Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Membangun Generasi Qur’ani di Era Digital

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 2 jam yang lalu

2 jam yang lalu

10 Views

kegaiatan menghafal al-quran yang dilakukan santri tahfidz Al-fatah Cileungsi (foto : sidieq MINA)

KITA sedang hidup di era digital, sebuah zaman di mana dunia seakan berada di ujung jari. Informasi mengalir deras, tanpa batas, tanpa jeda. Satu klik bisa membuka ilmu, satu sentuhan bisa menghadirkan hiburan, dan satu scroll bisa membuat waktu lenyap begitu saja. Inilah dunia baru yang penuh dengan kemudahan, tapi sekaligus menyimpan tantangan besar. Pertanyaannya: di tengah derasnya arus informasi ini, sanggupkah kita membangun generasi Qur’ani yang tetap berpegang pada cahaya wahyu?

Di balik gemerlapnya teknologi, ada kekosongan batin yang sering tak kita sadari. Banyak yang tertawa di depan layar, namun menangis di dalam hati. Banyak yang sibuk mengejar popularitas maya, tapi kehilangan jati diri sejati. Dunia digital menjanjikan kecepatan, kemewahan, dan sensasi, tapi sering mengabaikan kebutuhan ruhani yang hanya bisa dipenuhi dengan cahaya Al-Qur’an.

Digitalisasi: Antara Berkah dan Bencana

Teknologi ibarat pisau bermata dua. Dengan gawai sederhana, anak kecil bisa mendengarkan murattal, belajar tajwid, bahkan menghafal Al-Qur’an dengan aplikasi canggih. Majelis ilmu pun kini hadir secara online, menembus jarak dan waktu. Namun, di layar yang sama, terbuka pula pintu-pintu dosa: tontonan haram, budaya pacaran, fitnah media sosial, hingga hedonisme yang meracuni jiwa.

Allah Ta’ala mengingatkan kita, “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawaban.” (Qs. Al-Isra: 36).

Baca Juga: Santri Al-Fatah Jambi Lulus Kedokteran UMJ Jalur Beasiswa Hafiz Qur’an

Mata, telinga, dan hati adalah amanah. Sayangnya, dunia digital justru membuatnya lebih mudah ternodai.

Betapa banyak hati yang dulunya lembut kini menjadi keras karena terlalu sering disuguhi tontonan yang melalaikan. Betapa banyak anak muda yang kehilangan rasa malu karena terbiasa dengan konten yang mengikis kehormatan. Dan betapa banyak keluarga yang retak karena dunia maya lebih sering dipeluk daripada Al-Qur’an yang seharusnya menjadi penuntun.

Siapakah Generasi Qur’ani?

Generasi Qur’ani bukan sekadar mereka yang fasih membaca atau banyak hafalan Qur’annya. Generasi Qur’ani adalah mereka yang menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup, cahaya dalam gelap, dan kompas dalam mengambil keputusan. Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)

Di era digital, generasi Qur’ani harus hadir bukan hanya di masjid, tapi juga di dunia maya. Mereka bukan hanya pembaca mushaf, tapi juga kreator konten dakwah. Mereka bukan hanya penghafal ayat, tapi juga pengamal nilai-nilainya di setiap postingan, komentar, dan karya digital.

Baca Juga: Membangun Sekolah yang Menumbuhkan Cinta Ilmu

Namun hari ini kita menghadapi tantangan yang tak ringan di antaranya: – Budaya instan – anak muda lebih sibuk mengejar viral ketimbang bermoral. – Konten negatif – pornografi, fitnah, hingga ujaran kebencian mudah diakses. – Distraksi ibadah – shalat sering tertunda karena notifikasi, tilawah kalah oleh game online. – Krisis identitas – banyak remaja lebih hafal lagu K-pop daripada ayat Qur’an, lebih mengenal influencer daripada ulama.

Jika hal ini dibiarkan, lahirlah generasi yang cerdas secara teknologi tapi kosong secara iman. Miris!

Strategi Membangun Generasi Qur’ani

Lalu, bagaimana caranya agar generasi kita tetap dekat dengan Al-Qur’an di tengah derasnya dunia digital? Pertama, tanamkan cinta Qur’an sejak kecil. Biasakan anak membaca, menghafal, dan memahami ayat Allah bukan sekadar untuk lomba, tapi untuk menjadi panduan hidup. Jika cinta Qur’an tumbuh sejak dini, maka ia akan menjadi benteng saat godaan datang.

