Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“MEMANG LIDAH TAK BERTULANG”: HATI HATI JAGA LIDAH

Admin - Sabtu, 26 Januari 2013 - 07:53 WIB

Sabtu, 26 Januari 2013 - 07:53 WIB

1327 Views ㅤ

oleh Bahron Ansori*

       “Orang muslim yang paling baik (kualitas) keislamannya adalah orang yang dimana kaum muslimin merasa aman dari (kejahatan) lisan dan tangannya. Orang mukmin yang paling baik (kualitas) keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya. Sebaik-baik orang yang berhijrah adalah orang-orang yang meninggalkan apa saja yang dilarang Allah. Dan sebaik-baik jihad adalah orang yang memerangi hawa nafsunya demi (ketaatan) kepada Dzat Allah Azza wa Jalla.” (HR. Ath-Thabrani dalam al-Kabiir, Ibnu Nashar dalam ash-Shalat, lihat ash-Shahihah no.1491).

       Banyak orang merasa bangga dengan kemampuan lisannya (lidah) yang begitu fasih berbicara. Bahkan tak sedikit orang yang belajar khusus agar memiliki kemampuan bicara yang bagus.

Baca Juga: Urgensi Jihad Ma’rifi dalam Pembebasan Masjidil Aqsa

       Lisan memang karunia Allah yang demikian besar. Dan ia harus selalu disyukuri dengan sebenar-benarnya. Caranya adalah dengan menggunakan lisan untuk bicara yang baik atau diam. Bukan dengan mengumbar pembicaraan semau sendiri.

       Orang yang banyak bicara bila tidak diimbangi dengan ilmu agama yang baik, akan banyak terjerumus ke dalam kesalahan. Karena itu Allah dan Rasul-Nya memerintahkan agar kita lebih banyak diam. Atau kalaupun harus berbicara maka dengan pembicaraan yang baik. Allah SWT berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.” (Al Qur’an, Surah Al-Ahzab: 70)

       Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Al-Imam Al-Bukhari hadits no. 6089 dan Al-Imam Muslim hadits no. 46 dari Abu Hurairah)

        Lisan (lidah) memang tak bertulang, sekali engkau gerakkan sulit untuk kembali pada posisi semula. Demikian berbahayanya lisan, hingga Allah dan Rasul-Nya mengingatkan kita agar berhati-hati dalam menggunakannya.

Baca Juga: Pemuda dan Tanggung Jawab Pembebasan Al-Aqsa


Sungguh betapa besar bahaya lisan

        Dua orang yang berteman penuh keakraban bisa dipisahkan dengan lisan. Seorang bapak dan anak yang saling menyayangi dan menghormati pun bisa dipisahkan karena lisan.

        Suami istri yang saling mencintai dan saling menyayangi bisa dipisahkan dengan cepat karena lisan. Bahkan darah seorang muslim dan mukmin yang suci serta bertauhid dapat tertumpah karena lisan.

        Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kalimat yang dibenci oleh Allah yang dia tidak merenungi (akibatnya), maka dia terjatuh dalam neraka Jahannam.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6092)

Baca Juga: Zionis Pencipta Doktrin Antisemitisme

        Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba apabila berbicara dengan satu kalimat yang tidak benar (baik atau buruk), hal itu menggelincirkan dia ke dalam neraka yang lebih jauh antara timur dan barat.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6091 dan Muslim no. 6988 dari Abu Hurairah)

       Al-Imam An-Nawawi mengatakan: “Hadits ini (yakni hadits Abu Hurairah yang dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim) teramat jelas menerangkan bahwa sepantasnya bagi seseorang untuk tidak berbicara kecuali dengan pembicaraaan yang baik, yaitu pembicaraan yang sudah jelas maslahatnya dan kapan saja dia ragu terhadap maslahatnya, janganlah dia berbicara.” (Al-Adzkar hal. 280, Riyadhus Shalihin no. 1011).

      Al-Imam Asy-Syafi’i  mengatakan: “Apabila dia ingin berbicara hendaklah berpikir dulu. Bila jelas maslahatnya maka berbicaralah, dan jika dia ragu maka janganlah dia berbicara hingga nampak maslahatnya.” (Al-Adzkar hal. 284).

       Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Al-Imam An-Nawawi  mengatakan: “Ketahuilah, setiap orang yang telah mendapatkan beban syariat, seharusnya menjaga lisannya dari semua pembicaraan, kecuali pembicaraan yang sudah jelas maslahatnya. Bila keadaan berbicara dan diam sama maslahatnya, maka sunnahnya adalah menahan lisan untuk tidak berbicara. Karena pembicaraan yang mubah bisa menarik kepada pembicaraan yang haram atau dibenci, dan hal seperti ini banyak terjadi. Keselamatan itu tidak bisa dibandingkan dengan apapun.”

Baca Juga: Kehidupan Berjama’ah Berimamah, Kunci Optimalisasi Pengamalan Syariat Islam

Keutamaan Menjaga Lisan

       Memang lidah tidak bertulang. Apabila keliru menggerakkannya akan mencampakkan kita dalam murka Allah yang berakhir dengan neraka-Nya. Lisan akan memberikan ta’bir (mengungkapkan) tentang baik-buruk pemiliknya. Inilah ucapan beberapa ulama tentang bahaya lisan:

        1. Anas bin Malik: “Segala sesuatu akan bermanfaat dengan kadar lebihnya, kecuali perkataan. Sesungguhnya berlebihnya perkataan akan membahayakan.”

