DEKLARASI Balfour, yang diumumkan pada 2 November 1917 oleh Menteri Luar Negeri Inggris Arthur Balfour, adalah sebuah dokumen yang telah membentuk sejarah konflik Timur Tengah selama lebih dari seabad.
Pernyataan ini mendukung pembentukan “tanah air nasional untuk bangsa Yahudi” di Palestina, wilayah yang saat itu berada di bawah Kekaisaran Ottoman.
Namun, di balik janji itu tersembunyi kebijakan kolonial yang mengabaikan hak-hak rakyat Palestina, menciptakan luka mendalam yang belum sembuh hingga kini.
Janji Inggris yang Menghancurkan Palestina
Baca Juga: Ketika Mitra Jadi Musuh, Bisakah Netanyahu Pertahankan Kekuasaan Setelah Perang?
Deklarasi ini tidak mempedulikan kenyataan bahwa Palestina dihuni oleh mayoritas Arab yang telah tinggal di sana selama berabad-abad.
Dalam dokumen ini, tidak ada satu kata pun yang menyebutkan hak-hak rakyat Palestina, meskipun mereka adalah 90% dari populasi.
Dengan mendukung Zionisme, Inggris secara sepihak merampas hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib mereka sendiri.
Ironisnya, pada saat Deklarasi Balfour dirilis, Inggris juga sedang berjanji kepada bangsa Arab untuk mendukung kemerdekaan mereka melalui Perjanjian Hussein-McMahon (1915-1916).
Baca Juga: Sejarah Perjuangan Palestina, Melawan Penjajahan yang Tak Pernah Usai
Dalam perjanjian itu, Palestina termasuk dalam wilayah yang dijanjikan akan merdeka jika bangsa Arab membantu Inggris melawan Ottoman dalam Perang Dunia I.
Namun, janji ini dikhianati demi ambisi imperialisme dan kepentingan politik Inggris.
Kolonialisme Berkedok Solidaritas
Inggris tidak membuat Deklarasi Balfour karena empati terhadap penderitaan Yahudi, melainkan karena kepentingan geopolitik. Palestina dianggap strategis untuk kepentingan ekonomi dan militer Inggris di Timur Tengah.
Baca Juga: Ternyata, Ini 10 Ciri Suami Sholeh dalam Pandangan Islam yang Sering Terlewatkan!
Deklarasi ini juga digunakan untuk mendapatkan dukungan dari komunitas Yahudi global, khususnya di Amerika Serikat, yang diharapkan dapat memengaruhi politik internasional dalam Perang Dunia I.
Namun, kebijakan ini memicu ketegangan yang berkepanjangan antara komunitas Yahudi dan Arab di Palestina. Protes, kerusuhan, dan pemberontakan mulai terjadi sejak 1920-an, memuncak dalam Pemberontakan Arab Palestina 1936-1939.
Ketegangan ini merupakan dampak langsung dari kebijakan Inggris yang mendorong migrasi Yahudi besar-besaran ke Palestina tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap penduduk asli.
Mandat Inggris Mengukuhkan Ketidakadilan
Baca Juga: 13 Kesengsaraan Orang Kafir di Akhirat
Setelah Perang Dunia I, Inggris diberi mandat oleh Liga Bangsa-Bangsa untuk mengelola Palestina. Selama masa mandat ini, Inggris terus mendukung Zionisme dengan memfasilitasi imigrasi Yahudi dan pembangunan permukiman Yahudi.
Sebaliknya, masyarakat Arab Palestina diabaikan, dipaksa keluar dari tanah mereka, dan kehilangan hak-hak dasar. Ketimpangan sosial dan ekonomi semakin melebar, menciptakan ketidakpuasan yang meluas.
Deklarasi Balfour menjadi titik awal dari penderitaan panjang rakyat Palestina. Pada 1948, ketika Mandat Inggris berakhir, Israel memproklamasikan kemerdekaannya, memicu perang dengan negara-negara Arab.
Perang ini menyebabkan lebih dari 700.000 rakyat Palestina terusir dari tanah mereka—a eksodus besar-besaran yang dikenal sebagai Nakba (malapetaka).
Baca Juga: Indonesia Bergabung di BRICS, Apa Untung Ruginya?
Hingga kini, konflik Israel-Palestina terus membara, dengan kebijakan diskriminatif dan pendudukan militer yang memperparah penderitaan rakyat Palestina. Deklarasi Balfour menjadi simbol ketidakadilan internasional yang melahirkan luka yang sulit disembuhkan.
Membongkar kebusukan di balik Deklarasi Balfour adalah langkah penting untuk memahami akar konflik Palestina-Israel. Kebijakan kolonial ini tidak hanya mencerminkan pengkhianatan Inggris terhadap bangsa Arab, tetapi juga menunjukkan bagaimana imperialisme menciptakan ketidakadilan yang masih terasa hingga saat ini.
Kesadaran sejarah ini perlu dibangun untuk mendorong solidaritas internasional dan mencari solusi yang adil bagi rakyat Palestina. Dunia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa konflik ini berasal dari keputusan sepihak yang mengabaikan hak-hak rakyat Palestina.
Deklarasi Balfour bukan hanya sebuah dokumen, tetapi juga simbol dari kebijakan imperialisme yang melanggengkan penindasan. Tanpa pengakuan atas ketidakadilan ini, perdamaian sejati di Timur Tengah akan tetap menjadi mimpi yang jauh dari kenyataan. []
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-37] Berniat Baik dan Jelek, Namun Tak Terlaksana
Mi’raj News Agency (MINA)