Masyarakat Hidrologi Indonesia: Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Darurat Air

Jakarta, MINA – Saat ini ketersediaan di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara berada pada zona rawan.

Ketua Umum Masyarakat Hidrologi Indonesia (HMI), Mohammad Hasan mengatakan ketersediaan air per kapita di Pulau Jawa hanya 1.200 m3/kapita/tahun atau jauh di bawah kebutuhan ketersediaan minimum air yaitu 1.600 m3/kapita/tahun.

“Kondisi ini disebabkan karena aktivitas urbanisasi. Penduduk di Pulau Jawa itu padat, tapi air yang tersedia untuk penduduk sangat minim,” ujar Hasan pada acara Seminar Internasional Pengelolaan Air, di Institut Pertanian Bogor (IPB), beberapa waktu lalu, sebagaimana keterangan pers yang diterima MINA, Sabtu.

Selain itu, kondisi ketersediaan air yang sedikit tersebut menyebabkan air di beberapa wilayah di Pulau Jawa.

Kelangkaan air biasanya dialami oleh masyarakat pada bulan Juli sampai November yang merupakan bulan-bulan musim . Puncak kelangkaan air terjadi pada bulan September.

Tahun 2030, lanjutnya, penduduk yang tinggal di perkotaan di pulau Jawa akan meningkat menjadi 60 persen sedangkan saat ini sudah mencapai 52 persen. Peningkatan penduduk ini perlu menjadi perhatian serius semua pihak, dalam kaitannya untuk menjaga ketersediaan air bagi penduduk.

Direktur Program Internasional IPB Prof. Iskandar Z Siregar mengatakan, seminar pengelolaan air kali ini membahas tentang tata kelola air di masa mendatang.

“Pembahasan seperti ini penting sekali karena air merupakan komponen penting kehidupan kita,” tutur, ketika membuka acara seminar.

Menurutnya, isu air bersih dan sanitasi merupakan isu penting yang harus segera diatasi. Isu tersebut menjadi salah satu poin dari tujuh belas poin dalam program pembangunan berkelanjutan di tingkat global.

Dalam upaya menjaga ketersediaan air, terdapat tantangan yang perlu menjadi perhatian bersama. Tantangan tersebut antara lain pembangunan infrastruktur, kegiatan urbanisasi, pencemaran air, perubahan iklim, alih fungsi lahan dan kegiatan pertanian.

“Untuk mengatasi permasalahan air ini, semua pihak harus berkolaborasi. Karena air ini tidak hanya menyangkut satu aspek, tetapi banyak aspek. Sebagai perguruan tinggi, IPB siap membantu dalam mewujudkan tata kelola air yang berkelanjutan,” jelas Prof. Iskandar.

Sementara beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi krisis air adalah pembangunan kota ramah air, optimalisasi sumber-sumber air, peningkatan pengelolaan sumber air. Sumber air yang dimaksud adalah semua sumber air yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari seperti sungai, mata air, waduk dan danau.

Terkait pembangunan kota ramah air, terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan seperti pembuatan permukaan tanah yang permeable sehingga air mudah masuk ke tanah, mengalokasikan sebagian lahan sebagai rain garden, menjaga kebersihan dan kualitas air sungai, dan pembangunan wahana bermain air.

Adapun kegiatan optimalisasi sumber-sumber air adalah memanfaatkan secara optimal sumber-sumber air tersebut. Sumber air tersebut juga perlu dikelola dengan baik supaya tidak terjadi pencemaran dan dapat mencukupi kebutuhan masyarakat.(R/awj/R01)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.