        2. Abu Ad-Darda’: “Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang yaitu orang yang diam namun berpikir atau orang yang berbicara dengan ilmu.”

Baca Juga: Menelusuri Hadis-Hadis Akhir Zaman, Suriah, Dajjal, dan Al-Aqsa

        3. Al-Fudhail: “Dua perkara yang akan bisa mengeraskan hati seseorang adalah banyak berbicara dan banyak makan.”

        4. Sufyan Ats-Tsauri: “Awal ibadah adalah diam, kemudian menuntut ilmu, kemudian mengamalkannya, kemudian menghafalnya lantas menyebarkannya.”

        5. Al-Ahnaf bin Qais: “Diam akan menjaga seseorang dari kesalahan lafadz (ucapan), memelihara dari penyelewangan dalam pembicaraan, dan menyelamatkan dari pembicaraan yang tidak berguna, serta memberikan kewibawaan terhadap dirinya.”

       6. Abu Hatim: “Lisan orang yang berakal berada di belakang hatinya. Bila dia ingin berbicara, dia mengembalikan ke hatinya terlebih dulu, jika terdapat (maslahat) baginya maka dia akan berbicara. Dan bila tidak ada (maslahat) dia tidak (berbicara). Adapun orang yang jahil (bodoh), hatinya berada di ujung lisannya sehingga apa saja yang menyentuh lisannya dia akan (cepat) berbicara. Seseorang tidak (dianggap) mengetahui agamanya hingga dia mengetahui lisannya.”

Baca Juga: Ukhuwah, Teras Kehidupan Berjama’ah yang Membawa Berkah

        7. Yahya bin ‘Uqbah: “Aku mendengar Ibnu Mas’ud berkata: ‘Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang benar selain-Nya, tidak ada sesuatu yang lebih pantas untuk lama dipenjarakan dari pada lisan.”

        8. Mu’arrifh Al-‘Ijli: “Ada satu hal yang aku terus mencarinya semenjak 10 tahun dan aku tidak berhenti untuk mencarinya.” Seseorang bertanya kepadanya: “Apakah itu wahai Abu Al-Mu’tamir?” Mua’arrif menjawab: “Diam dari segala hal yang tidak berfaidah bagiku.” (Lihat Raudhatul ‘Uqala wa Nuzhatul Fudhala karya Abu Hatim Muhamad bin Hibban Al-Busti, hal. 37-42)

Buah Menjaga Lisan

       Menjaga lisan jelas akan memberikan banyak manfaat. Di antaranya:

Baca Juga: Mencetak Generasi Pecinta Shalat di Awal Waktu

       1. Akan mendapat keutamaan dalam melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya. Abu Hurairah  meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6090 dan Muslim no. 48)

      2. Akan menjadi orang yang memiliki kedudukan dalam agamanya.  Dalam hadits Abu Musa Al-Asy’ari, Rasulullah SAW ketika ditanya tentang orang yang paling utama dari orang-orang Islam, beliau menjawab: “(Orang Islam yang paling utama adalah) orang yang orang lain selamat dari kejahatan tangan dan lisannya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 11 dan Muslim no. 42). Asy-Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali mengatakan: “Hadits ini menjelaskan larangan mengganggu orang Islam baik dengan perkataan ataupun perbuatan.” (Bahjatun Nazhirin, 3/8)

        3. Mendapat jaminan dari Rasulullah SAW  untuk masuk ke surga. Rasulullah SAW bersabda dalam hadits dari Sahl bin Sa’d: “Barangsiapa yang menjamin untukku apa yang berada di antara dua rahangnya dan apa yang ada di antara dua kakinya (kemaluan) maka aku akan menjamin baginya al-jannah (surga).” (HR. Al-Bukhari no. 6088)

        Dalam riwayat Al-Imam At-Tirmidzi no. 2411 dan Ibnu Hibban no. 2546, dari shahabat Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang dijaga oleh Allah dari kejahatan apa yang ada di antara dua rahangnya dan kejahatan apa yang ada di antara dua kakinya (kemaluan) maka dia akan masuk surga.”

Baca Juga: Agar Tenang Menghadapi Segala Takdir Allah

       4. Allah akan mengangkat derajat-Nya dan memberikan ridha-Nya kepadanya. Rasulullah SAW bersabda dalam hadits dari Abu Hurairah: “Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kalimat dari apa yang diridhai Allah yang dia tidak menganggapnya (bernilai) ternyata Allah mengangkat derajatnya karenanya.” (HR. Al-Bukhari no. 6092)

       Dalam riwayat Al-Imam Malik, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali dalam Bahjatun Nazhirin (3/11), dari shahabat Bilal bin Al-Harits Al-Muzani bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya seseorang berbicara dengan satu kalimat yang diridhai oleh Allah dan dia tidak menyangka akan sampai kepada apa (yang ditentukan oleh Allah), lalu Allah mencatat keridhaan baginya pada hari dia berjumpa dengan Allah.”

 Demikianlah beberapa keutamaan menjaga lisan. Semoga kita diberi kemampuan oleh Allah untuk melaksanakan perintah-Nya dan perintah Rasul-Nya dan diberi kemampuan untuk mengejar keutamaan tersebut. Wallahu a’lam. (T/R-008/R-006)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Ahlul Qur’an, Pelita Umat dalam Cahaya Ilahi

*Penulis adalah seorang redaktur MINA

Rekomendasi untuk Anda