London, MINA – Sekelompok massa sayap kanan menyerang sebuah masjid di kota Southport, Inggris, Selasa malam (30/7), setelah mendengar beredarnya isu yang menyebutkan remaja berusia 17 tahun yang menyerang tiga anak di kelas dansa Taylor Swift hingga tewas, diduga seorang Muslim.
Ratusan pria yang menutupi wajah mereka berkumpul di luar Masjid Islamic Society, hanya berselang satu jam setelah ribuan orang berkumpul mengenang para korban serangan hari Senin. Middle East Eye (MEE) melaporkan.
Puluhan pria bertopeng terlihat melemparkan pot tanaman, batu bata, dan tong sampah kosong ke polisi antihuru-hara, sesaat sebelum mereka membakar mobil polisi.
Beberapa jendela masjid pecah dalam proses tersebut.
Baca Juga: ICC Perintahkan Tangkap Netanyahu, Yordania: Siap Laksanakan
Polisi Merseyside mengecam kekerasan tersebut dan melaporkan salah satu petugas mengalami patah hidung.
Foto dan video yang diunggah di media sosial menunjukkan beberapa polisi antihuru-hara dengan luka dan lecet di wajah mereka setelah bentrokan dengan massa sayap kanan.
“Sekitar pukul 19.45, sekelompok besar orang, diyakini sebagai pendukung English Defence League, mulai melemparkan barang-barang ke arah masjid setempat di St Luke’s Road di Southport,” kata kepolisian.
“Petugas yang dikerahkan saat ini menangani perilaku kriminal dan kekerasan dengan botol dan tempat sampah beroda yang dilemparkan ke arah mereka,” lanjutnya.
Baca Juga: Iran dan Arab Saudi Tegaskan Komitmen Perkuat Hubungan di Bawah Mediasi Tiongkok
Alice Dasilva Aguiar (9), Bebe King (6), dan Elsie Dot Stancombe (7), semuanya tewas ditikam dalam serangan hari Senin. Sementara 8 anak lainnya menderita luka tusuk dan 5 orang dalam kondisi kritis, bersama dengan 2 orang dewasa yang juga terluka parah.
Tersangka berusia 17 tahun lahir di Cardiff dari orangtua Rwanda dan pindah ke daerah Southport pada tahun 2013. Karena tersangka berusia di bawah 18 tahun, ia tidak dapat diidentifikasi secara hukum.
Polisi tidak memberikan rincian apa pun kecuali bahwa ia lahir di Inggris. Surat kabar The Sun melaporkan bahwa ia lahir di Cardiff pada tahun 2006 setelah orangtuanya, yang beragama Kristen, pindah dari Rwanda.
Tak lama setelah kekerasan dimulai, pemimpin sayap kanan Tommy Robinson mengatakan , massa yang melakukan kekerasan itu “dibenarkan” atas tindakan mereka dan mengatakan bahwa mereka didorong oleh kekhawatiran atas imigrasi.
Baca Juga: Kemlu Yordania: Pengeboman Sekolah UNRWA Pelanggaran terhadap Hukum Internasional
Dalam cuitan yang diunggah di X, Tommy Robinson yang dikenal sebagai aktivis dan juru kampanye anti-Islam mengatakan, “Sebelum siapa pun mulai mengecam orang-orang Inggris yang marah di Southport, tanyakan pada diri Anda sendiri, apa yang Anda harapkan dari mereka. Jangan sebut mereka perusuh, kemarahan mereka dapat dibenarkan.”
Atas tindakannya, Robinson pernah menjalani empat hukuman penjara antara tahun 2005 dan 2019.
Kata-katanya tampaknya merujuk pada rumor yang beredar luas di media sosial bahwa tersangka yang ditangkap karena penusukan tersebut berasal dari Suriah.
Beberapa akun media sosial besar, termasuk influencer Andrew Tate, juga menyebarkan klaim palsu bahwa penyerang tersebut adalah imigran ilegal.
Baca Juga: Parlemen Arab Minta Dunia Internasional Terus Beri Dukungan untuk Palestina
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Yvette Cooper telah memperingatkan agar tidak menggunakan pembunuhan tiga siswi sekolah itu untuk “menimbulkan perpecahan” dan menyebarkan informasi yang salah secara daring.
“Ini tentang anak-anak dan keluarga mereka yang berduka, dan banyak anak lainnya yang juga akan menghadapi trauma besar,” ujarnya.
Dalam sebuah pernyataan di halaman Facebook-nya, yang dibuat sebelum kekerasan meletus, masjid tersebut memposting bahwa mereka “benar-benar terkejut dan sedih” tentang serangan hari Senin. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Ribuan Warga Yordania Tolak Pembubaran UNRWA