Anak-anak Palestina dari segala usia, duduk berdesakan di tenda-tenda darurat pengungsian di Jalur Gaza.
Mereka, yang sudah tidak lagi bersekolah, karena tidak ada lagi bangunan yang bisa digunakan, tinggal reruntuhan. Sebagian besar gur-guru mereka pun telah gugur sebagai syuhada akibat bombardier militer Zionis.
Rata-rata usia 7 tahun, hingga 17 tahun, mereka bergabung dengan pusat-pusat Tahfidz Al-Quran darurat yang diselenggarakan di kamp-kamp pengungsian yang porak poranda.
Mereka sering mendengarkan nasihat dari guru Al-Quran yang mengajari mereka dengan sabar tanpa bayaran.
Baca Juga: Enam Cara Mudah Bantu Palestina
Guru mereka menanamkan tentang nilai-nilai kesabaran menghadapi kenyataan, keteguhan bertahan, dan optimisme kemenangan masa depan. Terlepas dari penderitaan perang Israel atas Gaza yang meluluhlantahkan sekitar 66 persen bangunan, menurut Data Pusat Satelit PBB (UNOSAT), September 2024.
Di Madrasah Al-Quds, yang diubah menjadi pusat penampungan para pengungsi di pusat Rafah, selatan Jalur Gaza, anak-anak usia sekolah dasar dan menengah, laki-laki dan perempuan, berduyun-duyun ke mushala darurat beralaskan tikar, berdindingkan seng, belajar menghafal Al-Qur’an.
Pembina Pusat Tahfidz Al-Quran Madrasah Al-Quds, Syaikh Intisar Al-Arbeed, yang juga merupakan pengungsi asal Jalur Gaza bagian utara, mengatakan, program Tahfidzul Quran tersebut diaktifkan untuk mengisi waktu anak-anak usia sekolah yang tak lagi bisa sekolah.
“Anak-anak antusias menyambut program Tahfidzul Quran ini, dan ini sudah bisa sebelumnya, hanya saja sekarang tempatnya di tengah rereuntuhan bangunan,” ujarnya dengan rasa haru sekaligus bahagia. Seperti dilaporkan Wakalah Sanad Al-Anba.
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
“Kami menyiapkan alat pengajaran yang ada, anak-anak duduk di tikar, dan mereka belajar setiap hari,” lanjutnya.
Dia menjelaskan sebagian besar dari anak-anak memang telah menghafal beberapa juz Al-Qur’an, dan memiliki semangat dan keinginan untuk melanjutkan hafalannya.
Dia dan temannya mengajar juga menjelaskan tentang tafsir ayat-ayat Al-Quran untuk memperkuat pemahaman anak-anak.
Ia menggambarkan, ketika anak-anak mulai menghafal Al-Quran, mereka duduk dalam lingkaran-lingkaran kecil di halaman tenda atau bangunan pengungsian, sejak waktu Subuh,
Baca Juga: Suriah dan Corak Bendera yang Berganti
Saat ini dia mengelola sekitar 250 anak, perempuan dan laki-laki, yang terdaftar dalam program harian Tahfidz Al-Quran.
Syaikh Al-Arbeed mengatakan, “Penjajah Zionis percaya bahwa menghancurkan masjid dan madrasah akan mengakhiri program Tahfidz Al-Quran. Namun kami tetap menghidupkannya. Kami terus bertindak mengikuti seruan Nabi.”
Bukan hanya anak-anak yang belajar Tahfidz Al-Quran di kamp pengungsi darurat, termasuk kaum ibu-ibu ada yang mengikuti program tersebut.
Di antaranya, seorang ibu bernama Doua Aliwa, yang meskipun sedang hamil sembilan bulan, dia sangat antusias untuk berpartisipasi dalam sesi Tahfidz Al-Quran, dan belajar bersama anak-anak dan suaminya.
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Aliwa mengatakan, “Saya mengungsi dari Gaza ke Rafah. Saya sudah punya modal hafalan 3 juz. Sekarang setelah mengikuti program ini beberapa pekan, saya sudah selesai menghafal lima juz. Saya bertekad bisa menghafal seluruh Al-Quran.”
Saat ini, tercatat ada sekitar 70 Pusat Tahfidzul Quran di kamp-kamp pengungsi di Rafah, Gaza selatan.
Pengajar tahfidz, Syaikh Ali Al-Shaer dari Rafah mengatakan bahwa peluncuran program Tahfidzul Quran di tengah kondisi perang, kelaparan dan blokade, adalah sebuah langkah penting dan menunjukkan kekuatan dan kemauan rakyat untuk mengalahkan rencana agresi Zionis dengan Al-Quran.
Untuk menguatkan tekad itu, Syaikh Al-Ashaer acapkali mengisahkan para sahabat Nabi dalam memperkuat kesabaran dan ketabahan anak-anak, serta untuk mendukung mereka secara psikologis dalam menghadapi kondisi perang yang tragis.
Baca Juga: Hari HAM Sedunia: Momentum Perjuangan Palestina
Dia juga menyelenggarakan Kajian Al-Quran pekanan untuk warga pada umumnya.
Ia merasakan ada sumber kekuatan dari mengajar dan belajar Al-Quran bersama anak-anak di kamp pengungsian.
Masya-Allah, begitulah gambaran anak-anak Gaza yang tetap menghafal Al-Quran di kamp pengungsian, di tengah bombardir pasukan Zionis atas Jalur Gaza. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Literasi tentang Palestina Muncul dari UIN Jakarta