Jakarta, 2 Dzulqa’dah 1435/28 Agustus 2014 (MINA) – Aktivis dari berbagai kelompok dan media menyelenggarakan diskusi mengenai pudarnya peran media sebagai “juru kisah” sejak keberpihakan kepada pemilik modal membudaya di kalangan pers.
Kini, keberpihakkan media bergantung pada pemiliknya, hal ini terjadi tidak hanya di dalam ruang lingkup global pada media-media mainstream saja, namun juga media Indonesia yang kini mulai pudar objektivitasnya, kata salah satu narasumber diskusi yang diberi judul “Prosfek Media Massa Nasional 2015 Peluang dan Hambatan” di Jakarta pada Kamis (28/8).
“Secara transparan, agenda setting media telah diatur sedemikian rupa jauh-jauh hari hingga membuat Indonesia seperti sekarang mulai dari semua lini kehidupan,” kata Agus Setiawan narasumber dari Global Future Institut (GFI) selaku penyelenggara acara.
Sementara secara global, Wakil Pemimpin redaksi Mi’raj Islamic News Agency (MINA) Syarif Hidayat yang juga menjadi salah satu narasumber menuturkan hampir 90 persen media dunia dimiliki para konglomerat media Yahudi Amerika Serikat sehingga opini dunia dikuasai mereka.
Baca Juga: BKSAP DPR Gelar Kegiatan Solidaritas Parlemen untuk Palestina
Salah satu analis Robert W. Mc Chesney pada 2000 lalu mengatakan, penguasa media global tinggal tiga perusahaan raksasa yang kemudian disebut sebagai “The Holy Trinity of the Global Media System” yang kesemuanya mengarah pada Zionisme.
Diskusi yang berlangsung hangat dan terbatas itu juga menyesalkan banyaknya pemberitaan media-media era reformasi yang mulai dangkal dan meninggalkan in depth reporting (laporan mendalam).
“Kebanyakan media mengerjakan apa yang ada tanpa melakukan investigative reporting, tidak seperti dulu di mana media juga berperan sebagai pejuang,” kata narasumber lain M. Djoko Yuowono.
Dalam laporannya, GFI menyatakan media arus utama Indonesia pun tidak terlepas dari oligarki politik, karena hampir semua media mainstream itu dimiliki oleh pengusaha-pengusaha besar, konglomerat, baik pribumi mau pun non pribumi, sehingga memudarkan netralitas dalam pemberitaan yang mestinya dijunjung tinggi setiap media.
Baca Juga: Warga Israel Pindah ke Luar Negeri Tiga Kali Lipat
GFI melaporkan secara detail semua media mainstream Indonesia dengan pemilik modal di belakang mereka, sehingga arus pemberitaan media akan terlihat dari siapa pemiliknya.
“Ini sangat di sayangkan, mental para jurnalis masa kini,” ujar Agus.
Mengutip pengamat kebijakan sosial dan dan kontributor Koran Deccan Herrald yang berbasis di Bengalore, India yang menyatakan media mainstream mulai kehilangan kredibilitasnya, karena arah pemberitaan cenderung mengejar pernyataan-pernyataan resmi, hanya mengejar iklan, dan melayani sistem sosial dan ekonomi neo liberal yang korup.
GFI mencatat media-media yang dimaksud Herrald mencakup aneka channel TV populer seperti CNN, BBC, Reuters, Fox News, mau pun beberapa media cetak seperti Times, Washington Post, News York Times, Wall Street Journal dan lainnya.
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain
Senada dengan hal itu, Syarif menjelaskan media mainstream dunia tersebut digunakan untuk menyebarkan propaganda barat dalam berbagai kebijakannya seperti di Timur Tengah dan negara-negara lainnya.
“Berita bias tentang Islam, dunia Muslim dan konflik Timur Tengah serta terorisme internasional yang disiarkan media mainstream barat yang dikuasai Yahudi Amerika tersebut menciptakan ketakutan dan xenophobia. Situasi ini menyebabkan timbulnya banyak xenophobia termasuk Islamofobia di AS dan negara-negara Barat lainnya yang mempengaruhi tidak hanya masyarakat umum, tetapi juga para pejabat pemerintah di negara-negara barat tersebut,” katanya.
“Saya merasakan bahwa pemberitaaan sebagian media mainstream di Indonesia, baik media elektronik (TV, radio, online media dsb) maupun media cetak (surat kabar dan majalah) cenderung terbawa menari diatas irama yang dimainkan pers Barat yang dikuasai Yahudi terutama dalam pemberitaan mereka mengenai terrorisme dan masalah Timur Tengah serta Dunia Islam yang sangat merugikan dunia Islam,” kata Syarif.
“Mereka tidak mampu menampilkan pemberitaan yang mencerminkan bahwa mereka merupakan media dari Indonesia yang merupakan negara berpenduduk mayoritas beragama Islam dan memberikan penjelasan kepada dunia bahwa Islam nenentang terorisme,” kata Wapemred MINA menegaskan. (L/R04/R05)
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)