Memaknai Zakat Fitrah

Deni Rahman, M.I.Kom; Ketua Progam Jurusan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Fatah Bogor.(Foto: MINA)

Oleh: Deni Rahman, M.I.Kom; Ketua Progam Jurusan Sekolah Tinggi Agama (STAI) Al-Fatah Bogor*

Ajaran Islam memiliki dua dimensi hubungan yang wajib dilakukan oleh pemeluknya, yakni dimensi vertikal yang disebut dengan  hubungan kepada Allah dan dimensi horizontal yakni hubungan kepada manusia. Salah satu upaya ajaran Islam  untuk  membangun kebersamaan dalam kehidupan masyarakat sehingga tercipta hubungan baik antara satu sama lain, Islam mewajibkan pemeluknya untuk berzakat.

Secara etimologi kata berarti bersih, bertambah, dan bertumbuh. Jika dikatakan bahwa tanaman itu zakat artinya ia tumbuh  dan kemudian bertambah pertumbuhannya. Jika tanaman itu tumbuh tanpa cacat, maka kata zakat di sini berarti bersih. Zakat juga  berarti  suci. Sebab pengeluaran  harta bila dilakukan dalam keadaan ikhlas dan sesuai dengan tuntunan agama, dapat menyucikan harta  dan  jiwa  yang  mengeluarkannya. Dengan demikian, makna linguistik yang terkandung dalam term zakat adalah pengembangan harta dan pensuciannya, sekaligus mensucikan diri orang yang berzakat.

Terkait zakat Fitrah, diantara landasannya adalah hadits Nabi Shalallahu ‘alaihi Wasalam :

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ

مِنَ الْمُسْلِمِينَ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ أَوْ رَجُلٍ أَوِ امْرَأَةٍ صَغِيرٍ أَوْ كَبِيرٍ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَع

Dari Abdullah Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah saw telah mewajibkan zakat fitri pada bulan Ramadhan atas setiap jiwa orang Muslim, baik merdeka ataupun budak, laki-laki ataupun wanita, kecil ataupun besar, sebanyak satu sha’ kurma atau gandum (HR Muslim)

Zakat fitrah disebut juga zakat jiwa (zakah al-nafs), yaitu kewajiban berzakat bagi setiap individu baik merdeka maupun budak, laki-laki maupun wanita, untuk orang yang sudah dewasa maupun anak-anak, dan dibarengi dengan ibadah puasa di bulan Ramadhan.

Untuk ukurannya kadar dan jenis yang harus dikeluarkan adalah 1 sha’, ada perbedaan dalam ukuran zakat di mana menurut mazhab Maliki, satu sha’ sama dengan empat mud, dan satu mud itu sama dengan 675 gram. Jadi satu sha’ setara dengan 2.700 gram atau 2,7 kg.Sedangkan menurut pendapat mazhab Syafi’i, satu sha’ itu sama dengan 2.751 gram (2,75 kg). Dan menurut pendapat mazhab Hambali, ukuran satu sha’ itu sama dengan 2,2 kg. Menurut mazhab lainnya, yakni mazhab Hanafi, ukuran satu sha’ jauh lebih tinggi, yaitu 3,8 kg.

Di Indonesia telah ditetapkan, satu sha’ adalah 2,5 kg. Sedangkan jenis harta yang dikeluarkan adalah sesuatu yang menjadi makanan pokok pada suatu negeri pada umumnya, baik berupa gandum, beras, kurma serta makanan-makanan lain yang menjadi makanan pokok dari sebuah negeri.

Meskipun ada yang mengharuskan dibayar dengan makanan pokok, namun ada pula yang membolehkan dikonversi dengan mata uang, melihat sisi kemaslahatannya.

Adapun waktu pembayaran zakat fitrah ada beberapa pendapat, Imam Bukhari menerima riwayat dari Ibnu Umar bahwa para sahabat mengeluarkan zakat fitrah itu satu hari atau dua hari sebelum Idul Fitri. Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Anas bin Malik sependapat dengan keterangan tersebut.

