Jalur Gaza, 28 Muharram 1436/ 21 Nopember 2014 (MINA) – Siapa tidak kenal legenda muslim dunia, seorang mujahid pembebas bernama “Shalahuddin Al Ayubi”, seorang panglima peperangan sekaligus seorang Raja kaum Muslimin dari dinasti Ayubiyah yang saat penobatannya bersumpah untuk “tidak akan pernah tersenyum, selama Al Aqsa masih berada di dalam cengkraman para salibis imperium Romawi”. Seorang sultan yang hatinya selalu gelisah setiap mengingat kondisi masjid Al Aqsa. Dalam sejarah dikatakan beliau sampai sampai tidak sempat melakukan ibadah haji akibat sibuk dalam jihad membebaskan Masjid Al Aqsa.
Tekadnya itu dengan izin Allah akhirnya tercapai, kegundahan dan kegelisahaannya dijawab dan doa nya di ijabah oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Pada tahun 1187 masehi beliau berhasil menguasai kota Al Quds dan merebut kembali masjid Al Aqsa setelah hampir 88 tahun berada di tangan tentara salib.
Jalan raya dan Bangunan bangunan masjid yang mengabadikan “Shalahuddin”
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Perjalanan Shalahuddin al Ayubi dalam merebut kembali Masjid Al Aqsa ke pangkuan tidak mudah. Berbagai pertempuran dan peperangan harus dilalui satu demi satu. Singkat cerita setelah beliau memenangi pertempuran sengit di wilayah selatan Mesir, akhirnya dengan konvoi militernya, berjalan tegap dan gagah melewati kota Rafah hingga Baithanun dan terus berjalan hingga tembus di pintu gerbang Masjid Al Aqsa.
Rute yang diambil oleh pasukan Shalahuddin dalam membebaskan Masjid Al Aqsa telah diabadikan warga Mesir dan Palestina dengan menamakan jalan tersebut “Jalan Shalahuddin”.
Untuk diketahui bahwa di Jalur Gaza , Jalan Shalahuddin itu merupakan jalan raya utama yang melintang dari kota Rafah dan Khan Younis wilayah selatan Jalur Gaza, Deir Balah, Al Maghazi, dan Nusairat Jalur Gaza bagian tengah hingga kota Jabalia, Bait Lahia dan Bait Hanun wilayah utara Jalur Gaza.
Selain menjadi nama sebuah jalan utama, nama nama Shalahuddin juga banyak diabadikan oleh bangunan bangunan masjid di Jalur Gaza. Masjid-masjid Shalahuddin tersebut tersebar di beberapa wilayah di Jalur Gaza, diantaranya masjid Salahuddin yang berdiri di tepi jalan raya Shalahuddin di wilayah zaitun kota Gaza sebelah timur. Menurut warga sekitar, konon saat berjalan membebaskan Masjid Al Aqsa, pasukan Shalahuddin sempat singgah di daerah tersebut dan shalat di atas tanah masjid tersebut.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Selain di wilayah zaitun, masjid bernama shalahuddin lainnya terletak juga di tepi jalan raya shalahuddin namun kali ini di kota Rafah yang berada di selatan Jalur Gaza.
Masjid yang menjadi saksi tiga pertempuran Jalur Gaza
Bagi siapa saja yang melihat kondisi bangunan Masjid Shalahuddin di kota Rafah hari ini, tentu akan bisa merasakan beratnya hari hari yang dialami jalur gaza dalam beberapa tahun terakhir. Masjid dengan luas yang sederhana, di bangun sendirian diatas tanah yang tidak dekat dengan rumah rumah warga, berdiri tegak dengan banyak nya luka akibat gempuran tank tank milik Zionis Israel.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Kepada koresponden Kantor Berita Islam Miraj (MINA) di Gaza, imam Masjid Shalahuddin, Syeikh Abu Husam Al Humrani, menuturkan: “Masjid ini telah menjadi saksi dari tiga perang yang terjadi antara para pejuang Palestina di Gaza melawan militer Zionis Israel”.
Perlu diketahui bahwa sejak tahun 2008 silam Jalur Gaza mengalami tiga perang besar antara para Mujahidin Gaza melawan militer penjajah zionis Israel. Perang tahun 2008 dinamakan warga Gaza dengan “pertempuran Al Furqan”, tahun 2012 mereka namakan “Hijarat Assijjil” dan pertempuran bulan Juli-Agustus tahun 2014 lalu mereka namakan “Al Ashf Al Ma’kul”.
Tiga kali berdiri ditengah tengah perang sengit, sebanyak itu juga masjid Shalahuddin hancur dan terus dibangun kembali (rekontruksi) seperti kesaksian sang imam.
“setiap kali terjadi peperangan di gaza setiap kali itu lah kita harus membangun kembali dan memperbaiki reruntuhan masjid ini” kata Abu husam.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Tetap shalat berjama’ah di Masjid
Masjid shalahuddin ini memang vital bagi warga sekitar. Meskipun ukurannya yang tidak seberapa bagaimanapun kaum muslimin setempat rindu shalat berjama’ah di masjid. Sebuah masyarakat beragama islam tentu tidak bisa dilepaskan dengan sebuah masjid.
Abu Husam mengatakan, “bagaimanapun kami di sini perlu masjid untuk shalat berjama’ah”.
Meskipun tampak tidak layak di gunakan, namun Masjid Shalahuddin tetap digunakan oleh warga setempat untuk menghadap pencipta mereka, Allah sang tuan Rumah bangunan tersebut.
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Setelah memperlihatkan lubang lubang yang menganga di tembok masjid, batu batako tambalan yang ditumpuk se bisanya dengan campuran semen seadanya dan kubah berlubang yang di tambal dengan papan kayu tipis, dengan nada sedih pria berjenggot putih itu berkata, “kami tidak tahu dari mana kami bisa menutupi dana yang dibutuhkan untuk memperbaiki masjid ini”.
Pada musim dingin kondisi masjid yang seperti ini akan sangat menyiksa warga setempat yang menunaikan shalat subuh di masjid Shalahuddin. Tidak seperti di Indonesia, setiap tahunnya Jalur Gaza kedatangan suhu dingin yang mencapai kurang dari 5 derajat celcius. Dengan lubang lubang di tembok dan tidak ada satupun jendela yang terpasang, udara dingin bisa dengan seenaknya menghembuskan diri ke tubuh warga yang sedang beribadah sehingga bisa menggigil kedinginan.
Sedikitnya 6.000 dolar AS dibutuhkan untuk menutup jendela jendela masjid yang hancur. Demikian Abu Husam. Dengan nada putus asa beliau bertutur, ” kami sudah melakukan penghitungan kerugian, dan sedikitnya dibutuhkan 6000 dolar amerika hanya untuk menutup jendela jendela masjid”. (L/K02/P2SH)
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel