Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Membangun Empati: Landasan Ilmiah Dan Syariat

Bahron Ansori Editor : Rudi Hendrik - 21 detik yang lalu

21 detik yang lalu

0 Views

Ilustrasi

EMPATI adalah kemampuan seseorang untuk memahami dan merasakan perasaan orang lain seolah-olah ia sendiri yang mengalaminya. Dalam psikologi, empati terdiri dari komponen kognitif (memahami kondisi orang lain) dan afektif (merasakan emosi mereka). Kemampuan ini sangat penting dalam membangun hubungan sosial yang harmonis, menciptakan solidaritas, serta menghindari konflik yang disebabkan oleh ketidaktahuan atau ketidakpedulian terhadap perasaan orang lain.

Dalam Islam, empati disebut dengan istilah ta’awun (tolong-menolong) dan tarahum (saling mengasihi). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mencontohkan empati dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam interaksi dengan keluarga, sahabat, dan bahkan musuh. Al-Qur’an menegaskan pentingnya sifat empati dalam ayat, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Qs. Al-Maidah: 2)

Dari sudut pandang psikologi, empati merupakan salah satu faktor utama dalam perkembangan sosial dan emosional manusia. Carl Rogers, seorang psikolog humanis, menyatakan bahwa empati adalah elemen penting dalam terapi dan interaksi sosial yang sehat. Kemampuan untuk memahami perasaan orang lain dapat meningkatkan hubungan interpersonal serta mengurangi konflik dan kesalahpahaman.

Masyarakat yang memiliki tingkat empati tinggi akan lebih harmonis dan damai. Ketika individu mampu memahami kondisi dan perasaan orang lain, mereka cenderung lebih toleran dan menghindari tindakan yang menyakiti. Empati juga menjadi dasar bagi sikap gotong royong dan kepedulian sosial yang membantu menciptakan lingkungan yang lebih nyaman dan penuh kasih sayang.

Baca Juga: Jangan Hanya Bermimpi, Wujudkan!

Kekurangan empati dalam suatu komunitas dapat mengarah pada sikap individualisme yang berlebihan, ketidakpedulian sosial, dan peningkatan angka konflik. Dalam skala global, kurangnya empati sering kali menjadi akar dari berbagai bentuk diskriminasi, kekerasan, dan ketidakadilan sosial. Oleh karena itu, menumbuhkan empati bukan hanya merupakan kebutuhan personal, tetapi juga sebuah keharusan sosial.

Empati harus diajarkan sejak dini dalam lingkungan keluarga dan sekolah. Pendidikan karakter yang berbasis empati membantu anak-anak memahami pentingnya menghargai perasaan orang lain. Kurikulum yang mengajarkan nilai-nilai sosial seperti tolong-menolong dan kepedulian dapat membantu membentuk generasi yang lebih peduli terhadap sesama.

Pemimpin yang memiliki empati cenderung lebih efektif dalam memahami kebutuhan rakyatnya. Seorang pemimpin yang baik bukan hanya berorientasi pada hasil, tetapi juga memahami kondisi emosional dan sosial masyarakat yang dipimpinnya. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah contoh utama pemimpin yang penuh empati, yang selalu mendengar keluhan umatnya dan memberikan solusi dengan kasih sayang.

Interaksi sosial yang sehat bergantung pada empati. Dalam komunikasi, mendengarkan secara aktif dan memahami perspektif orang lain dapat mencegah kesalahpahaman dan meningkatkan hubungan interpersonal. Hal ini berlaku dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam keluarga, pertemanan, dan lingkungan kerja.

Baca Juga: Rahasia Sukses dalam Islam: Kunci Rezeki yang Berkah dan Melimpah

Di dunia kerja, empati menjadi faktor kunci dalam membangun lingkungan yang produktif dan harmonis. Seorang atasan yang memahami kondisi bawahannya akan mampu menciptakan lingkungan kerja yang lebih nyaman dan memotivasi timnya untuk bekerja dengan lebih baik. Profesi seperti dokter, guru, dan pekerja sosial sangat membutuhkan empati dalam menjalankan tugas mereka dengan baik.

Konflik sering kali terjadi karena kurangnya pemahaman terhadap perspektif orang lain. Empati dapat menjadi jembatan dalam menyelesaikan konflik dengan cara memahami alasan dan perasaan masing-masing pihak. Dalam Islam, ketika terjadi perselisihan, Rasulullah ﷺ selalu mengutamakan dialog dan mencari solusi yang adil dengan mempertimbangkan perasaan dan kepentingan semua pihak.

Empati dapat ditingkatkan dengan berbagai cara, di antaranya:

  1. Mendengarkan dengan hati – Berusaha memahami maksud dan perasaan orang lain tanpa terburu-buru menilai.
  2. Menempatkan diri pada posisi orang lain – Berlatih membayangkan bagaimana rasanya berada dalam situasi mereka.
  3. Mengasah rasa kepedulian – Berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai latar belakang.
  4. Mengendalikan ego – Menurunkan sikap egois dan meningkatkan kepedulian terhadap orang lain.

Penelitian menunjukkan bahwa empati memiliki dampak positif terhadap kesehatan mental seseorang. Orang yang memiliki empati tinggi cenderung lebih bahagia, memiliki hubungan sosial yang lebih baik, dan lebih mampu mengatasi stres. Sebaliknya, kurangnya empati sering dikaitkan dengan gangguan kepribadian seperti narsisme dan psikopati.

Baca Juga: Memaksimalkan Doa

Empati adalah aspek fundamental dalam kehidupan manusia yang memiliki dasar ilmiah dan ajaran Islam yang kuat. Dengan membangun empati, seseorang dapat menciptakan hubungan sosial yang lebih harmonis, mengurangi konflik, serta meningkatkan kesehatan mental. Dalam Islam, empati bukan hanya merupakan sikap yang dianjurkan, tetapi juga bagian dari akhlak mulia yang harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, setiap individu perlu berusaha mengembangkan empati dalam dirinya agar dapat menjadi bagian dari masyarakat yang lebih peduli dan berperikemanusiaan.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Ketika Uang Membuatmu Gila Hormat

Rekomendasi untuk Anda

MINA Preneur
Dunia Islam
Kolom