Oleh: Chamid Riyadi, Jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Sejatinya, pendidikan adalah hal yang penting dan utama bagi seorang anak manusia. Namun sayang, realitanya pendidikan tak mampu dinikmati oleh semua anak bangsa. Masalahnya bukan saja kurang adanya kepedulian dari sebagian orang tua kepada anak-anaknya tapi akibat mahalnya biaya pendidikan di Indonesia
Seiring perkembangan zaman, kepedulian berbagai kalangan kepada pendidikan pun semakin meningkat. Hal itu terlihat dari mulai tumbuhnya lembaga-lembaga pendidikan yang tanpa memungut biaya alias gratis. Salah satu sekolah yang kini berkiprah untuk membantu anak-anak yang ingin sekolah namun tak mampu dari sisi biaya adalah Sekolah MASTER pada tahun 2000.
Master adalah sebuah sekolah gratis bagi anak-anak jalanan beralamat di Depok Jawa Barat, yang didirikan oleh Nurrohim, pria kelahiran Tegal, Jawa Tengah, 3 Juli 1971 lalu.
Baca Juga: Tak Ada Tempat Aman, Pengungsi Sudan di Lebanon Mohon Dievakuasi
Di mata Nurrohim, anak jalanan (anjal) merasa tidak memiliki hak untuk mengenyam sekolah yang layak. Akibatnya, mereka memutuskan untuk hidup di jalan. Efek selanjutnya adalah munculnya masalah ketertiban dan ketidaknyamanan di jalan.
Berangkat dari kenyataan di depan mata, maka pria kelahiran Tegal itu berinisiatif untuk mempasilitasi anjal agar bisa mengenyam pendidikan secara gratis. “Mereka juga membutuhkan pendidikan agar tidak menimbulkan masalah berkepanjangan,” katanya.
Anjal selama ini tidak mendapat hak-haknya sebagai warga negara Indonesia, misalnya Kartu Tanda Kependudukan (KTP), Akte dan Kartu Keluarga (KK).
Master adalah akronim dari masjid terminal. Sekolah Master dibawah Yayasan Bina Insan Mandiri (YABIM) menjadi tempat bagi anak-anak jalanan yang berprofesi sebagai pengamen dan pedagang asongan untuk menuntut ilmu. Mereka mencari nafkah di terminal Depok.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Selain anjal, ada juga anak-anak dari keluarga miskin yang tinggal di sekitar terminal ikut menikmati sekolah di Master.
Kendati siswanya berasal dari kaum marjinal (pinggiran), bahkan sering mendapat stigma negatif sebagai preman, namun mereka mampu menorehkan prestasi akademik cukup membanggakan. Nyatanya, ada dua orang yang mendapat beasiswa kuliah di perguruan tinggi di Afrika Selatan. Satu orang di Yordania dan yang lainnya diterima di perguruan tinggi negeri lokal.
Nurrohim mengatakan meskipun kota Depok ini dikenal sebagai kota pendidikan, perdagangan, kota jasa dan kota pemukiman bernuansa religious serta banya perguruan tinggi, namun disisi lain masih banyak anak-anak usia sekolah tidak mampu melanjutkan sekolahnya.
Awalnya, 100% siswa Master adalah anak jalanan. Nurrohim dan para pengurusnya mengunakan sistem jemput bola, mendatangi dan menyisir pasar dan jalanan kota serta terminal yang menjadi tongkrongan anjal. Namun kini sudah ada lima kelas, yaitu; anak jalanan, anak terlantar, anak berkebutuhan khusus, anak yang berhadapan dengan hukum, dan anak-anak cacat dari kalangan orang miskin.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Semua Usia Bisa Belajar
Master menampung anak-anak dan siapa saja yang ia tidak bisa masuk ke sekolah baik itu kerena kendala adiministratif atau pun tidak memenuhi kriteria bagi calon sekolahnya. “Jadi, Master ini menampung siapa pun yang ingin sekolah. Tidak dibatasi oleh usia berapapun. Mulai anak-anak usia sekolah hingga orang dewasa pun bisa belajar di sini,” ungkap Nurrohim.