Sedangkan imam Syafi‟I boleh saja zakat fitrah dikeluarkan pada permulaan bulan ramadhan, wajibnya adalah pada malam hari raya.

Sedangkan untuk kategori penerimanya yaitu fakir, miskin, amilin (panitia zakat), muallaf, riqab (budak muslim), gharim (orang yang terlilit hutang), fi sabilillah, ibnu sabil sebagaimana keumuman ayat 60 Surat At-Taubah. Ada juga yang menyatakan zakat fitrah dikhususkan bagi kaum miskin saja, berdasarkan hadits berikut :

عن ابن عباس: فرض رسول الله صلّى الله عليه وسلم زكاة الفطر طُهْرةً للصائم من اللغو والرَّفَث، وطُعْمةً للمساكين، فمَنْ أدَّاها قبل الصلاة فهي زكاةٌ مقبولةٌ، ومَنْ أدَّاها بعد الصلاة فهي صدقةٌ من الصَّدَقات

 “Dari Ibnu Abbas, Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah sebagai penyucian bagi orang yang berpuasa dari ucapan sia-sia dan ucapan keji, dan sebagai sarana memberikan makanan bagi orang miskin. Siapa saja yang membayarnya sebelum salat Id, maka ia adalah zakat yang diterima. Tetapi siapa saja yang membayarnya setelah salat Id, maka ia terhidup sedekah sunnah biasa.” (H.R Abu Dawud & Ibnu Majah)

Hikmah Zakat Fitrah

 Zakat fitrah bagi umat Islam bukan hanya sebuah rutinitas yang berdimensi sosial yang mengiringi ibadah puasa di bulan Ramadhan, akan tetapi lebih dari itu zakat fitrah merupakan kewajiban yang diperuntukkan bagi terwujudnya kesempurnaan ibadah puasa yang dilakukan.

Dalam menjalankan ibadah puasa, boleh jadi kita melakukan perkara-perkara yang sedianya dihindari, seperti ucapan sia-sia, perkataan keji, dan sebagainya. Maka berdasarkan hadits Nabi Shalallahu ‘alaihi Wasalam di atas zakat fitrah dimaksudkan sebagai bentuk penyucian bagi orang-orang yang berpuasa.

Dan dari hadits tersebut, ada beberapa hikmah yang bisa diambil dari diwajibkannya zakat fitrah ini (Syarifudin : 2013). Pertama,  untuk mensucikan   jiwa   orang   yang   berpuasa   dari   perkara   yang   merusak puasanya, seperti perkataan-perkataan kotor atau jorok seperti mengumpat dan    mencaci    serta    perkataan    kotor    lainnya.

 Kedua, Membangun kepedulian kepada orang yang lemah (fakir miskin). Zakat   fitrah   Juga   menjadikan   bahagia   orang-orang   fakir-miskin karena   dalam   pandangan   Islam   tidak   layak   di   hari   kemenangan, kegembiraan   umat   Islam   masih   ada   sebagian   muslim   lainnya   yang bersedih  karena  persoalan  kebutuhan  hidup  yang  tidak  terpenuhi  di  hari bergembira tersebut.

Mengutip dari buku Membumikan Al-Qur’an (Quraish Shihab:1994), bahwa zakat fitrah membawa dampak  yang luas bagi kehidupan. Pertama,  mengikis  habis  sifat-sifat  di  dalam  jiwa  seseorang dan melatihnya untuk memiliki sifat-sifat dermawan dan menghantarkannya  mensykuri  nikmat,  sehingga  pada  akhirnya  ia  dapat menyucikan diri dan mengembangkan kepribadiannya.

Kedua, menciptakan  ketenangan  dan  ketenteraman,  bukan  saja  kepada  penerima, tetapi  juga  kepada  pemberi  zakat,  infak  dan  shadaqah.  Kedengkian  dapat muncul  dari  mereka  yang  hidup  dalam  kemiskinan  pada  saat  melihat seseorang  yang  berkecukupan  tanpa  mau  mengulurkan  bantuan  kepada mereka  yang  sangat  membutuhkan.  Sikap  ini  melahirkan  permusuhan terbuka yang dapat mengakibatkan keresahan bagi pemilik harta, sehingga pada gilirannya menimbulkan ketegangan dan kecemasan.

Ketiga, mengembangkan harta benda. Pengembangan ini dapat ditinjau dari dua sisi, yakni sisi spiritual, berdasarkan firman Allah QS. Al-Baqarah ayat 276, dan juga sisi ekonomis-psikologis, yaitu ketenangan batin dari pemberi zakat, infak dan sadaqah akan  mengantarkannya berkonsentrasi dalam pemikiran dan usaha pengembangan harta. Disamping itu, penerima zakat atau infak,  sadaqah akan mendorong terciptanya daya beli dan produksi baru bagi produsen yang dalam hal ini adalah pemberi zakat tersebut.

Lebih dari itu, zakat fitrah juga menjadi sarana untuk mengurangi kesenjangan sosial dalam masyarakat Muslim. Dengan membagi rezeki kepada mereka yang membutuhkan, kita membantu menciptakan masyarakat yang lebih adil dan merata, di mana setiap anggota masyarakat memiliki akses yang sama terhadap kebutuhan dasar mereka.

Zakat fitrah dan Persatuan Umat

 Zakat fitrah adalah salah satu kewajiban ibadah yang diwajibkan bagi umat Islam selama bulan Ramadan. Namun, lebih dari sekadar kewajiban ibadah, zakat fitrah juga memiliki makna yang lebih dalam dalam memperkuat persatuan umat Islam.

Di balik setiap pembayaran zakat fitrah terdapat nilai-nilai solidaritas dan persaudaraan yang kuat. Melalui zakat fitrah, setiap Muslim menunjukkan kepedulian dan kebersamaan dengan sesama umat Islam, terlepas dari perbedaan sosial, ekonomi, atau budaya. Ini adalah bukti nyata dari semangat ukhuwah Islamiyah yang mengikat hati dan jiwa umat Islam di seluruh dunia.

Pelaksanaan zakat fitrah juga menciptakan ikatan sosial yang erat di antara sesama Muslim. Ketika kita berbagi rezeki dengan mereka yang membutuhkan, kita tidak hanya membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka, tetapi juga membentuk komunitas yang lebih kuat dan saling mendukung. Ini adalah bentuk praktis dari ajaran Islam yang menekankan pentingnya saling tolong-menolong dan gotong royong di antara umatnya.

Oleh karena itu, zakat fitrah bukan hanya sekadar kewajiban ibadah, tetapi juga simbol persatuan dan solidaritas umat Islam. Dalam memenuhi kewajiban zakat fitrah, kita memperkuat ikatan sosial dan memperkokoh fondasi persaudaraan yang menjadi landasan dari kekuatan dan kebesaran umat Islam.

Bulan Ramadhan menjadi kesempatan bagi seluruh umat muslim di dunia untuk memperbaiki diri dan beramal sebanyak-banyaknya. Zakat fitrah menjadi penyempurna ibadah di bulan Ramadhan. Tidak hanya memperoleh pahala dari berbagai ibadah. Namun juga disucikan kembali jiwa dan harta melalui Ramadhan juga menjadi moment mentafakuri pentingnya persatuan umat Islam seluruh dunia.

Semoga zakat fitrah selalu menjadi wahana bagi kita untuk mempererat persatuan umat Islam dan menyebarkan kasih sayang kebaikan di tengah-tengah masyarakat. Dengan perintah zakat fitrah ini, semoga kita semua menyadari akan pentingnya terwujud kembali persatuan kaum muslimin seluruh dunia di bawah satu kepemimpinan umat Islam, sebagaima dicontohkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasalam dan dilanjutkan para khulafaur Rasyidin al-Mahdiyyin.

Wallahu a’lam bish Showab

(AK/R1/RS2)

Mi’raj News Agency (MINA)

*Penulis adalah Alumnus Institute Zakat of Science, Khartoum, Sudan, juga menulis buku “Ayo Berzakat, Suatu Pendekatan Komunikasi Persuasif” yang awalnya bagian dari penelitian ilmiah thesis saat ini menyelesaikan kuliah di Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.