Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Media Sosial Menjadi Alat Efektif Penyebar Radikalisme

Rana Setiawan - Jumat, 23 November 2018 - 20:56 WIB

Jumat, 23 November 2018 - 20:56 WIB

3 Views

(Foto: Istimewa)

Banda Aceh, MINA – Program Studi Sosiologi Agama, UIN Ar-Raniry kembali melaksanakan kegiatan seri diskusi bulanan pada Jumat (23/11) yang berlangsung di Aula Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.

Kegiatan tersebut terlaksana kerjasama antara Prodi Sosiologi Agama dengan Aceh Development Watch (ADW).

Diskusi kali ini mengambil tema “Membangun Toleransi; Pengalaman Timur dan Barat” dengan menghadirkan tiga pemateri utama, yaitu: Arif Ramdan dari Forum Kordinasi dan Pencegahan Terorisme (FKPT) Aceh; Reza Idria, kandidat Doktor Antropologi Universitas Harvard, Amerika Serikat; dan Arfiansyah, Dosen Prodi Sosiologi Agama yang saat ini juga sedang menyelesaikan program doktor di Universitas Leiden, Belanda.

Diskusi yang berlangsung selama dua jam tersebut diikuti oleh puluhan mahasiswa UIN Ar-Raniry dan dosen di lingkungan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry.

Baca Juga: Guru Tak Tergantikan oleh Teknologi, Mendikdasmen Abdul Mu’ti Tekankan Peningkatan Kompetensi dan Nilai Budaya

Arif Ramdan dalam pemaparannya menyampaikan, akar radikalisme juga ditemukan di Aceh karena memang pergerakannya terkadang sulit disadari oleh masyarakat kita.

Dalam hal ini, media sosial sangat rentan menjadi alat untuk penyebaran radikalisme tersebut, terlebih perkembangan teknologi komunikasi saat ini begitu massif.

“Makanya, kita harus lebih selektif dalam menerima bacaan-bacaan dan tontonan-tontonan terkait dengan keagamaan yang tersebar di dunia maya,” ujar Arif di akhir materi.

Sementara Reza Indria sebagai pembicara kedua menegaskan bahwa rendahnya budaya literasi dalam masyarakat kita menjadi sebab sempitnya pandangan kita dalam melihat realitas perbedaan yang ada.

Baca Juga: Imaam Yakhsyallah Mansur: Ilmu Senjata Terkuat Bebaskan Al-Aqsa

“Yang terjadi saat ini sebenarnya bukan clash of civilization (benturan peradaban) antara timur dan barat, namun lebih kepada clash of ignorance (benturan kebodohan), sehingga pandangan kita menjadi sempit dalam melihat realitas keberagaman dalam masyarakat,” imbuhnya.

Pembicara terakhir, Arfiansyah, ikut mengaminkan pembicara sebelumnya. Menurutnya, rendahnya budaya literasi menjadikan masyarakat kita lemah dan sangat mudah bagi kelompok-kelompok tertentu yang berkepentingan dalam menyebarkan rasa takut.

“Salah satu cara untuk menjadi muslim yang benar adalah beriman dengan pengetahuan. Artinya, Islam itu bukan hanya sekedar identitas agama bagi seseorang, namun ia harus dipelajari secara benar dan mendalam sehingga islam benar-benar menjadi rahmatan lil’alamin,” tegasnya di akhir diskusi.

Diskusi yang dipandu oleh Iromi Ilham ini bertujuan untuk memahami kehidupan keagamaan di Aceh dan potensi berkembangnya paham radikalisme sekaligus belajar tentang bagaimana kondisi keagamaan pada tataran global yang nantinya menjadi bahan refleksi, masukan dan pemikiran baru bagi masyarakat Aceh dalam mengelola kehidupan keagamaan di Aceh.(L/AR/R01/RS3)

Baca Juga: Kunjungi Rasil, Radio Nurul Iman Yaman Bahas Pengelolaan Radio

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
MINA Millenia
Indonesia
MINA Millenia
Indonesia