Oleh : Shobariyah Jamilah, Wartawati Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Hari raya Idul Fitri atau orang Indonesia sering menyebutnya dengan “lebaran”, sudah di depan mata dan hanya tinggal menghitung beberapa hari lagi. Semua sibuk menyiapkan berbagai macam untuk menyambut lebaran mulai dari menyibukkan diri dengan berbelanja serba baru, membuat kue lebaran, membeli parsel hingga persiapan mudik. Semua itu tidak dilarang dalam Islam, asalkan bukan suatu hal yang berlebihan dan tidak melupakan tetangga yang membutuhkan untuk saling berbagi.
Makna Idul Fitri (lebaran) bukan hanya merupakan suatu hari untuk berpesta dengan suatu hal yang boros atau berlebihan, bukan juga untuk ajang saling pamer kepada tetangga yang dapat menjadikan hati jadi iri dan dengki dengan melihat tetangga memiliki semuanya sedangkan kita hanya seadanya penuh kekurangan. Namun, ada batasan-batasan yang kita lakukan untuk menyambut hari kemenangan ini supaya menjadi berkah sesuai tuntunan Islam dan kita sebagai umat Islam harus dapat memahami makna Idul Fitri yang sesungguhnya.
Makna Idul Fitri
Baca Juga: Tingkatkan Amalan di Bulan Syaban, untuk Persiapan Ramadhan
Terdapat beberapa pendapat dalam memaknai Idul Fitri yang merupakan hari raya umat Islam di seluruh dunia. Jika dilihat dari segi bahasanya, Idul Fitri terdiri dari dua kata yaitu ied ( عيد ) dan fitri ( فطر ). Dan masing-masing dari kata ini memiliki maknanya tersendiri:
1. ( عيد ) Ada yang mengatakan bahwa Ied berasal dari kata ( عاد – يعود ) yang berarti “kembali”. Namun ada juga yang menterjemahkan ied ini sebagai hari raya, atau hari berbuka. Pendapat yang kedua ini menyandarkan pada hadits:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَاْلأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ – رواه ابن ماجه
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Idul Fitri adalah hari di mana kalian berbuka, dan Idul Adha adalah hari di mana kalian berkurban.” (HR. Ibnu Majah)
Baca Juga: Jika Masuk Bulan Sya’ban, Ini yang Perlu Dilakukan Kaum Muslimin
2. ( الفطر ) Ada yang menerjemahkan fitri dengan “berbuka” karena ia berasal dari kata ( أفطر ) yang memang secara bahasa artinya berbuka setelah berpuasa. Namun di samping itu, ada juga yang menerjemahkan fitri dengan “fitrah”, yang berarti suci dan bersih. Pendapat kedua ini menyandarkan pendapatnya pada hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ – رواه البخاري
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, ‘Tidaklah seorang anak dilahirkan, melainkan ia dilahirkan dalam keadaan fitrah (bersih/ suci). Orangtuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Bukhari)
Dari maknanya secara harfiah ini, dapat disimpulkan adanya dua makna dalam menerjemahkan Iedul Fitri, yaitu :
Baca Juga: Jangan Jadi Generasi Qila Wa Qala
- Idul Fitri diterjemahkan dengan kembali kepada fitrah atau kesucian, karena telah ditempa dengan ibadah sebulan penuh di bulan ramadhan. Dan karenanya ia mendapatkan ampunan dan maghfirah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
- Idul Fitri diterjemahkan dengan hari raya berbuka, dimana setelah sebulan penuh ia berpuasa, menjalan ibadah puasa karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, pada hari Idul Fitri ia berbuka dan tidak berpuasa sebagai ungkapan syukur kepada Allah.
Sehingga Iedul Fitri adalah hari raya umat Islam yang dianugerahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di mana insan dikembalikan pada fitrahnya dengan mendapatkan ampunan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, sekaligus sebagai hari bergembiranya kaum Muslimin di mana diperintahkan untuk makan dan minum (baca; berbuka) sebagai ungkapan syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Serta saling memaafkan dengan mengucapkan:
تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ
“ Semoga Allah menerima amalan ibadah kita semua”
Seringkali manusia “terlena” ketika telah mendapatkan suatu kenikmatan atau kesenangan tertentu. Tak terkecuali pada hari raya Idul Fitri, hari yang seharusnya menjadi bukti kefitrahan jiwa dan hati kita dari perbuatan dosa. Namun, terkadang tanpa kita sadari, beberapa hal yang dilarang atau dimakruhkan justru begitu marak di hari yang fitri ini.
Baca Juga: Malu dalam Perspektif Islam: Pilar Akhlak Mulia
Hal-Hal yang Dilarang dan Dimakruhkan Dalam Idul Fitri
1. Berlebih-lebihan dalam mengkonsumsi makanan (tabdzir)
Seringkali pada saat hari raya Idul Fitri, karena begitu banyaknya makanan yang relatif istimewa, kita lupa dengan kapasitas perut kita, sehingga terlalu banyak mengkonsumsi makanan. Baik makan besar maupun makan kecil. Sementara Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengingatkan kita:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلاَ تُسْرِفُوا إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Baca Juga: Bencana Kebakaran Los Angeles dalam Perspektif Al-Qur’an
“Dan makan dan minumlah kalian, tapi janganlah kalian berlebih-lebihan. Karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”. (QS. Al-A’raf ayat 31)
2. Berlebih-lebihan dalam berpakaian dan berdandan
Seringkali pakaian yang bagus dan indah yang memang disunnahkan untuk dikenakan pada hari raya Iedul Fitri, menjadikan kita terjebak pada sifat berlebihan dalam berpakaian ataupun berdandan, sehingga terkadang ‘aurat’ tidak terjaga, atau berpakaian terlalu ketat, atau juga terlalu menyolok (baca; tabarruj). Sehingga dosa-dosa yang telah terampuni kembali masuk dalam diri kita. Dan Rosul mensyariatkan tidak harus berpakaian baru tetapi pilihlah pakaian yang terbaik dan suci dari najis.
Selain itu juga, sebaiknya dalam berpakaian tidak melanggar batasan-batasan syar’i, baik bagi pria maupun wanita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-41] Menundukkan Hawa Nafsu
وَلاَ تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ اْلأُولَى
“Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (Al-Ahzab ayat 33)
3. Berjabat tangan antara pria dan wanita yang bukan mahramnya
Hal ini juga terkadang sering terlalaikan dalam merayakan Iedul Fitri terhadap sanak saudara, tetangga atau teman dan kerabat. Padahal berjabat tangan bagi yang bukan mahromnya adalah termasuk perbuatan yang dilarang. Dalam sebuah hadits digambarka:
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-40] Hidup di Dunia Hanya Sebentar
عَنْ عُرْوَةَ أَنَّ عَائِشَةَ أَخْبَرَتْهُ عَنْ بَيْعَةِ النِّسَاءِ قَالَتْ مَا مَسَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ امْرَأَةً قَطُّ (رواه مسلم
Dari Urwah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Aisyah memberitahukannya tentang bai’at wanita. Aisyah berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah menyentuh tangannya seorang wanita sama sekali.” (HR. Muslim)
4. Berlebih-lebihan dalam tertawa dan bercanda
Tertawa, bercanda, mendengarkan hiburan termasuk perkara yang dimubahkan terutama pada Idul Fitri. Namun yang tidak diperbolehkan adalah ketika perbuatan tersebut berlebihan, sehingga melupakan kewajiban atau menjerumuskan pada sesuatu yang dilarang. Dalam Al-Quran Allah berfirman:
Baca Juga: Mengatasi Kesulitan Sesama
فَلْيَضْحَكُوا قَلِيلاً وَلْيَبْكُوا كَثِيرًا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.”(QS. At-Taubah ayat 82)
5.Mengulur-ulur waktu salat
Dengan alasan silaturahmi atau halal bi halal keluarga besar atau kerabat maupun teman sejawat, seringkali mengulur-ulur waktu pelaksanaan salat. Hal ini juga bukan merupakan perbuatan yang baik. Karena seharusnya kita malaksanakan salat pada waktunya, tanpa mengulur-ulurnya.
Baca Juga: Meraih Ketenangan Jiwa, Menggapai Kebahagiaan Sejati
6. Boros dalam pengeluaran uang
Idul Fitri juga sering menjadi ajang untuk menghambur-hamburkan uang pada sesuatu yang manfaatnya kurang. Kecuali jika dalam rangka untuk memberikan santunan kepada kerabat keluarga yang membutuhkan, namun itupun juga tidak boleh berlebih-lebihan. Dalam Al-Quran Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan:
وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian”. (QS. Al-Furqan ayat 67)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-39] Tidak Sengaja, Lupa, Berarti Tidak Dosa
Inilah diantara hal-hal yang perlu kita hindarkan bersama, agar kita tidak kembali terjerumus dalam perbuatan maksiat dan dosa. Dan alangkah baiknya jika sesama Muslim kita saling ingat mengingatkan, agar tercipta kehidupan yang diridai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga hari raya Idul Fitri yang kita jalankan lebih bermakna dan berkah. (T/P005/P001)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)