Master bahkan disebut sebagai TPA (Tempat Pembuangan Akhir) bagi siapa pun yang ingin sekolah namun kurang beruntung. “Bahkan master juga disebut TPA (Tempat Pembuang akhir) bagi mereka yang kurang beruntung dan sekaligus konsultan (koncone wong pada kesulitan),” kata Nurrohim.
Secara silih berganti sekolah Master mendapatkan kucuran dana dari berbagia pihak, misalnya dari CSR (Corporate Social Responsibility) perusahaan yang memang dananya untuk kepedulian masyarakat, selain itu kerjasama juga dengan beberapa lembaga seperti Baznas, Dompet Dhuafa, Pertamina dll.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Siswa Master tidak hanya belajar tentang ilmu-ilmu layaknya siswa di sekolah umumnya, namun di sekolah itu mereka juga mendapatkan ilmu berbasis berbasis enterprenuership, dengan harapan kelak mereka juga bisa bersaing didunia kerja. Atau mereka kelak bisa menjadi berwirausaha dengan sesuai bakatnya.
Untuk mendanai semua operasional sekolahnya, Master memilik aneka usaha antara lain, bengkel las, peternakan dan pertanian. Sektor ekonomi itu dibangun dengan harapan agar bisa berjalan mandiri dan tidak selamanya bergantung kepada pihak lain.
Sistem Pendidikan
Sistem pendidikan Master bersifat formal dan nor formal. Proses masuknya pun mudah. Untuk ujian, akan dilakukan ujian kesetaraan di sekolah-sekolah formal lainnya agar mendapat ijazah, misalnya; SD paket A, SMP paket B, dan SMA paket C. Mereka mulai belajar dari pagi sampai sore, dari mulai anak-anak sampai yang punya anak.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Kedepan, Nurrohim berharap generasi Indonesia tidak akan menjadi orang yang lemah. Ia mengutip pesan dari Al Qur’an yang mengatakan, ‘Jangan tinggalkan anak-anakmu dalam kondisi lemah iman, lemah ukhuwah, aqidah, ekonomi dan pendidikan.
Dari 100 % siswa Master yang lulus, 50 % nya melanjutkan bekerja, 30 % melanjutkan kuliah, dan 20 % berwirausaha. Berbagai perguruan tinggi mereka masuki antara lain Universitas Soedirman (Unsoed), UIN Syarif Hidayatullah, Universitas Indonesia (UI), Universtias Diponegoro (Undip), Universitas Negeri Jakarta (UNJ) juga di beberpa peguruan tinggi negeri dan swasta lainnya.
Selain di dalam negeri, beberapa di antara mereka mendapatkan beasiswa di luar ngeri, misalnya; New Cestle, Kairo, Moscow. Master juga beberapa kali dikunjungi oleh mahsiswa di Asia dan Eropa.
Satu bulan yang lalu, sebanyak 20 mahasiswa Mokpo National University Korea Selatan bersama dua profesornya datang ke Master dan mereka rutin mengunjungi setahun sekali.
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Pemerintah Depok juga merasa terbantu dengan adanya sekolah master tersebut. Sebab anak-anak yang tadinya tidak bisa mendapatkan pendidikan, mereka bisa menikmatinya walaupun tidak memliki biaya.
Pihak Master dan BEM se-Jabodetabek, aliansi Mahasiswa dan ormas organisasi pelajar akan mengawal terus kebjiakan tersebut. Sangat disayangkan jika pemerintah Depok mengingkari, sebab bisa terjadi gesekan dan menimbulkan masalah.
Pemerintah kota Depok sudah 4 bulan menjajikan akan memberikan solusi atas relokasi terminal. Pada prinsipnya Nurrohim tidak menolak atas pembongkaran bangunan dan mendukung pembangunan selanjutnya agar tetap rapi, indah dan dapat menyerap tenaga kerja.
Nurrohim berharap pemerintah Depok selalu mendukung setiap kegiatan belajar mengajar Master. “Siswa di Master adalah aset bangsa di masa depan, karena itu saya berharap pemerintah selalu mendukung Master ini dalam melahirkan generasi unggul di masa depan,” pungkasnya. (L/P010/R02)
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)