Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Membentuk Generasi Ahlul Qur’an, Tantangan dan Harapan

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - Senin, 21 April 2025 - 11:52 WIB

Senin, 21 April 2025 - 11:52 WIB

24 Views

Ilustrasi

DALAM dunia yang terus bergerak cepat, keberadaan generasi Ahlul Qur’an menjadi harapan besar bagi kebangkitan umat Islam. Generasi ini adalah mereka yang menjadikan Al-Qur’an sebagai panduan hidup, membacanya dengan tartil, menghafalkannya dengan istiqamah, dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Mereka bukan hanya hafal di lisan, tetapi juga memahami dan menghidupkan isi Al-Qur’an dalam akhlak, sikap, dan tindakan.

Namun, membentuk generasi Ahlul Qur’an tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tantangan zaman yang kian kompleks menjadikan usaha ini membutuhkan perjuangan ekstra. Gempuran media sosial, budaya hedonisme, dan krisis identitas di kalangan remaja membuat Al-Qur’an tidak lagi menjadi bagian utama dari kehidupan banyak orang. Di sinilah pentingnya upaya sadar dan sistematis dari berbagai pihak, mulai dari keluarga, lembaga pendidikan, hingga pemerintah dan masyarakat luas.

Keluarga adalah madrasah pertama dan utama. Di lingkungan keluarga lah pondasi cinta terhadap Al-Qur’an harus ditanamkan sejak dini. Keteladanan orang tua dalam membaca Al-Qur’an, menjaga shalat, dan memperlihatkan akhlak Qur’ani sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadian anak. Banyak anak-anak penghafal Qur’an yang lahir dari rumah tangga yang setiap hari dipenuhi dengan lantunan ayat suci.

Lembaga pendidikan juga memegang peranan penting dalam mencetak generasi Qur’ani. Pesantren tahfidz, sekolah Islam terpadu, dan rumah-rumah tahfidz mulai berkembang di berbagai daerah sebagai bentuk respons positif dari masyarakat terhadap kebutuhan akan generasi Qur’ani. Namun demikian, tantangan seperti kekurangan tenaga pendidik yang kompeten dan keterbatasan dana masih sering menjadi hambatan yang perlu diatasi bersama.

Baca Juga: Demo Jumat di Depan Kedubes AS, Dampak Psikologis, Sosial, dan Politik

Selain itu, pendekatan dalam mengajarkan Al-Qur’an harus relevan dengan karakter generasi muda masa kini. Generasi digital ini membutuhkan metode yang kreatif dan interaktif. Pendekatan yang terlalu kaku dan monoton justru bisa membuat mereka menjauh dari Al-Qur’an. Oleh karena itu, inovasi dalam metode pengajaran, seperti penggunaan aplikasi, visualisasi ayat, dan integrasi dengan teknologi, sangat diperlukan.

Dukungan masyarakat luas juga menjadi energi penting dalam menciptakan atmosfer Qur’ani di lingkungan sosial. Acara musabaqah tahfidz, halaqah Qur’an, dan gerakan membaca Al-Qur’an bersama harus terus digalakkan. Gerakan ini bukan hanya berdampak pada individu yang terlibat langsung, tapi juga menciptakan kesadaran kolektif bahwa Al-Qur’an adalah cahaya yang tidak boleh padam dari kehidupan umat Islam.

Tidak kalah penting, peran negara sebagai penjamin pendidikan dan kesejahteraan rakyat. Program-program nasional yang mendukung pembentukan generasi Qur’ani, seperti beasiswa tahfidz, dukungan terhadap pesantren, serta penguatan kurikulum pendidikan Islam, perlu terus diperkuat. Hal ini menunjukkan komitmen negara dalam menjaga nilai-nilai spiritualitas bangsa.

Tantangan besar lainnya adalah bagaimana menghubungkan antara hafalan dan pemahaman. Generasi Ahlul Qur’an bukan hanya dituntut untuk menghafal, tetapi juga harus memahami makna dan menerapkannya dalam kehidupan. Maka pendidikan tafsir, tadabbur, dan kajian-kajian tematik menjadi penting untuk melengkapi proses pembentukan pribadi Qur’ani.

Baca Juga: Ketika Umat Islam Mayoritas dalam Kuantitas Tapi Minoritas dalam Kualitas

Dalam membentuk generasi Ahlul Qur’an, kita juga tidak boleh melupakan pentingnya keteladanan dari para ulama dan tokoh masyarakat. Figur-figur yang dikenal luas dan mencintai Al-Qur’an akan menjadi inspirasi nyata bagi anak-anak muda. Ketika mereka melihat bahwa kesuksesan dan ketenaran bisa diraih tanpa meninggalkan nilai-nilai Qur’ani, mereka akan terdorong untuk mengikuti jejak tersebut.

Harapan kita terhadap lahirnya generasi Ahlul Qur’an bukanlah angan-angan kosong. Sudah banyak contoh nyata anak-anak dan remaja penghafal Qur’an yang tidak hanya berprestasi secara akademik, tetapi juga mampu menjadi pemimpin muda yang bijak dan berakhlak mulia. Ini adalah bukti bahwa Al-Qur’an mampu membentuk kepribadian unggul.

Harapan lain yang tak kalah penting adalah bahwa generasi Qur’ani ini kelak mampu memperbaiki kondisi umat. Ketika umat Islam dipimpin oleh orang-orang yang mencintai dan memahami Al-Qur’an, maka keadilan, kasih sayang, dan kedamaian akan menyebar luas. Sebab Al-Qur’an adalah petunjuk terbaik yang mampu membimbing manusia menuju kehidupan yang lebih baik di dunia dan akhirat.

Kita juga berharap bahwa generasi ini akan menjadi penjaga kemurnian Islam di tengah arus globalisasi. Dengan dasar Al-Qur’an yang kuat, mereka tidak akan mudah terombang-ambing oleh ideologi-ideologi sekuler, liberal, atau materialis yang merusak fitrah manusia. Mereka akan tetap teguh dan menjadi pelita di tengah kegelapan zaman.

Baca Juga: Miris Fantasi Sedarah, Pelanggaran Agama, Sosial, dan Undang-Undang

Menjadi Ahlul Qur’an bukan berarti menjadi sosok yang sempurna, tetapi menjadi pribadi yang selalu kembali pada Al-Qur’an dalam setiap urusan hidupnya. Ini adalah perjalanan spiritual yang penuh perjuangan, namun indah. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari).

Akhirnya, membentuk generasi Ahlul Qur’an adalah proyek jangka panjang yang membutuhkan sinergi dan kesabaran. Tapi inilah investasi terbaik untuk masa depan umat. Ketika anak-anak kita tumbuh dalam naungan Al-Qur’an, maka masa depan Islam akan kembali gemilang. Inilah harapan kita, harapan umat, dan harapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Deklarasi Jakarta dan Luka Gaza

Rekomendasi untuk Anda