Kedua, orang tua harus memberi teladan. Anak-anak belajar dari apa yang mereka lihat, bukan hanya dari apa yang mereka dengar. Jika rumah dipenuhi lantunan ayat suci, hati anak pun akan lembut dan dekat dengan Allah.

Baca Juga: Pendidikan Islam di Era Digital, Menjawab Tantangan Teknologi dalam Keluarga Muslim

Ketiga, gunakan teknologi untuk kebaikan. Ada banyak aplikasi Qur’an, kajian online, dan media dakwah yang bisa membantu kita lebih dekat dengan wahyu. Gawai bisa jadi pintu dosa, tapi juga bisa jadi jalan pahala, tergantung bagaimana kita memakainya.

Keempat, pilih lingkungan yang baik. Teman dan komunitas sangat memengaruhi. Anak muda yang berada di majelis ilmu atau komunitas Qur’ani akan lebih kuat imannya dibanding yang bergaul di tempat yang salah.

Kelima, latih diri dengan takwa. Tak ada pengawas yang lebih kuat selain rasa sadar bahwa Allah selalu melihat. Sebelum menatap layar atau menekan tombol, tanyakan pada diri: “Apakah ini mendekatkan aku kepada Allah, atau menjauhkan?”

Mari kita renungkan. Berapa jam sehari kita habiskan menatap layar? Tiga jam? Lima jam? Bahkan lebih? Lalu, berapa menit yang kita habiskan untuk membaca Al-Qur’an? Ironis, bukan? Kita rela begadang demi drama, tapi malas membuka mushaf. Kita hafal trending topic, tapi lalai dari firman Allah yang lebih layak dihafal.

Baca Juga: Pemuda Sebagai Tolak Ukur kehidupan Berjamaah dan Pembebasan Al-Aqsa

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mengangkat suatu kaum dengan Kitab ini (Al-Qur’an), dan merendahkan kaum yang lain dengan sebab berpaling darinya.” (HR. Muslim)

Jika kita ingin mulia, kuncinya adalah kembali kepada Qur’an. Jika kita ingin generasi kita kokoh, maka Qur’an harus menjadi pondasi.

Mimpi Besar: Generasi Qur’ani Menguasai Dunia Digital

Bayangkan jika anak-anak penghafal Qur’an kelak menjadi programmer yang menciptakan aplikasi Islami mendunia. Bayangkan jika para Muslimah berhijab menjadi desainer grafis yang menyebarkan pesan tauhid lewat karya digital. Bayangkan jika para da’i muda menggunakan media sosial untuk menebarkan cahaya iman, bukan sekadar sensasi.

Inilah visi besar: generasi Qur’ani yang tak hanya mahir beribadah, tapi juga menguasai teknologi untuk dakwah.

Baca Juga: Diamond Generation di Era Digitalisasi

Al-Qur’an turun di tengah padang pasir, namun ia tetap relevan di tengah dunia digital. Dulu ia menjadi cahaya bagi kaum Quraisy yang tenggelam dalam jahiliyah, kini ia tetap cahaya bagi generasi yang tenggelam dalam notifikasi. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (Qs. Al-Isra: 9)

Membangun generasi Qur’ani di era digital bukan sekadar anjuran, tapi tugas peradaban. Jika generasi terdahulu bisa menjaga Qur’an di tengah pedang dan peperangan, mengapa kita tidak bisa menjaganya di tengah gawai dan kenyamanan?

Mulailah dari hal sederhana. Kurangi waktu sia-sia di media sosial, gantikan dengan tilawah. Kurangi scroll tanpa arah, gantikan dengan tadabbur. Jadikan gawai bukan musuh, tapi sahabat dakwah.

Karena sejatinya, masa depan umat bergantung pada siapa yang menguasai hati generasi muda. Jika hati mereka terpaut pada Qur’an, maka dunia digital pun akan menjadi ladang pahala. Tetapi jika hati mereka kosong dari wahyu, maka teknologi hanya akan menjadi jalan menuju kehancuran.

Baca Juga: Angka Buta Aksara di Indonesia Turun Jadi 0,92 Persen

Mari kita bangun generasi Qur’ani yang bukan hanya mewarisi mushaf, tapi juga menghidupkan pesan-pesan ilahinya. Generasi yang bukan hanya cerdas duniawi, tetapi juga kokoh ukhrawi. Generasi yang mampu menaklukkan era digital dengan cahaya wahyu, bukan dengan gelapnya hawa nafsu.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: 5 Cara Membangun Pendidikan Berkarakter Kuat

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Feature
Khadijah