Di antara ayat-ayat mulia yang menggema dari langit, terselip satu ayat yang menyatukan dua kemuliaan, yaitu Masjidil Haram dan Masjidil Aqsa. Keduanya terikat dalam satu tarikan cahaya malam, dalam satu lintasan mukjizat Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Dalam kalam suci-Nya, Allah berfirman:
سُبْحَٰنَ ٱلَّذِىٓ أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِۦ لَيْلًا مِّنَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ إِلَى ٱلْمَسْجِدِ ٱلْأَقْصَا ٱلَّذِى بَٰرَكْنَا حَوْلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنْ ءَايَٰتِنَآ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ
Artinya: “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Isra [17]: 1).
Baca Juga: Zionisme: Ideologi Setan Berkedok Tanah Terjanji
Ayat ini bukan sekadar catatan sejarah, melainkan isyarat akan kaitan erat dua tanah suci yang menjadi poros spiritual umat Islam. Makkah adalah tempat kelahiran tauhid, dan Baitul Maqdis adalah tempat naiknya risalah ke langit.
Masjidil Haram adalah awal perjalanan, sedangkan Masjidil Aqsa adalah jembatan menuju langit. Dua tempat mulia ini saling memuliakan, serta saling menguatkan makna ibadah dan kepasrahan.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tak hanya mencintai Makkah. Tapi juga sangat mengidamkan Baitul Maqdis.
Seperti disebutkan dalam hadits dari Abu Dzar saat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
Baca Juga: Masjidil Aqsa, Lambang Kehormatan Umat Islam yang Terluka
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ مَسْجِدٍ وُضِعَ فِي الْأَرْضِ أَوَّلًا قَالَ الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ قَالَ ثُمَّ الْمَسْجِدُ الْأَقْصَى قَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ يَعْنِي بَيْتَ الْمَقْدِسِ قَالَ قُلْتُ كَمْ بَيْنَهُمَا قَالَ أَرْبَعُونَ سَنَةً
Artinya: “Wahai Rasulullah, masjid apakah yang pertama diletakkan oleh Allah di muka bumi?” Beliau bersabda, “Masjidil Haram”. Abu Dzar bertanya lagi, “Kemudian apa?”. Beliau bersabda, “Kemudian Masjidil Aqsa”. Berkata Abu Mu’awiyah “Yakni Baitul Maqdis”. Abu Dzar bertanya lagi, “Berapa lama antara keduanya?”. Beliau menjawab, “Empat puluh tahun”. (H.R. Ahmad).
Pahalanya pun agung, sebagaimana sabda Nabi:
اَلصَّلَاةُ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ بِمِائَةِ أَلْفِ صَلَاةٍ، وَالصَّلَاةُ فِيْ مَسْجِدِيْ، بِأَلْفِ صَلَاةٍ، وَالصَّلَاةُ فِيْ بَيْتِ الْمَقْدِسِ بِخَمْسِ مِائَةِ صَلَاةٍ
Baca Juga: Membela Palestina pun Bisa Melalui Pameran Foto
Artinya: “Shalat di Masjidil Haram lebih utama seratus ribu kali lipat daripada shalat di masjid-masjid lainnya. Shalat di Masjid Nabawi lebih utama seribu kali lipat. Dan shalat di Masjid Al-Aqsa lebih utama lima ratus kali lipat.” (H.R. Ahmad).
Maka, siapa yang mencintai Masjidil Haram namun mengabaikan Masjidil Aqsa, sungguh ia telah memisahkan yang tak terpisah, mengabaikan cahaya yang tak bisa dipadamkan.
Karena keduanya bukan sekadar tempat, tetapi dua cahaya dalam satu ayat, dua poros cinta dalam satu agama, dan dua saksi agung atas risalah yang dibawa dari bumi hingga langit.
Maka siapa pun yang menjaga keduanya, berarti dia sedang menjaga warisan langit yang dititipkan di bumi. []
Baca Juga: Kunjungan Transaksional Trump ke Timteng di Tengah Kelaparan Gaza
Mi’raj News Agency (MINA)