketika sebuah tempat suci Islam, tempat bersejarah kenabian, dirampas dan dihina, maka diamnya umat bukanlah netralitas, melainkan ketidakpekaan terhadap panggilan iman. Bukankah Allah berfirman, “Dan mengapa kamu tidak berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah di antara laki-laki, wanita-wanita, dan anak-anak yang berdoa: ‘Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang zalim penduduknya…'” (Qs. An-Nisa: 75)

Ayat ini bukan hanya ajakan untuk membela, tapi teguran bagi mereka yang berdiam diri ketika saudara-saudara kita dizalimi dan negeri mereka diambil paksa.

Masalah Palestina adalah masalah penjajahan, pengusiran, dan penistaan terhadap kesucian. Namun lebih dari itu, ini adalah pertarungan identitas: antara akidah Tauhid dan ideologi zionisme. Ketika Al-Aqsa dipenuhi tentara bersenjata, bukan hanya tanah yang dijajah, tetapi nilai-nilai Islam itu sendiri diinjak.

Baca Juga: H-1 Tabligh Akbar Pusdai: Ribuan Muslim Siap Suarakan Solidaritas untuk Al-Aqsha

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa yang tidak peduli dengan urusan kaum Muslimin, maka ia bukan dari golongan mereka.” (HR. Thabrani)

Ini menegaskan bahwa kepedulian terhadap kondisi Palestina adalah salah satu bentuk kesatuan umat. Ia adalah tanda keimanan dan ukhuwah Islamiyah yang sejati.

Mereka yang membela Al-Aqsa bukan karena semata darah dan tanah, tetapi karena cinta kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan warisan kenabian. Membela Palestina bukan hanya empati kemanusiaan, tetapi juga bentuk loyalitas kepada agama.

Dan siapa pun yang menuduh perjuangan ini sebagai fanatisme buta atau gerakan politik semata, hendaknya membaca sejarah dan memahami bahwa keberpihakan pada Palestina adalah konsekuensi iman, bukan tren semusim.

Baca Juga: Strategi Iran di Tengah Konflik: Momentum Cerdas Lawan Agresi Israel

Kesadaran Kolektif: Dari Masjid ke Media Sosial

Kini, saat informasi mengalir deras, umat Islam dari berbagai profesi dan usia memiliki peran penting. Tidak semua dari kita mampu mengangkat senjata, namun semua dari kita bisa mengangkat suara. Dari mimbar masjid hingga akun media sosial, dari ruang kelas hingga ruang rapat—kita semua bisa menyuarakan bahwa Al-Aqsa bukan milik satu bangsa, tapi milik umat Islam sedunia.

Para pemuda bisa menulis, membuat konten edukatif, mendesain poster, menyebarkan kebenaran. Para guru bisa menjelaskan sejarah Al-Aqsa kepada murid-murid. Para ibu rumah tangga bisa mendoakan dan menyisihkan sedikit rezeki. Para dai bisa menyampaikan khutbah yang menyentuh. Para pengusaha bisa menyalurkan bantuan.

Ini bukan waktunya pasif. Ketika kezaliman menjadi terang-terangan, diam adalah kejahatan terselubung. Al-Aqsa menunggu suara kita. Palestina menanti doa dan tindakan kita. Umat Islam harus bersatu dalam kesadaran bahwa ini adalah ujian zaman yang akan dicatat dalam sejarah.

Baca Juga: Doa Mengiringi Langkahmu: 305 Cahaya Hati Tinggalkan Alfa Centauri

Ketahuilah, dalam setiap darah syuhada yang tumpah di tanah suci Al-Quds, ada nyala semangat yang tak pernah padam. Dalam setiap puing-puing bangunan, ada harapan yang bangkit. Umat ini, meski tertidur lama, tidak mati. Akan datang masa di mana Al-Aqsa kembali bebas, sebagaimana dijanjikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang tampil membela kebenaran. Mereka takkan terpengaruh oleh orang yang mengkhianati mereka, sampai datang keputusan Allah dan mereka tetap dalam keadaan seperti itu.” (HR. Bukhari, Muslim)

Dan ketika sahabat bertanya siapa mereka, Rasul menjawab: “Mereka berada di Baitul Maqdis dan sekitarnya.”

Maka mari kita meneguhkan akidah, menyatukan barisan, dan menghidupkan semangat jihad dalam segala bentuknya: ilmu, dakwah, media, ekonomi, dan pendidikan. Kita bukan hanya pewaris sejarah, tetapi juga penentu masa depan.

Masjid Al-Aqsa bukan hanya tempat. Ia adalah pesan. Ia adalah simbol. Ia adalah ujian iman kita. Dan kita dipanggil, bukan hanya untuk peduli, tetapi untuk bangkit.[]

Baca Juga: Imaam Yakhsyallah: Iran Bangun Keseimbangan Regional

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda